Jakarta – Konsep iffah, dalam ajaran Islam, merupakan pilar penting dalam membangun karakter mulia dan mencapai ridho Allah SWT. Lebih dari sekadar menghindari perbuatan tercela, iffah merepresentasikan komitmen untuk menjaga kesucian diri secara holistik, meliputi aspek hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan. Pentingnya sikap ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 7: " Wa-in tuth-hiru anfusakum fa-huwa khairun lakum wa-in takhlu anfusakum fa-innahā ‘alaykum ‘amalu-kum " yang secara umum dapat diartikan: "Dan jika kamu menyucikan dirimu (berbuat baik), maka itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri." Ayat ini menekankan konsekuensi langsung dari setiap tindakan, baik atau buruk, yang akan kembali kepada pelakunya.
Tafsir Al-Muyassar menjelaskan ayat ini dengan lebih rinci. Perbuatan baik, baik berupa tindakan maupun ucapan, akan berbuah pahala dan kebaikan bagi pelakunya. Sebaliknya, perbuatan jahat akan berbuah hukuman dan konsekuensi negatif yang ditanggung oleh pelakunya sendiri. Ayat ini tidak hanya berbicara tentang hukuman di akhirat, tetapi juga implikasi langsung dalam kehidupan duniawi. Perbuatan buruk dapat merusak reputasi, hubungan sosial, dan bahkan kesehatan mental seseorang.
Memahami Iffah Secara Etimologis dan Terminologis
Secara etimologis, kata "iffah" berasal dari akar kata affa-ya'iffu-'iffah
, yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Lebih dari sekadar menghindari yang haram, iffah juga mencakup menghindari hal-hal yang meskipun halal, namun dapat merendahkan martabat atau merusak kesucian diri. Ini menunjukkan dimensi moral yang tinggi dan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai luhur dalam Islam.
Secara terminologis, iffah didefinisikan sebagai upaya untuk memelihara kehormatan diri dari segala sesuatu yang dapat merendahkan, merusak, atau menjatuhkan martabat. Ini mencakup penjagaan terhadap kehormatan diri dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan sosial, keuangan, dan seksual. Seseorang yang memiliki iffah akan menghindari perilaku yang dapat menimbulkan fitnah, mencederai orang lain, atau menurunkan harga dirinya.
Contohnya, seseorang yang memiliki iffah mungkin akan menolak untuk meminta-minta, meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit, karena ia ingin menjaga harga dirinya dan berharap sepenuhnya kepada Allah SWT. Hal ini menunjukkan kekuatan iman dan kepercayaan yang teguh kepada rizki yang telah dijanjikan Allah.
Lebih jauh lagi, Iffah juga dikaitkan dengan kemampuan mengendalikan syahwat (nafsu). Dr. Hj. Wisnarni, M.PdI dan Dr. Pristian Hadi Putra, M.Pd dalam buku mereka, "Wawasan Al-Qur’an dan Hadits tentang Karakter," menjelaskan iffah sebagai keutamaan kekuatan syahwat bahimiyat, yaitu kekuatan syahwat yang mampu dikendalikan oleh akal. Artinya, seseorang yang beriffah mampu mengendalikan hawa nafsunya dan menyesuaikan tindakannya dengan petunjuk akal dan syariat Islam.
Indra Satia Pohan, dalam bukunya "Aqidah Akhlak Pada Madrasah," menambahkan bahwa seseorang yang beriffah mampu menahan diri dari hal-hal yang tidak baik, meskipun jiwanya menginginkannya. Ini menunjukkan kekuatan batin dan disiplin diri yang tinggi. Seorang mukmin yang beriffah akan senantiasa berusaha membimbing jiwanya, menjauhkan diri dari ketergantungan kepada makhluk, dan menjaga kehormatan diri dengan tidak berharap pada bantuan manusia, melainkan hanya kepada Allah SWT.
Tujuan dan Implementasi Iffah dalam Kehidupan Sehari-hari
Tujuan utama dari bersikap iffah adalah untuk menyucikan diri secara menyeluruh. Ini bukan hanya kesucian fisik, tetapi juga kesucian hati, pikiran, dan perilaku. Menjaga iffah membutuhkan komitmen yang konsisten dan usaha yang terus-menerus.
Implementasi iffah dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:
-
Menjaga Kesucian Hati: Menghindari iri hati, dengki, sumpah serapah, dan perasaan negatif lainnya. Membiasakan diri untuk berbaik sangka kepada sesama dan bersikap positif.
-
Menjaga Kesucian Panca Indera: Menghindari pandangan yang haram, mendengarkan musik atau percakapan yang tidak bermanfaat, mencium aroma yang merangsang nafsu, dan menyentuh sesuatu yang tidak halal.
-
Menjaga Kesucian Jasad: Menjaga kebersihan tubuh, berpakaian yang sopan dan menutup aurat, menghindari perilaku yang dapat merusak kesehatan jasmani.
-
Menjaga Kesucian Makanan dan Minuman: Mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan bersih, menghindari makanan dan minuman yang haram atau meragukan kehalalannya.
-
Menjaga Kesucian Lisan: Menghindari ghibah (mengunjing), namimah (adu domba), bohong, sumpah palsu, dan perkataan yang tidak bermanfaat. Membiasakan diri untuk berbicara dengan santun dan sopan.
Keutamaan dan Dampak Positif Iffah
Fitria Dwi Chahyani dan Machnunah Ani Zulfah, M.Pd.I, dalam buku "Aqidah Akhlak," menekankan bahwa iffah merupakan akhlak yang paling tinggi dan dicintai Allah SWT. Sikap iffah perlu dilatih sejak dini agar anak-anak memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap godaan dan keinginan yang tidak terkendali.
Beberapa keutamaan yang dapat diraih dengan memiliki akhlak iffah antara lain:
-
Menjauhkan diri dari perbuatan yang merendahkan martabat: Iffah melindungi seseorang dari perilaku yang dapat merusak reputasi dan menurunkan harga dirinya.
-
Memiliki keinginan yang sederhana (qana’ah): Iffah membantu seseorang untuk merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan tidak tergoda oleh keinginan materi yang berlebihan.
-
Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah nafsu: Iffah membantu seseorang untuk mengendalikan hawa nafsunya dan menghindari perilaku yang melanggar norma agama dan moral.
-
Mewujudkan rasa persamaan martabat dan sederajat kemanusiaan: Iffah mengajarkan seseorang untuk menghormati martabat manusia dan tidak merendahkan orang lain.
-
Membawa pada tingkat ketakwaan yang tinggi: Iffah merupakan manifestasi dari ketakwaan kepada Allah SWT, karena menunjukkan kepatuhan dan ketaatan kepada perintah-Nya.
-
Saling memahami kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan: Iffah membantu seseorang untuk lebih berempati dan memahami orang lain.
Sebaliknya, hilangnya sifat iffah dari dalam diri seseorang akan berdampak buruk. Akal sehat akan tertutup oleh nafsu syahwat, mengakibatkan ketidakmampuan membedakan mana yang benar dan salah, baik dan buruk, halal dan haram. Hal ini dapat mengarah pada perilaku menyimpang, kehancuran diri, dan kehilangan ridho Allah SWT.
Kesimpulannya, iffah merupakan nilai luhur yang sangat penting dalam ajaran Islam. Menjaga kesucian diri secara holistik, baik fisik maupun spiritual, merupakan kunci untuk mencapai kehidupan yang bermakna dan mendapatkan ridho Allah SWT. Oleh karena itu, upaya untuk memupuk dan mengembangkan sifat iffah harus dilakukan secara konsisten dan terus-menerus sepanjang hidup.