Jakarta, 13 November 2024 – Perbedaan hasil antara Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024 dan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait penyelenggaraan ibadah haji menjadi sorotan. Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS), KH Jeje Zaenudin, mendesak agar kedua hasil tersebut disinkronkan untuk menghindari kebingungan di kalangan umat.
"Kami berharap agar keputusan Mudzakarah Perhajian tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama di Bandung, dapat disinkronisasi dan mendapatkan titik temu dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Bangka," ujar Ajengan Jeje dalam keterangan rilis yang diterima detikHikmah.
Perbedaan mendasar terletak pada keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI yang menyatakan pemanfaatan hasil investasi setoran awal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) calon jemaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jemaah lain sebagai tindakan haram. Sebaliknya, kesimpulan hasil Mudzakarah Kemenag menyatakan hal tersebut mubah atau boleh.
Perbedaan lainnya muncul terkait kebolehan dan sahnya penyembelihan hewan hadyu atau dam haji tamattu’ di luar wilayah Makkah. Fatwa MUI menyatakan tindakan tersebut tidak boleh dan tidak sah, sementara kesimpulan Mudzakarah Kemenag berbeda.
"Perbedaan ini tentunya akan membingungkan umat, terutama para jemaah haji. Maka kami meminta agar perbedaan kesimpulan hukum ini dapat dibahas bersama untuk disinkronisasi dan mencari titik temu dengan mengurai titik perbedaan pandangannya," tegas Ajengan Jeje.
Ajengan Jeje menekankan perbedaan kewenangan antara kedua forum kajian tersebut. Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI merupakan forum pengkajian untuk mengeluarkan berbagai fatwa hukum atas berbagai masalah yang ditanyakan oleh umat maupun pemerintah. Sementara itu, forum Mudzakarah Perhajian lebih difokuskan pada pengkajian berbagai persoalan haji, baik aspek regulasi maupun masalah pelaksanaan di lapangan, untuk menjadi rekomendasi kebijakan dalam memperbaiki kualitas pelayanan penyelenggaraan haji.
"Oleh sebab itu, memang seharusnya menyamakan persepsi dan melakukan sinkronisasi, agar tidak ada yang melampaui kewenangan dan tupoksinya," tegasnya.
Ajengan Jeje menilai, meskipun forum Mudzakarah Perhajian menghadirkan narasumber ulama ahli fikih dan hukum Islam, forum tersebut tidak berwenang mengeluarkan fatwa atau keputusan hukum. Forum ini lebih berperan sebagai wadah untuk memberikan rekomendasi teknis tata kelola penyelenggaraan haji dalam mengatasi berbagai problem di lapangan.
"Kewenangan mengeluarkan fatwa hukum seharusnya tetap pada lembaga fatwa yang lebih lengkap dan lebih luas pesertanya, seperti pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI," tegas Ajengan Jeje.
Perbedaan hasil antara Mudzakarah Perhajian dan Ijtima Ulama MUI ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana seharusnya umat Islam bersikap dalam menghadapi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Ajengan Jeje menekankan pentingnya untuk mencari titik temu dan menghindari sikap saling menuding.
"Kita harus memahami bahwa perbedaan pendapat dalam Islam adalah hal yang wajar. Yang penting adalah kita tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan mencari solusi yang terbaik untuk umat," tutup Ajengan Jeje.
Analisis:
Perbedaan hasil antara Mudzakarah Perhajian dan Ijtima Ulama MUI ini menunjukkan pentingnya koordinasi dan sinkronisasi antara berbagai lembaga keagamaan dalam mengeluarkan keputusan terkait isu-isu keagamaan. Hal ini juga menunjukkan perlunya kejelasan dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan, agar umat Islam tidak merasa kebingungan dan terpecah belah.
Di satu sisi, Mudzakarah Perhajian sebagai forum yang difokuskan pada penyelenggaraan haji memiliki peran penting dalam memberikan rekomendasi teknis untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Di sisi lain, Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI sebagai lembaga fatwa memiliki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa hukum yang mengikat.
Penting untuk diingat bahwa kedua forum ini memiliki peran yang berbeda, namun keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memberikan panduan dan solusi bagi umat Islam.
Rekomendasi:
- Sinkronisasi: Perlu dilakukan sinkronisasi antara hasil Mudzakarah Perhajian dan Ijtima Ulama MUI untuk menghindari kebingungan di kalangan umat.
- Dialog: Dialog terbuka antara kedua lembaga perlu dilakukan untuk membahas perbedaan pandangan dan mencari titik temu.
- Transparansi: Proses pengambilan keputusan di kedua forum perlu dilakukan dengan transparan dan melibatkan berbagai pihak terkait.
- Edukasi: Umat Islam perlu diberikan edukasi yang memadai terkait perbedaan pendapat dalam Islam dan cara menyikapinya dengan bijak.
Perbedaan hasil antara Mudzakarah Perhajian dan Ijtima Ulama MUI ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar lembaga keagamaan dalam rangka memberikan panduan yang jelas dan konsisten bagi umat Islam.