Jakarta, 2 Desember 2024 – Sejarah Islam tak lepas dari sejarah penulisan dan penyebaran Al-Qur’an. Proses kodifikasi Al-Qur’an yang dimulai pada masa Khalifah Utsman bin Affan sekitar tahun 651 Masehi menandai tonggak penting dalam peradaban Islam. Hingga kini, berbagai naskah Al-Qur’an kuno tersebar di berbagai belahan dunia, menjadi saksi bisu perjalanan kitab suci umat Islam selama berabad-abad. Berikut ini tujuh naskah Al-Qur’an tertua yang telah teridentifikasi, masing-masing menyimpan keunikan dan sejarahnya sendiri:
1. Al-Qur’an Biru (The Blue Qur’an): Kecantikan Kaligrafi dalam Nuansa Biru Langit
Al-Qur’an Biru, atau yang dikenal juga dengan sebutan The Blue Qur’an, merupakan salah satu manuskrip Al-Qur’an tertua dan terindah di dunia. Keindahannya tak hanya terletak pada isi kandungannya yang suci, tetapi juga pada estetika visualnya. Lembaran-lembarannya yang berwarna biru, dihiasi kaligrafi emas yang menawan, menjadikannya objek studi dan kekaguman para ahli kaligrafi dan sejarah Islam. Meskipun penanggalan pastinya masih diperdebatkan, para ahli memperkirakan manuskrip ini berasal dari akhir abad ke-9 hingga awal abad ke-10 Masehi. Warna biru yang mendominasi manuskrip ini dipercaya melambangkan langit, keagungan, dan ketuhanan, menciptakan harmoni visual yang mempesona antara teks suci dan keindahan seni kaligrafi. Keberadaan Al-Qur’an Biru menjadi bukti nyata perpaduan harmonis antara spiritualitas dan seni dalam peradaban Islam.
2. Al-Qur’an Kufi Samarkand: Warisan Sejarah dari Uzbekistan
Tersimpan di Perpustakaan Hast Imam, Tashkent, Uzbekistan, Al-Qur’an Kufi Samarkand merupakan salah satu naskah Al-Qur’an kuno yang penting. Ditulis dengan huruf Kufi, yang merupakan salah satu jenis tulisan Arab tertua, manuskrip ini menyimpan jejak sejarah yang kaya. Penanggalan penulisannya masih menjadi perdebatan, dengan rentang waktu yang cukup luas, antara 765 M hingga 855 M. Namun, konsensus para peneliti cenderung menempatkannya pada abad ke-8 atau ke-9 Masehi. Keberadaan Al-Qur’an Kufi Samarkand di Uzbekistan menunjukkan penyebaran dan penerimaan ajaran Islam di wilayah tersebut sejak masa-masa awal perkembangannya. Naskah ini menjadi bukti nyata keberagaman dan kekayaan budaya Islam yang tersebar luas di dunia.
3. Naskah Topkapi: Keutuhan Teks dalam Museum Istana Topkapi
Museum Istana Topkapi di Istanbul, Turki, menyimpan salah satu harta karun sejarah Islam: Naskah Topkapi. Manuskrip Al-Qur’an ini diperkirakan berasal dari awal hingga pertengahan abad ke-8 Masehi. Keistimewaannya terletak pada keutuhan teksnya yang hampir lengkap, memberikan gambaran yang komprehensif tentang teks Al-Qur’an pada masa tersebut. Naskah Topkapi bukan hanya sekadar artefak sejarah, tetapi juga sumber referensi penting bagi para peneliti untuk mempelajari perkembangan penulisan dan penyebaran Al-Qur’an. Keberadaannya di Istanbul, pusat peradaban Islam selama berabad-abad, semakin memperkuat signifikansi sejarah dan budaya naskah ini.
