Ramadan, bulan suci penuh berkah bagi umat Muslim, menuntut komitmen penuh terhadap ibadah puasa. Puasa, yang merupakan salah satu rukun Islam, mengharuskan pemeluknya untuk menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Di tengah menjalankan ibadah ini, seringkali muncul pertanyaan-pertanyaan fikih yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat alami, salah satunya adalah menelan air liur atau ludah. Pertanyaan ini wajar muncul, mengingat menelan ludah merupakan tindakan refleks tubuh yang terjadi secara otomatis. Lantas, apakah menelan air liur membatalkan puasa? Kajian mendalam atas berbagai pendapat ulama berikut ini akan memberikan penjelasan yang komprehensif.
Menelan Ludah: Pandangan Mayoritas Ulama
Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa menelan air liur yang berasal dari kelenjar ludah di dalam rongga mulut secara alami tidak membatalkan puasa. Pendapat ini tertuang dalam berbagai kitab fikih klasik, salah satunya adalah Kitab Fikih Sehari-hari 365 Pertanyaan Seputar Fikih untuk Semua Permasalahan dalam Keseharian karya A.R. Shohibul Ulum. Buku tersebut secara tegas menyatakan bahwa menelan ludah yang suci dan berasal dari proses alami tubuh tidak termasuk hal yang membatalkan puasa.
Pendapat ini diperkuat oleh Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (juz 6, halaman 341), yang dikutip oleh NU Online. Imam an-Nawawi, salah satu ulama besar mazhab Syafi’i, menegaskan bahwa menelan air liur tidak membatalkan puasa berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Pernyataan ini menekankan bahwa tindakan menelan ludah yang merupakan proses fisiologis alami tubuh tidak dianggap sebagai tindakan yang disengaja dan melanggar kaidah puasa. Kesulitan untuk mencegah air liur masuk kembali ke kerongkongan menjadi pertimbangan penting dalam penentuan hukum ini. Ulama memahami bahwa mencegah hal ini secara sempurna hampir mustahil dilakukan.
Kondisi yang Membatalkan Puasa Terkait Menelan Ludah
Meskipun menelan air liur murni umumnya tidak membatalkan puasa, beberapa kondisi spesifik dapat mengubah status hukumnya. Berikut beberapa kondisi yang perlu diperhatikan:
-
Air Liur Bercampur Zat Lain: Menelan air liur yang telah bercampur dengan zat-zat lain, seperti darah, sisa makanan, atau zat pewarna (misalnya dari benang jahit yang tertelan), akan membatalkan puasa. Campuran ini mengubah sifat alami air liur dan dianggap sebagai masuknya sesuatu ke dalam tubuh yang dilarang saat berpuasa.
-
Air Liur Melewati Batas Bibir Luar: Air liur yang telah keluar melewati batas bibir luar dan kemudian ditelan kembali juga membatalkan puasa. Hal ini karena air liur yang telah keluar dari rongga mulut dianggap telah terpisah dari tubuh dan masuk kembali sebagai sesuatu yang baru.
-
Menampung Air Liur Secara Sengaja: Pendapat ulama mengenai menelan air liur yang sengaja ditampung hingga jumlah yang banyak terbagi dua. Sebagian ulama berpendapat bahwa hal ini membatalkan puasa, sementara sebagian lain berpendapat sebaliknya. Namun, jika penampungan air liur terjadi secara tidak sengaja, dan kemudian tertelan, ulama sepakat bahwa hal tersebut tidak membatalkan puasa. Perbedaan pendapat ini menunjukkan kompleksitas permasalahan fikih dan pentingnya memahami konteks dan niat dalam beribadah.
Hal-hal Lain yang Tidak Membatalkan Puasa
Selain menelan ludah, beberapa hal lain yang seringkali menjadi pertanyaan juga perlu diklarifikasi. Berdasarkan kitab Fiqhul Islam jilid 3 karya Wahbah Az-Zuhaili dan Seri Fiqih Kehidupan (5): Puasa karya Ahmad Sarwat, beberapa hal berikut tidak membatalkan puasa:
-
Menelan Air Liur dan Menghirup Debu: Menelan air liur dan menghirup debu merupakan hal yang sulit dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan ini tidak disengaja dan tidak dianggap membatalkan puasa. Namun, perlu dibedakan dengan sengaja menelan kembali air liur yang telah keluar dari mulut atau menelan air liur orang lain, yang hukumnya membatalkan puasa. Demikian pula, mengeluarkan dahak dan menelannya secara sengaja juga membatalkan puasa.
-
Berkumur dan Menghirup Air dengan Hidung (Istinsyaq): Berkumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya kembali), baik saat berwudhu maupun di waktu lain, tidak membatalkan puasa. Namun, berkumur secara berlebihan atau hanya untuk bermain-main dianggap makruh (dibenci).
-
Makan dan Minum Tanpa Sengaja: Makan atau minum tanpa sengaja, misalnya karena lupa, terpaksa, atau dalam keadaan tidur, tidak membatalkan puasa. Hadits Rasulullah SAW menegaskan hal ini, menekankan bahwa Allah SWT akan memberi maaf atas kelupaan tersebut. Hadits tersebut berbunyi, "Barang siapa makan karena lupa sementara ia sedang berpuasa, hendaklah ia menyempurnakan puasanya karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum." (HR al-Bukhari dan Muslim)
-
Muntah yang Tidak Dapat Ditahan: Muntah yang terjadi di luar kendali, misalnya karena mual yang tiba-tiba dan tidak dapat dihindari, tidak membatalkan puasa. Namun, muntah yang disengaja akan membatalkan puasa dan mewajibkan qadha (mengganti puasa).
-
Bersiwak atau Menyikat Gigi: Bersiwak (membersihkan gigi dengan siwak) atau menyikat gigi tidak membatalkan puasa selama tidak ada sesuatu yang tertelan, seperti air liur, serpihan siwak, atau pasta gigi.
-
Mencicipi Makanan: Mencicipi makanan diperbolehkan selama tidak ditelan. Makanan hanya disentuhkan ke lidah, kemudian dibuang bersama ludah. Hal ini tidak dianggap membatalkan puasa, serupa dengan berkumur atau istinsyaq.
-
Puasa dalam Keadaan Janabah: Mayoritas ulama berpendapat bahwa puasa tetap sah meskipun seseorang belum mandi junub saat waktu subuh tiba. Hadits dari Rasulullah SAW mendukung pendapat ini.
Kesimpulan
Hukum menelan ludah saat berpuasa merupakan isu fikih yang perlu dipahami dengan cermat. Secara umum, menelan air liur yang berasal dari proses alami tubuh tidak membatalkan puasa. Namun, beberapa kondisi spesifik, seperti air liur bercampur zat lain atau telah keluar melewati batas bibir, dapat mengubah status hukumnya. Penting untuk senantiasa menjaga kebersihan mulut dan menghindari tindakan yang dapat menyebabkan keraguan dalam menjalankan ibadah puasa. Konsultasi dengan ulama atau ahli fikih dapat membantu menyelesaikan keraguan dan memastikan ibadah puasa dijalankan dengan benar dan khusyuk. Pemahaman yang komprehensif atas berbagai pendapat ulama dan detail hukum fikih akan membantu umat Muslim menjalankan ibadah puasa dengan lebih tenang dan penuh ketenangan.