Peristiwa Isra Mi’raj merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah Islam, menandai perjalanan spiritual luar biasa Nabi Muhammad SAW yang sarat dengan keagungan dan kekuasaan Allah SWT. Lebih dari sekadar kisah perjalanan, Isra Mi’raj merupakan bukti nyata kenabian Muhammad dan penetapan hukum shalat lima waktu, pilar fundamental ibadah dalam agama Islam. Peristiwa ini terjadi pada tahun pertama sebelum Hijriyah, sekitar tahun 620-621 Masehi, tepatnya pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, menurut penanggalan al-Allamah al-Manshurfuri.
Al-Quran sendiri menyinggung peristiwa Isra dalam Surat Al-Isra ayat 1: "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." Ayat ini mengkonfirmasi perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, sebuah peristiwa yang secara fisik mustahil dilakukan dalam waktu semalam, namun menjadi nyata melalui kuasa Ilahi.
Sementara itu, peristiwa Mi’raj, yaitu perjalanan Nabi Muhammad SAW naik ke langit, diabadikan dalam Surat An-Najm ayat 13-18. Ayat-ayat ini menggambarkan pertemuan Nabi Muhammad dengan Jibril di Sidratul Muntaha, sebuah tempat di batas langit ketujuh yang hanya dapat dicapai oleh para nabi pilihan. Deskripsi ayat-ayat tersebut melukiskan keagungan dan keindahan alam surgawi yang tak terbayangkan, memperkuat keajaiban perjalanan Mi’raj.
Penting untuk memahami bahwa Isra dan Mi’raj merupakan dua peristiwa berbeda yang seringkali digabungkan dalam satu narasi. Isra merujuk pada perjalanan malam Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, sedangkan Mi’raj menggambarkan pendakian beliau ke langit hingga Sidratul Muntaha untuk menerima perintah shalat lima waktu langsung dari Allah SWT.
Kisah Isra: Perjalanan Menuju Masjidil Aqsa
Berbagai riwayat sahih menyebutkan bahwa pada malam Isra Mi’raj, Nabi Muhammad SAW dikunjungi Malaikat Jibril. Sebelum memulai perjalanan, Jibril membersihkan jantung Nabi Muhammad dengan cara membelah dadanya, mengambil jantungnya, mencucinya dengan air zamzam, dan kemudian mengembalikannya. Tindakan ini melambangkan penyucian batin dan kesiapan Nabi Muhammad untuk menerima wahyu agung.
Setelah penyucian, Nabi Muhammad memulai perjalanan menuju Masjidil Aqsa dengan menunggangi Buraq, kendaraan istimewa yang diciptakan Allah SWT untuk beliau. Buraq digambarkan sebagai hewan yang luar biasa cepat, mampu menempuh jarak yang sangat jauh dalam waktu singkat. Perlu dicatat bahwa Buraq menolak untuk ditunggangi oleh Nabi Muhammad pada awalnya, namun setelah Jibril menjelaskan kemuliaan Nabi Muhammad, Buraq pun patuh.
Setibanya di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad mengikat Buraq di pintu masjid dan melaksanakan shalat dua rakaat. Keunikan peristiwa ini terletak pada fakta bahwa Nabi Muhammad menjadi imam bagi para nabi terdahulu yang hadir di Masjidil Aqsa pada saat itu, sebuah peristiwa yang menunjukkan kedudukan dan kemuliaan Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi.
Perjalanan Isra sendiri dipenuhi dengan keajaiban. Meskipun detailnya bervariasi dalam beberapa riwayat, inti ceritanya tetap konsisten: perjalanan yang luar biasa cepat dan penuh dengan tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Kisah Mi’raj: Pendakian Menuju Sidratul Muntaha
Setelah shalat di Masjidil Aqsa, Jibril membimbing Nabi Muhammad memulai perjalanan Mi’raj, pendakian ke langit. Perjalanan ini melewati tujuh langit, masing-masing dijaga oleh malaikat yang mengajukan pertanyaan mengenai identitas Jibril dan Nabi Muhammad. Setiap kali, malaikat penjaga langit terkesan dengan kedatangan Nabi Muhammad dan menyambutnya dengan penuh hormat.
Di setiap langit, Nabi Muhammad bertemu dengan para nabi terdahulu. Di langit pertama, beliau bertemu Nabi Adam; di langit kedua, Nabi Yahya dan Isa; di langit ketiga, Nabi Yusuf; di langit keempat, Nabi Idris; di langit kelima, Nabi Harun; dan di langit keenam, Nabi Musa. Pertemuan-pertemuan ini menekankan silsilah kenabian dan persatuan para utusan Allah. Setiap nabi menyambut Nabi Muhammad dengan penuh penghormatan dan mendoakan beliau. Percakapan dengan Nabi Musa khususnya sangat penting, karena Nabi Musa menasihati Nabi Muhammad untuk meminta keringanan terkait jumlah shalat.
Di langit ketujuh, Nabi Muhammad bertemu Nabi Ibrahim di Baitul Makmur, sebuah bangunan suci di langit yang dikunjungi oleh malaikat setiap hari. Nabi Ibrahim menyampaikan salam dan doa untuk umat Nabi Muhammad. Setelah itu, Nabi Muhammad diajak masuk ke surga dan menyaksikan keindahan dan kenikmatan surgawi yang tak terkira.
Puncak perjalanan Mi’raj adalah mencapai Sidratul Muntaha, sebuah pohon yang berada di batas langit ketujuh. Di tempat ini, Nabi Muhammad melihat wujud asli Malaikat Jibril yang sangat agung dan megah. Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad mengalami pengalaman spiritual yang mendalam dan menerima wahyu langsung dari Allah SWT.
Penetapan Shalat Lima Waktu
Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad menerima perintah untuk melaksanakan shalat sebanyak lima puluh waktu sehari semalam. Namun, atas permohonan Nabi Muhammad sendiri dan nasihat Nabi Musa, Allah SWT meringankan jumlah shalat menjadi lima waktu, dengan setiap shalat setara dengan sepuluh shalat. Ini menunjukkan kasih sayang dan rahmat Allah SWT kepada umat manusia.
Perjalanan kembali ke bumi juga dipenuhi dengan keajaiban dan peristiwa penting. Peristiwa Isra Mi’raj bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendalam. Peristiwa ini memperkuat keimanan Nabi Muhammad, memperlihatkan kebesaran Allah SWT, dan menetapkan shalat lima waktu sebagai rukun Islam yang penting. Kisah Isra Mi’raj menjadi inspirasi dan teladan bagi umat Islam di seluruh dunia, mengingatkan akan pentingnya keimanan, ketaatan, dan kedekatan dengan Allah SWT. Peristiwa ini juga menjadi bukti nyata atas kenabian Nabi Muhammad SAW dan keagungan ajaran Islam. Pemahaman yang mendalam tentang Isra Mi’raj akan semakin memperkuat keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.