Idul Adha, hari raya kurban bagi umat Islam, merupakan puncak ibadah haji dan momen sakral yang sarat makna. Lebih dari sekadar perayaan tahunan, Idul Adha menyimpan sejarah panjang yang terukir dalam ajaran Islam, berakar pada pengorbanan dan ketaatan Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT. Pemahaman mendalam tentang sejarah ini menjadi kunci bagi setiap muslim untuk menghayati esensi ibadah kurban dan mengoptimalkan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.
Kisah Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS: Sebuah Teladan Ketaatan Tanpa Batas
Sejarah Idul Adha tak lepas dari kisah monumental Nabi Ibrahim AS dan putranya, Ismail AS, yang termaktub dalam Al-Qur’an dan hadis. Kisah ini bukan sekadar narasi historis, melainkan teladan abadi tentang ketaatan mutlak kepada Allah SWT, bahkan di tengah ujian terberat sekalipun.
Allah SWT menguji keimanan Nabi Ibrahim AS dengan perintah yang tampak mustahil: menyembelih putranya sendiri, Ismail AS, yang sangat dicintainya. Perintah ini datang melalui mimpi, yang bagi para nabi merupakan wahyu langsung dari Allah SWT. Surah As-Saffat ayat 102 menggambarkan momen dramatis tersebut: "(Ingatlah kisah) ketika anaknya sampai kepada umur (yang dapat) bekerja sama dengannya, Ibrahim berkata: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab: "Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."
Ayat ini mengungkap keteguhan hati Nabi Ibrahim AS dan keikhlasan luar biasa Nabi Ismail AS. Tanpa ragu dan keraguan, Ismail AS menerima takdir yang telah digariskan Allah SWT. Ketaatan mereka yang tanpa syarat menjadi bukti cinta dan penyerahan diri yang sempurna kepada Sang Pencipta. Kesiapan Ismail AS untuk dikorbankan menjadi simbol ketaatan yang ideal, melebihi ikatan darah dan kasih sayang duniawi.
Pada saat Nabi Ibrahim AS hendak melaksanakan perintah tersebut, Allah SWT mengganti Ismail AS dengan seekor kambing yang besar, hitam matanya, dan besar tanduknya, sebagai tanda penerimaan atas pengorbanan dan ketaatan mereka. Beberapa riwayat menyebutkan kambing tersebut berasal dari surga, bahkan ada yang mengaitkannya dengan kambing yang pernah dikurbankan Habil, putra Nabi Adam AS, yang diterima Allah SWT. Peristiwa ini menandai penggantian kurban manusia dengan kurban hewan, sebuah simbol pengorbanan yang terus dirayakan hingga kini.
Makna Ibadah Kurban: Lebih dari Sekadar Penyembelihan
Ibadah kurban Idul Adha bukanlah sekadar penyembelihan hewan ternak. Ia merupakan manifestasi dari ketaatan, pengorbanan, dan kepasrahan kepada Allah SWT, meneladani keikhlasan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS. Melalui kurban, umat Islam menunjukkan kesediaan untuk berkorban demi mendekatkan diri kepada Allah SWT, berbagi rezeki dengan sesama, dan membersihkan diri dari dosa.
Surah Al-Hajj ayat 34 menjelaskan syariat kurban: "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)."
Ayat ini menekankan pentingnya menyebut nama Allah saat menyembelih hewan kurban, sebagai bentuk pengakuan atas nikmat dan rezeki yang diberikan-Nya. Lebih dari itu, kurban juga menjadi sarana untuk berbagi rezeki dengan fakir miskin dan mereka yang membutuhkan, memperkuat rasa solidaritas dan persaudaraan di antara sesama muslim. Daging kurban dibagikan kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan kaum dhuafa, menjadi simbol berbagi dan kepedulian sosial.
Syarat Sah Hewan Kurban: Menjaga Kesempurnaan Ibadah
Untuk memastikan kesempurnaan ibadah kurban, Islam menetapkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Hewan yang dikurbankan harus memenuhi kriteria tertentu agar ibadah tersebut diterima Allah SWT. Beberapa syarat utama meliputi:
-
Hewan Ternak: Hewan yang dikurbankan harus termasuk hewan ternak yang dibolehkan, yaitu unta, sapi atau kerbau, kambing atau domba. Jenis hewan ini telah ditentukan dalam syariat Islam dan memiliki ketentuan khusus terkait umur dan kondisi fisiknya.
-
Cukup Umur: Hewan kurban harus telah mencapai usia tertentu yang menunjukkan kematangan fisiknya. Usia minimal ini berbeda-beda untuk setiap jenis hewan, dan umumnya ditandai dengan pertumbuhan gigi dan kondisi fisik yang prima. Ketentuan ini memastikan bahwa hewan yang dikurbankan berada dalam kondisi sehat dan layak untuk dikorbankan.
-
Sehat dan Tidak Cacat: Hewan kurban harus sehat, bebas dari penyakit, dan tidak memiliki cacat fisik yang signifikan. Cacat yang dimaksud meliputi kebutaan, pincang, luka parah, bagian tubuh yang hilang, atau kondisi fisik lainnya yang dapat mengurangi nilai dan kualitas hewan tersebut. Ketentuan ini menjamin bahwa hewan yang dikurbankan dalam keadaan baik dan layak untuk dikonsumsi.
-
Bukan Hewan yang Dilarang: Hewan yang dikurbankan harus halal dan tidak termasuk hewan yang dilarang dalam syariat Islam, seperti babi atau hewan buas. Ketentuan ini menjaga kesucian dan kehalalan ibadah kurban.
-
Cara Penyembelihan yang Benar: Penyembelihan hewan kurban harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan syariat Islam, yaitu dengan menyebut nama Allah dan memotong bagian leher hewan dengan pisau yang tajam. Ketentuan ini memastikan kesempurnaan ibadah dan kehalalan daging kurban.
Kesimpulan:
Idul Adha lebih dari sekadar hari raya; ia merupakan perayaan ketaatan, pengorbanan, dan kepasrahan kepada Allah SWT. Sejarahnya yang berakar pada kisah Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS mengajarkan nilai-nilai luhur tentang keikhlasan, kesabaran, dan berbagi. Dengan memahami sejarah dan syarat sah hewan kurban, umat Islam dapat menghayati makna ibadah kurban secara lebih mendalam dan melaksanakannya dengan penuh keikhlasan, sehingga ibadah tersebut diterima Allah SWT dan memberikan manfaat bagi sesama. Semoga Idul Adha selalu menjadi momentum untuk meningkatkan keimanan dan memperkuat tali persaudaraan di antara umat manusia.