Surat Luqman, surat ke-31 dalam Al-Qur’an, menyimpan pesan-pesan hikmah yang abadi, khususnya dalam ayat 13 dan 14. Ayat-ayat ini merekam percakapan penuh makna antara Luqman, figur bijak yang namanya diabadikan dalam surat ini, dan anaknya. Pesan yang disampaikan bukan sekadar nasihat orang tua kepada anak, melainkan ajaran fundamental tentang tauhid, akhlak, dan penghormatan kepada orang tua yang relevan hingga zaman modern.
Bacaan Lengkap dan Terjemahan Ayat 13-14 Surat Luqman:
Berikut bacaan lengkap ayat 13 dan 14 Surat Luqman dalam tulisan Arab, transliterasi Latin, dan terjemahannya:
(Ayat 13)
Arab: وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Latin: Wa iż qāla Luqmānu libnihi wa huwa ya’iżuhu: Yā bunayya lā tushrik billāhi inna asy-syirk laẓulmun ‘aẓīm.
Terjemahan: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."
(Ayat 14)
Arab: وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Latin: Wa waṣṣainā al-insāna biwālidaihi iḥsānāḥ, ḥamalat-hu ummuhu waḥnan ‘alā waḥnin wa fiṣāluhu fī ‘āmaini ani isykūr lī wa liwālidaika ilayya al-maṣīr.
Terjemahan: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Tafsir Ayat 13-14:
Ayat 13 mengawali nasihat Luqman dengan penegasan tentang ketauhidan. Perintah "lā tushrik billāh" (janganlah kamu mempersekutukan Allah) merupakan inti ajaran Islam. Penyekutuan Allah (syirik) digambarkan sebagai "ẓulmun ‘aẓīm" (kezaliman yang besar), menunjukkan betapa seriusnya dosa ini dalam pandangan Islam. Kezaliman ini bukan hanya terhadap Allah, tetapi juga terhadap diri sendiri, karena menghambat jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan hakiki.
Ayat 14 kemudian menghubungkan keimanan dengan bakti kepada orang tua. Ayat ini bukan hanya menekankan kewajiban berbakti, tetapi juga menggambarkan pengorbanan besar seorang ibu dalam mengandung dan membesarkan anak. Frasa "ḥamalat-hu ummuhu waḥnan ‘alā waḥnin" (ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah) melukiskan secara puitis proses kehamilan yang penuh tantangan fisik dan emosional bagi sang ibu. Proses menyusui selama dua tahun ("wa fiṣāluhu fī ‘āmaini") pun menjadi bagian dari pengorbanan yang tak ternilai.
Perintah "ani isykūr lī wa liwālidaika" (bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu) mengarahkan rasa syukur kepada Allah sebagai sumber segala nikmat, termasuk karunia orang tua. Ungkapan "ilayya al-maṣīr" (hanya kepada-Kulah kembalimu) mengingatkan kita akan akhirat dan pertanggungjawaban kita di hadapan Allah. Kaitan antara ketauhidan dan bakti kepada orang tua menunjukkan bahwa keduanya saling berkaitan erat dan merupakan pilar penting dalam kehidupan seorang muslim.
Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat):
Meskipun tidak ada riwayat yang secara pasti menyebutkan asbabun nuzul ayat 13-14 Surat Luqman secara spesifik, beberapa pendapat dan riwayat menghubungkannya dengan peristiwa-peristiwa tertentu. Salah satu riwayat yang populer berkaitan dengan Sa’ad bin Abi Waqash. Ketika Sa’ad memeluk Islam, ibunya menentang keras dan mengancamnya dengan berbagai bentuk penyiksaan jika ia tidak kembali kepada agama sebelumnya. Keteguhan Sa’ad dalam mempertahankan keyakinannya, di tengah tekanan dari ibunya, kemudian dikaitkan dengan turunnya ayat ini. Ayat ini menjadi penegasan akan kewajiban berbakti kepada orang tua, meskipun mereka menentang pilihan agama anaknya. Namun, penting untuk diingat bahwa ini hanyalah salah satu riwayat, dan tidak semua ulama sepakat dengannya.
Figur Luqman:
Identitas Luqman sendiri masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian menganggapnya sebagai nabi, meskipun bukan rasul. Pendapat lain menyebutnya sebagai seorang hamba Allah yang bijak, yang dianugerahi hikmah dan kearifan luar biasa. Riwayat-riwayat menyebutkan bahwa Luqman hidup sangat lama, bahkan ada yang menyebutnya mencapai seribu tahun. Beberapa silsilah menghubungkannya dengan Nabi Ayub AS dan Nabi Ibrahim AS. Terlepas dari identitasnya yang sebenarnya, Luqman tetap menjadi simbol figur bijak yang mampu menyampaikan pesan-pesan agung dengan cara yang sederhana namun mendalam.
Relevansi Kontemporer:
Pesan-pesan dalam Surat Luqman ayat 13-14 tetap relevan hingga saat ini. Di era modern yang serba cepat dan individualistis, nilai-nilai ketauhidan dan bakti kepada orang tua seringkali terabaikan. Ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keimanan dan menghindari segala bentuk syirik, baik yang bersifat nyata maupun terselubung. Selain itu, ayat ini juga menjadi pengingat akan kewajiban kita untuk menghormati dan berbakti kepada orang tua, terlepas dari perbedaan pendapat atau latar belakang mereka. Pengorbanan orang tua dalam membesarkan anak seharusnya dibalas dengan rasa syukur dan kasih sayang yang tulus.
Kesimpulan:
Surat Luqman ayat 13-14 bukan sekadar ayat yang berisi nasihat, melainkan ajaran yang sarat makna dan hikmah. Ayat ini mengajarkan tentang pentingnya ketauhidan, menghindari syirik, dan berbakti kepada orang tua. Pesan-pesan ini tetap relevan dan penting untuk dihayati dalam kehidupan sehari-hari, terutama di tengah tantangan dan kompleksitas kehidupan modern. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ayat ini, kita dapat membangun kehidupan yang lebih bermakna dan berorientasi pada ridho Allah SWT. Mempelajari asbabun nuzul, meskipun masih menjadi perdebatan, membantu kita memahami konteks historis dan relevansi ayat ini dalam kehidupan manusia sepanjang zaman. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari ayat-ayat suci ini untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.