Ramadan, bulan suci penuh berkah bagi umat Muslim, kerap menyisakan pertanyaan seputar ibadah puasa. Salah satu yang sering muncul adalah tata cara dan hukum niat puasa qadha Ramadan, terutama jika dikerjakan pada hari Senin dan Kamis—hari yang dianjurkan untuk menjalankan puasa sunnah. Artikel ini akan mengupas tuntas permasalahan tersebut, mulai dari bacaan niat hingga perbedaan pendapat ulama mengenai penggabungan niat puasa qadha dan puasa sunnah Senin-Kamis.
Niat Puasa Qadha Ramadan: Esensi Kejelasan dan Kesungguhan
Puasa qadha Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang meninggalkan puasa Ramadan tanpa uzur syar’i. Puasa ini harus dijalankan sebelum Ramadan berikutnya tiba. Meskipun pelaksanaan puasa qadha dapat dilakukan pada hari-hari biasa, termasuk Senin dan Kamis, bacaan niatnya tetap sama dengan hari-hari lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada waktu pelaksanaan. Namun, karena hari Senin dan Kamis juga merupakan hari yang dianjurkan untuk berpuasa sunnah, kejelasan niat menjadi sangat krusial. Kesalahan dalam niat dapat mengakibatkan ibadah yang dilakukan hanya terhitung sebagai salah satu jenis puasa, bukan keduanya.
Kejelasan niat ini penting agar ibadah yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, apakah untuk menunaikan kewajiban qadha atau menjalankan sunnah Rasulullah SAW. Niat yang tulus dan fokus akan memastikan tercapainya pahala yang sesuai dengan jenis puasa yang dijalankan. Ketidakjelasan niat dapat menimbulkan keraguan dan mengurangi keberkahan ibadah.
Berdasarkan buku "Tata Cara dan Tuntunan Segala Jenis Puasa" karya Nur Solikhin, bacaan niat puasa qadha Ramadan adalah sebagai berikut:
Arab: نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ لِلَّهِ تَعَالَى
Latin: Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha’i fardhi Ramadhaana lillaahi ta’aalaa
Artinya: "Aku niat puasa esok hari sebagai ganti fardhu Ramadan karena Allah Ta’ala."
Bacaan niat ini berlaku baik untuk puasa qadha yang dikerjakan pada hari Senin, Kamis, maupun hari-hari lainnya. Yang membedakan hanyalah waktu pelaksanaannya. Penting untuk diucapkan niat tersebut dengan khusyuk dan memahami maknanya, bukan sekadar membacanya secara mekanis.
Perdebatan Ulama: Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Qadha dan Puasa Sunnah Senin-Kamis?
Pertanyaan mengenai boleh tidaknya menggabungkan niat puasa qadha Ramadan dengan puasa sunnah Senin-Kamis telah menjadi perdebatan di kalangan ulama fiqih. Al-Quran dan hadits tidak secara eksplisit membahas hal ini, sehingga muncul berbagai pendapat yang didasarkan pada ijtihad dan pemahaman terhadap kaidah-kaidah fiqih.
Pendapat yang Membolehkan Penggabungan Niat:
Beberapa ulama, termasuk sebagian ulama Syafi’i dan Lembaga Fatwa Mesir, berpendapat bahwa menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa sunnah Senin-Kamis diperbolehkan. Pendapat ini merujuk pada pernyataan Imam as-Suyuthi dalam kitabnya, Al-Asybah wa An-Nadzhair, yang menyebutkan bahwa jika seseorang mengqadha puasa, atau puasa nazar, atau kaffarah, lalu diniatkan bersama puasa Arafah, maka puasanya sah dan mendapatkan dua pahala (pahala wajib dan sunnah). Imam ar-Ramli as-Syafi’i juga sependapat, menyatakan dalam Nihâyatul Muhtāj bahwa seseorang tetap mendapatkan pahala puasa sunnah meskipun menggabungkannya dengan puasa qadha di bulan Syawal atau hari Asyura.
Meskipun diperbolehkan, para ulama yang berpendapat demikian tetap menganjurkan untuk memisahkan niat puasa wajib dan sunnah. Hal ini untuk menghindari keraguan dan memastikan tercapainya pahala yang maksimal untuk masing-masing ibadah. Memisahkan niat juga memudahkan dalam pencatatan dan perhitungan ibadah yang telah dikerjakan.
Pendapat yang Menolak Penggabungan Niat:
Di sisi lain, terdapat ulama yang menolak penggabungan niat puasa qadha dan puasa sunnah. Syaikh bin Baz, Syaikh Dr. Abdurrahman Ali Al-Askar, dan Syaikh Dr. Muhammad bin Hassan termasuk di antara mereka. Mereka berpendapat bahwa puasa qadha Ramadan harus diniatkan secara terpisah dari puasa sunnah. Jika niat digabungkan, hanya niat puasa qadha yang sah, sedangkan puasa sunnahnya tidak dihitung.
Pendapat ini didasarkan pada kaidah fiqhiyah yang menyatakan bahwa "niat yang digabungkan, yang lebih besar akan mengalahkan yang lebih kecil." Dalam konteks ini, puasa qadha sebagai ibadah wajib akan mengalahkan niat puasa sunnah. Oleh karena itu, meskipun seseorang berniat menggabungkan keduanya, hanya puasa qadha yang akan terhitung sah.
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Perbedaan pendapat di atas menunjukkan kompleksitas permasalahan ini. Tidak ada satu pendapat yang mutlak benar atau salah. Namun, untuk menghindari keraguan dan memastikan tercapainya pahala yang maksimal, disarankan untuk memisahkan niat puasa qadha dan puasa sunnah Senin-Kamis. Dengan memisahkan niat, seseorang dapat memastikan bahwa ibadah yang dilakukan tercatat dengan jelas dan sesuai dengan niatnya. Hal ini juga sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam beribadah, agar tidak ada keraguan dan kekurangsempurnaan dalam pelaksanaan ibadah.
Penting untuk diingat bahwa niat merupakan pondasi utama dalam setiap ibadah. Kejelasan dan kesungguhan niat akan menentukan kualitas dan keberkahan ibadah yang dilakukan. Oleh karena itu, sebelum melaksanakan puasa qadha Ramadan, khususnya di hari Senin dan Kamis, pastikan untuk memiliki niat yang jelas dan tulus, sesuai dengan tuntunan agama dan ijtihad ulama yang terpercaya. Wallahu a’lam bish-shawab.