4. Codex Parisino-Petropolitanus: Fragmen Sejarah dari Mesir
Codex Parisino-Petropolitanus, sebuah manuskrip Al-Qur’an yang terdiri dari 98 folio, berasal dari akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8 Masehi. Manuskrip ini ditemukan bersama beberapa fragmen Al-Qur’an lainnya di Masjid Amr di Fustat, Mesir, salah satu pusat peradaban Islam tertua di Afrika Utara. Penemuan ini memberikan petunjuk berharga tentang perkembangan penulisan dan penyebaran Al-Qur’an di Mesir pada masa-masa awal Islam. Codex Parisino-Petropolitanus, meskipun tidak lengkap, tetap menjadi sumber informasi penting bagi para peneliti untuk rekonstruksi sejarah penulisan Al-Qur’an dan perkembangan kaligrafi Arab.
5. Manuskrip Sana’a: Saksi Bisu dari Yaman
Manuskrip Sana’a, yang ditemukan pada tahun 1972 di Masjid Agung Sana’a, Yaman, selama renovasi, diyakini sebagai bagian tertua dari Al-Qur’an yang masih ada hingga saat ini. Pengujian radiokarbon menunjukkan bahwa manuskrip ini berasal dari periode antara 632 M hingga 671 M. Tanggal tersebut, khususnya batas atas 671 M yang memiliki tingkat akurasi 99%, menempatkannya sangat dekat dengan masa Khalifah Utsman bin Affan. Manuskrip Sana’a menjadi bukti kuat tentang proses kodifikasi Al-Qur’an dan penyebarannya ke berbagai wilayah pada masa-masa awal Islam. Keberadaannya di Yaman, yang memiliki sejarah panjang dalam peradaban Islam, menunjukkan pentingnya wilayah ini dalam penyebaran ajaran Islam.
6. Fragmen Tübingen: Petunjuk dari Jerman
Fragmen Tübingen, yang tersimpan di Universitas Tübingen, Jerman, diperkirakan ditulis antara tahun 649 M hingga 675 M. Tanggal tersebut menempatkannya dalam periode yang sangat dekat dengan masa Khalifah Utsman bin Affan, menunjukkan penyebaran Al-Qur’an ke berbagai penjuru dunia dengan cepat. Keberadaan fragmen ini di Jerman, jauh dari pusat-pusat peradaban Islam awal, menunjukkan betapa luasnya pengaruh dan penyebaran Islam pada masa-masa awal perkembangannya. Fragmen Tübingen, meskipun kecil, memberikan informasi berharga bagi para peneliti untuk mempelajari perkembangan penulisan dan penyebaran Al-Qur’an.
7. Naskah Al-Qur’an Birmingham: Potongan Sejarah dari Inggris
Naskah Al-Qur’an Birmingham, yang saat ini dianggap sebagai Al-Qur’an tertua di dunia, terdiri dari dua lembar perkamen yang merupakan fragmen dari naskah Al-Qur’an awal. Berdasarkan analisis karbon, naskah ini diperkirakan berasal dari periode antara 568 M hingga 645 M. Naskah ini berisi sebagian dari Surat Al-Kahfi, Maryam, dan Taha, ditulis dengan aksara Arab Hijazi. Penemuan ini di Inggris, jauh dari pusat-pusat perkembangan Islam awal, menunjukkan betapa cepatnya penyebaran Al-Qur’an dan ajaran Islam ke berbagai penjuru dunia. Naskah Birmingham menjadi bukti nyata perjalanan panjang dan penyebaran luas ajaran Islam sejak masa-masa awal.
Kesimpulannya, tujuh naskah Al-Qur’an tertua ini, yang tersebar di berbagai belahan dunia, merupakan bukti nyata perjalanan panjang dan penyebaran luas kitab suci umat Islam. Masing-masing naskah menyimpan keunikan dan sejarahnya sendiri, memberikan gambaran yang kaya tentang perkembangan penulisan, kaligrafi, dan penyebaran Al-Qur’an sejak masa-masa awal Islam. Studi dan penelitian terhadap naskah-naskah ini terus dilakukan untuk memperkaya pemahaman kita tentang sejarah Islam dan peradaban manusia. Keberadaan naskah-naskah ini bukan hanya sekadar artefak sejarah, tetapi juga warisan berharga yang perlu dilestarikan dan dipelajari untuk generasi mendatang.