Peristiwa Isra Miraj merupakan salah satu peristiwa paling monumental dalam sejarah Islam. Perjalanan suci Nabi Muhammad SAW ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan juga perjalanan spiritual yang luar biasa, mengantarkan beliau ke alam-alam gaib dan menghadirkan pengalaman-pengalaman yang tak terbayangkan. Perjalanan ini, yang terjadi dalam semalam, mengajak kita merenungkan keagungan Tuhan dan keistimewaan Nabi terakhir, sekaligus menjadi landasan penting bagi pelaksanaan shalat lima waktu, rukun Islam yang kedua.
Pertemuan dengan Nabi Ibrahim AS di Baitul Makmur
Berangkat dari Masjidil Haram di Mekkah, Rasulullah SAW, dipandu oleh Malaikat Jibril, memulai perjalanan Isra Miraj-nya. Setelah melewati berbagai langit, beliau tiba di langit ketujuh. Di sini, sesuatu yang menakjubkan menanti. Rasulullah SAW berjumpa dengan Nabi Ibrahim AS di Baitul Makmur, sebuah bangunan suci yang dikhususkan bagi penduduk langit. Seperti yang dijelaskan dalam Shahih Bukhari Muslim, Baitul Makmur dipenuhi oleh 70.000 malaikat setiap hari, yang masuk dan tidak pernah kembali lagi. Suasana sakral dan keagungan Baitul Makmur menggambarkan betapa megahnya alam langit.
Pertemuan Rasulullah SAW dengan Nabi Ibrahim AS dipenuhi dengan suasana haru dan penuh makna. Malaikat Jibril memperkenalkan Rasulullah SAW kepada Nabi Ibrahim AS, menyatakan, "Ya Rasulullah, inilah nenek moyangmu, maka ucapkanlah salam kepadanya." Salam penghormatan Rasulullah SAW dibalas dengan penuh kasih sayang oleh Nabi Ibrahim AS: "Wa’alaikumsalam, selamat datang cucu yang saleh dan nabi yang saleh." Pertemuan ini bukan sekadar silaturahmi antar nabi, tetapi juga merupakan simbol pewarisan risalah kenabian dan pengukuhan misi Rasulullah SAW. Nabi Ibrahim AS pun memberikan pesan penting kepada Rasulullah SAW untuk disampaikan kepada umatnya: "Ya Muhammad, sampaikanlah kepada umatmu salam dariku dan kabarkanlah kepada mereka bahwa surga itu tanahnya sangat baik, airnya segar, datarannya datar, serta tumbuhannya adalah subhanallah, alhamdulillah, laa ilahailallah, allahu akbar." Pesan ini menggambarkan keindahan dan kenikmatan surga yang dijanjikan Allah SWT bagi hamba-hamba-Nya yang taat.
Menyaksikan Keindahan Surga dan Kemegahan Sidratul Muntaha
Perjalanan Rasulullah SAW berlanjut. Bersama Malaikat Jibril, beliau memasuki surga. Gambaran surga yang beliau saksikan sungguh menakjubkan. Kubah-kubah dari mutiara, empat sungai yang mengalirkan air tawar, susu, khamar (minuman yang halal di surga), dan madu, semuanya mengalir di atas tanah tanpa lubang, menggambarkan keindahan dan kelimpahan surga. Beliau juga bertemu dengan seorang bidadari yang sangat cantik, yang kemudian diketahui sebagai bidadari Zaid bin Haritsah. Deskripsi ini menunjukkan betapa melimpahnya nikmat dan keindahan yang menanti para penghuni surga.
Puncak perjalanan Isra Miraj adalah Sidratul Muntaha. Rasulullah SAW menggambarkannya sebagai pohon yang sangat besar, seakan berada di ujung langit. Ukuran buah dan daunnya yang luar biasa besar, serta warna-warna yang tak tergambarkan, menunjukkan keagungan dan kemahakuasaan Allah SWT. Rasulullah SAW sendiri menyatakan, "Tidak seorang pun mampu menyifati Sidratul Muntaha karena keindahannya." Sidratul Muntaha menjadi batas perjalanan spiritual Rasulullah SAW, menunjukkan batas kemampuan manusia dalam memahami keagungan Tuhan.
Di Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW menyaksikan wujud asli Malaikat Jibril untuk kedua kalinya. Gambaran Jibril dalam bentuk aslinya sangat menakjubkan. Pakaian hijau dari sutra, enam ratus sayap yang jika dibentangkan dapat menutupi cakrawala, serta permata, mutiara, dan benda-benda berkilauan yang menghiasi sayapnya, menggambarkan keagungan dan kekuasaan malaikat Allah SWT. Hadits dari Aisyah RA dan riwayat dari Ibnu Abbas RA menegaskan bahwa Rasulullah SAW melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya, tetapi menekankan bahwa beliau tidak melihat Tuhannya. Hal ini menegaskan pentingnya membedakan antara penglihatan Nabi SAW dan penggambaran Tuhan yang melampaui batas kemampuan manusia untuk memahami. Ayat Al-Quran surat An-Najm (53): 11-13 juga menguatkan hal ini.
Penerimaan Wahyu Shalat Lima Waktu
Di Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW mendengar suara goresan pena, yang oleh para ulama diartikan sebagai pena takdir. Di tempat suci ini, beliau menerima wahyu untuk melaksanakan shalat sebanyak lima puluh waktu sehari semalam. Namun, setelah bertemu kembali dengan Nabi Musa AS di langit keenam, Nabi Musa AS menyarankan Rasulullah SAW untuk meminta keringanan kepada Allah SWT, mengingat beban tersebut akan sangat berat bagi umatnya. Rasulullah SAW pun mengabulkan saran Nabi Musa AS dan memohon keringanan kepada Allah SWT. Sebagai jawaban atas permohonan tersebut, Allah SWT menurunkan perintah shalat fardhu lima waktu sehari semalam, sebuah keringanan yang mempertimbangkan kemampuan dan kondisi manusia.
Kesimpulan:
Perjalanan Isra Miraj merupakan peristiwa agung yang sarat dengan makna spiritual dan historis. Perjalanan ini bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang membawa Rasulullah SAW ke alam-alam gaib, bertemu dengan para nabi, menyaksikan keindahan surga dan kemegahan Sidratul Muntaha, serta menerima wahyu shalat lima waktu. Peristiwa ini menjadi bukti nyata tentang keagungan Tuhan dan keistimewaan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Kisah Isra Miraj juga mengajarkan kita tentang pentingnya ketaatan, kesabaran, dan keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah SWT, serta mengingatkan kita akan keindahan surga dan balasan yang telah disiapkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh. Peristiwa ini senantiasa menjadi inspirasi dan motivasi bagi umat Islam di seluruh dunia untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Pengalaman spiritual Rasulullah SAW ini juga menjadi pengingat akan keterbatasan manusia dalam memahami keagungan Tuhan dan pentingnya menjaga kesucian keyakinan dan menghindari penggambaran Tuhan yang melampaui batas kemampuan manusia untuk memahami.