Aliran Jabariyah, sebuah mazhab teologi dalam Islam, menempati posisi sentral dalam perdebatan panjang mengenai kebebasan manusia dan peran takdir ilahi. Paham ini, yang namanya berasal dari kata "jabara" yang berarti memaksa atau mengharuskan, menganggap manusia sepenuhnya pasif dalam menjalankan tindakannya. Mereka percaya manusia bagai boneka yang digerakkan oleh kekuatan ilahi, tanpa memiliki kehendak bebas sedikit pun. Konsekuensi logis dari pandangan ini adalah peniadaan peran manusia dalam menentukan nasibnya sendiri, sebuah doktrin yang memicu kontroversi dan penolakan luas di kalangan ulama sepanjang sejarah Islam.
Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Jabariyah:
Munculnya Jabariyah tak lepas dari konteks historis dan sosiokultural masyarakat Arab pada masa awal Islam. Beberapa sejarawan pemikiran Islam mengaitkan perkembangan paham ini dengan kondisi geografis dan lingkungan hidup masyarakat Arab yang keras, khususnya di kawasan gurun Sahara. Ketergantungan hidup yang tinggi terhadap alam yang ganas dan tak terduga, menurut Harun Nasution dalam "Teologi Islam: Aliran-Aliran Analisa Perbandingan", mungkin telah membentuk persepsi keterbatasan manusia di hadapan kekuatan alam, yang kemudian diproyeksikan kepada kekuasaan Tuhan yang absolut. Perasaan lemah dan tak berdaya di hadapan tantangan hidup ini, secara tidak langsung, mungkin telah mendorong munculnya paham determinisme yang dianut oleh Jabariyah.
Tokoh sentral yang dianggap sebagai pencetus aliran Jabariyah adalah Ja’d bin Dirham. Namun, penyebaran paham ini lebih dikenal melalui tokoh berpengaruh lainnya, yaitu Jahm bin Safwan. Jahm, yang juga tercatat sebagai tokoh aliran Jihmiyah dalam kalangan Murji’ah, berperan signifikan dalam merumuskan dan menyebarkan ajaran Jabariyah, bahkan sampai mendirikan aliran tersendiri yang sering dikaitkan dengan namanya. Perlu dicatat bahwa Jahm bin Safwan menjabat sebagai sekretaris Suraih bin Al-Haris, seorang tokoh yang terlibat dalam gerakan perlawanan terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Konteks politik ini menunjukkan bahwa perkembangan Jabariyah juga terkait dengan dinamika sosial dan politik pada masa itu.
Selain Ja’d bin Dirham dan Jahm bin Safwan, beberapa tokoh lain turut berkontribusi dalam pengembangan paham Jabariyah, di antaranya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirar. Meskipun mereka mungkin memiliki perbedaan penafsiran dan penekanan tertentu, mereka tetap berada dalam kerangka dasar paham Jabariyah yang menekankan keterpaksaan manusia dalam bertindak.
Ajaran-Ajaran Jabariyah: Dua Aliran, Dua Interpretasi:
Ajaran Jabariyah dapat dibagi menjadi dua aliran utama: aliran ekstrim dan aliran moderat. Perbedaan utama terletak pada sejauh mana mereka menekankan keterpaksaan manusia dan peran Tuhan dalam menciptakan segala perbuatan manusia.
1. Aliran Ekstrim (Jahmiyah):
Aliran ini, yang dipelopori oleh Jahm bin Safwan, menganggap manusia sepenuhnya tidak memiliki daya dan upaya. Manusia, menurut mereka, hanya sebagai alat yang digerakkan oleh kehendak Tuhan. Mereka tidak memiliki pilihan, kebebasan, ataupun kemampuan untuk menentukan tindakan mereka sendiri. Segala perbuatan, baik yang baik maupun yang buruk, dianggap sebagai ciptaan Tuhan semata.
Pandangan ekstrim ini juga mencakup penafsiran unik terhadap konsep surga dan neraka. Aliran ini berpendapat bahwa surga dan neraka bukanlah tempat yang kekal, hanya Allah SWT yang kekal. Konsep iman, khalam Tuhan (kalam sebagai ucapan Tuhan), dan sifat-sifat Tuhan juga ditafsirkan secara khusus, bahkan sampai pada peniadaan sifat-sifat Tuhan yang dianggap anthropomorphic (menyerupai manusia). Mereka menolak pandangan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat kelak. Pandangan-pandangan ini, yang dianggap menyimpang dari pemahaman mayoritas umat Islam, menjadi salah satu faktor utama penolakan terhadap aliran Jabariyah ekstrim.
2. Aliran Moderat:
Aliran moderat Jabariyah, diwakili oleh tokoh seperti Husain bin Muhammad an-Najjar, menawarkan interpretasi yang lebih bernuansa. Mereka mengakui bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, baik yang positif maupun negatif. Namun, mereka juga menekankan peran manusia dalam mewujudkan perbuatan tersebut. Manusia, menurut mereka, bukan sekadar boneka yang sepenuhnya dikendalikan, tetapi juga memiliki peran, meskipun peran tersebut berada dalam kerangka kehendak dan kekuasaan Tuhan yang mutlak. Perbedaannya dengan aliran ekstrim terletak pada pengakuan peran manusia, meskipun tetap di bawah kendali Tuhan. Namun, bahkan aliran moderat ini tetap menuai kritik karena dianggap mengurangi tanggung jawab manusia atas perbuatannya.
Doktrin-Doktrin Utama Jabariyah:
Beberapa doktrin utama Jabariyah, seperti yang dijabarkan oleh Cyril Glasse dalam "Ensiklopedia Islam Ringkas", meliputi:
-
Ketiadaan Kehendak Bebas: Manusia sepenuhnya tidak berdaya dan terikat pada kehendak Tuhan. Tidak ada kebebasan memilih atau menentukan tindakan sendiri.
-
Tidak Kekalnya Surga dan Neraka: Hanya Allah SWT yang kekal, sedangkan surga dan neraka bersifat sementara.
-
Konsep Iman: Iman diartikan sebagai pembenaran dalam hati, sejalan dengan konsep iman yang diusung oleh Murji’ah.
-
Kalam Tuhan: Kalam Tuhan (ucapan Tuhan) dianggap sebagai makhluk, bukan sebagai sifat Tuhan.
-
Sifat-Sifat Tuhan: Penolakan terhadap penggambaran sifat-sifat Tuhan yang dianggap menyerupai manusia, dan penolakan atas kemungkinan melihat Tuhan di akhirat.
Penolakan dan Dampak Jabariyah:
Aliran Jabariyah, khususnya aliran ekstrimnya, mendapat penolakan keras dari berbagai kalangan ulama dan golongan dalam Islam. Alasan utama penolakan ini adalah karena ajarannya yang dianggap dapat memicu kemalasan, keputusasaan, dan peniadaan tanggung jawab moral manusia. Jika manusia tidak memiliki kehendak bebas, maka tidak ada alasan untuk berusaha, berjuang, dan bertanggung jawab atas tindakannya. Hal ini dianggap bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya usaha, ikhtiar, dan tanggung jawab individu.
Selain itu, tafsir ekstrim Jabariyah terhadap sifat-sifat Tuhan juga dianggap menyimpang dari pemahaman mayoritas umat Islam. Penafsiran yang sempit dan literal terhadap Al-Qur’an, menurut para kritikus, menghalangi pemahaman yang lebih komprehensif dan mendalam terhadap ajaran Islam.
Kesimpulannya, Jabariyah merupakan aliran teologi yang kompleks dan kontroversial dalam sejarah Islam. Meskipun memiliki akar historis dan sosiokultural yang dapat dipahami, ajarannya yang ekstrim tentang peniadaan kehendak bebas manusia telah memicu penolakan luas dan perdebatan panjang yang hingga kini masih relevan untuk dikaji dan dipelajari. Pemahaman yang komprehensif terhadap aliran ini penting untuk memahami dinamika pemikiran teologi Islam dan perdebatan abadi mengenai kebebasan manusia dan takdir ilahi.