Peristiwa Isra Miraj, perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem dan selanjutnya ke Sidratul Muntaha, merupakan salah satu mukjizat terbesar dalam sejarah Islam. Terjadi sekitar tahun 10 Hijriah, peristiwa ini terjadi di tengah ujian berat yang menimpa Nabi, pasca wafatnya istri tercinta, Siti Khadijah, dan paman sekaligus pelindungnya, Abu Thalib. Kehilangan dua pilar penting dalam kehidupan Nabi ini berdampak signifikan, terutama mengingat berakhirnya boikot ekonomi dan sosial yang telah melemahkan kaum Muslimin di Mekkah.
Setelah wafatnya kedua tokoh tersebut, perlakuan kaum Quraisy yang memusuhi Nabi semakin brutal. Mereka tak segan-segan melakukan tindakan penghinaan dan kekerasan fisik. Kisah-kisah penganiayaan yang dialami Nabi, seperti makanan yang dilempari isi perut hewan busuk, pelemparan usus domba bercampur darah dan kotoran saat salat, hingga kepala yang ditaburi tanah kotor saat pulang dari Ka’bah, menggambarkan betapa berat cobaan yang dihadapi beliau. Di tengah kepedihan dan penderitaan ini, Allah SWT memberikan penghiburan yang luar biasa melalui peristiwa Isra Miraj.
Peristiwa ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan spiritual yang melampaui batas-batas ruang dan waktu yang dipahami manusia. Nabi Muhammad SAW, ditemani Malaikat Jibril dan kendaraan ajaib bernama Buraq, melakukan perjalanan dengan kecepatan yang tak terbayangkan oleh akal manusia. Kecepatan Buraq jauh melampaui teknologi tercanggih yang pernah diciptakan manusia. Sebagai perbandingan, pesawat ulang-alik tercepat sekalipun, seperti Discovery dan Columbus, hanya mampu mencapai kecepatan sekitar 20.000 km per jam. Perjalanan ke bintang terdekat saja, yang berjarak 8 tahun cahaya (sekitar 75.686.400.000.000 km), akan memakan waktu sekitar 450 tahun dengan kecepatan tersebut. Kecepatan Buraq, yang diperkirakan mencapai 300.000 km per detik, jauh melampaui angka tersebut.
Kecepatan luar biasa ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana mungkin seorang manusia, dengan tubuh yang tersusun dari organ, sel, molekul, atom, dan partikel subatomik, dapat bertahan pada kecepatan tersebut? Tubuh manusia memiliki massa, dan pada kecepatan setinggi itu, tubuh akan terurai menjadi partikel subatomik. Struktur tubuh manusia, dengan sistem energi ikat yang rumit antara organ, sel, dan molekul, tidak mungkin mampu menahan gaya percepatan yang demikian dahsyat. Jumlah sel dalam tubuh manusia, yang mencapai puluhan triliun, dengan fungsi dan interaksi yang kompleks, menunjukkan betapa rumitnya sistem biologis manusia. Contohnya, 100 miliar sel kulit, 100 miliar neuron di otak, 127 juta sel retina, 30 triliun sel darah merah, dan sebagainya, menunjukkan kompleksitas yang luar biasa.
Namun, peristiwa Isra Miraj menunjukkan bahwa ini bukan sekadar perjalanan fisik biasa. Ketiga makhluk yang melakukan perjalanan—Nabi Muhammad SAW, Jibril AS, dan Buraq—melampaui batasan-batasan fisika yang dikenal manusia. Jibril AS dan Buraq, sebagai makhluk dari alam malakut (alam gaib), dipercaya tercipta dari cahaya (nur), berbeda dengan iblis yang diciptakan dari api. Cahaya, menurut fisika, merupakan entitas yang memiliki kecepatan tertinggi di alam semesta, yaitu 300.000 km per detik. Oleh karena itu, perjalanan mereka dengan kecepatan tersebut dapat dimaklumi.
Perjalanan Nabi Muhammad SAW, yang memiliki tubuh material, menjadi sebuah keajaiban yang hanya dapat dijelaskan melalui campur tangan ilahi. Allah SWT, dengan kekuasaan-Nya yang tak terbatas, memungkinkan Nabi untuk melakukan perjalanan tersebut. Ayat Al-Quran, "Asraa bi ‘abdihi—Dia telah memperjalankan hamba-Nya," menegaskan bahwa perjalanan ini terjadi atas kehendak Allah SWT, bukan atas kemampuan Nabi sendiri. Allah SWT mempersiapkan segala sesuatu, termasuk Jibril AS dan Buraq, serta kemungkinan manipulasi energi yang memungkinkan Nabi untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan cahaya.
Beberapa interpretasi ilmiah mencoba menjelaskan aspek-aspek tertentu dari Isra Miraj. Salah satu teori yang diajukan adalah teori "annihilasi", di mana materi dan antimateri, ketika bertemu, akan saling menghilangkan dan berubah menjadi energi dalam bentuk cahaya. Mungkin saja, Malaikat Jibril, dengan izin Allah SWT, melakukan modifikasi energi pada tubuh Nabi, mengubahnya menjadi cahaya untuk memungkinkan perjalanan dengan kecepatan luar biasa. Proses ini mungkin melibatkan manipulasi sistem energi dalam tubuh Nabi, mengubahnya dari material bermassa menjadi cahaya yang ringan dan tanpa bobot. Kumparan elektromagnetik yang mungkin tersedia di Masjidil Haram, sebagai tempat ibadah selama ribuan tahun, dapat mempercepat proses modifikasi ini.
Perjalanan Isra Miraj bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendalam. Nabi Muhammad SAW, dalam perjalanan tersebut, mengunjungi berbagai tingkatan langit, bertemu dengan para nabi terdahulu, menyaksikan keindahan surga dan kengerian neraka. Pengalaman ini memperkuat iman dan ketaqwaan Nabi, serta memberikan wawasan yang mendalam tentang kebesaran Allah SWT. Perjalanan ini juga menandai penetapan salat lima waktu, sebuah ibadah fundamental dalam Islam.
Kembalinya Nabi Muhammad SAW ke Mekkah menjelang subuh, dengan tubuh yang utuh dan tanpa cedera, merupakan bukti nyata dari keajaiban peristiwa ini. Nabi mengingat seluruh pengalamannya dengan jelas, dan mampu menceritakannya kepada para sahabat. Hanya dengan ketebalan iman, seperti yang dimiliki oleh Abu Bakar As-Shiddiq, seseorang dapat menerima kisah Isra Miraj sebagai mukjizat yang tidak perlu penjelasan ilmiah. Mukjizat adalah bukti nyata dari kekuasaan Allah SWT, yang melampaui batas-batas pemahaman manusia.
Isra Miraj merupakan peristiwa yang luar biasa, sebuah perjalanan yang melampaui batas-batas ruang dan waktu, sains dan logika. Peristiwa ini menegaskan kebesaran Allah SWT dan keagungan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Peristiwa ini juga menjadi sumber inspirasi dan penguatan iman bagi umat Islam di seluruh dunia. Perjalanan Isra Miraj adalah bukti nyata dari kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas dan keajaiban yang melampaui batas-batas pemahaman manusia. Peristiwa ini tetap menjadi misteri yang menakjubkan, sekaligus pengingat akan kebesaran Sang Pencipta dan keistimewaan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya.