ERAMADANI.COM, DENPASAR – Pada saat perayaan hari Raya Galungan aktivitas pariwisata di Bali tidak terhenti begitu saja, melainkan perubahan sedikit waktu operasional. Namun wisatawan yang berkunjung tidak seramai hari raya sebelumnya.
Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali I Nyoman Nuarta mengatakan, kondisi sepinya Bali dari masyarakat lokal saat perayaan Galungan hanya terjadi pada pagi hari. Sebab, masyarakat pergi beribadah terlebih dahulu sebelum bebisnis seperti biasa.
“Ada sistem shifting, jadi bisa dia kerja saat pagi, malamnya pergi upacara. Kalau kerja sore, paginya upacara,” kata Sekretaris Asita Bali Putu Winastra saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (15/02/2020).
Dilansir dari Kompas.com, umat Hindu Bali yang bekerja di sektor pariwisata juga sangat fleksibel. Perayaan Galungan disebut terjadi sepanjang hari, sehingga umat Hindu Bali bisa bersembahyang saat pagi, siang, sore, atau malam hari. Menurut Winastra, hal tersebut membuat para pekerja sektor pariwisata tetap bisa melayani wisatawan yang sedang berkunjung.
Wisatawan tetap berkunjung
Menurut Nuarta, perayaan Galungan justru kian menarik perhatian wisatawan. Terlebih, wisatawan mancanegara (wisman) Eropa, karena bisa menyaksikan kebudayaan Bali khususnya.
“Mereka senang melihat masyarakat Bali sembahyang. Mereka kadang sudah standby di pura duluan untuk melihat orang Bali bawa sesajen,” tutur Nuarta.
“Saat Hari Raya Kuningan juga tetap ramai (kunjungan wisman dan wisatawan nusantara), tetapi Kuningan tidak semarak kayak Galungan, karena dari nilai spiritualnya, hari rayanya memang Galungan yang utama,” tambahnya.
Meski demikian, Winastra mengakui wisatawan Bali saat Galungan tahun ini tidak seramai di hari biasa. Pasalnya, Galungan terjadi di bulan Februari yang menurut Winastra adalah low season.
Apabila Galungan di bulan Agustus, ada kemungkinan wisatawan yang turut meramaikan Galungan akan semakin ramai karena high season. Kendati demikian, industri pariwisata Bali tetap berjalan normal.
Sebab masyarakat Bali biasa bepergian ke beberapa tempat wisata untuk meramaikan Galungan. Beberapa tempat yang sering dikunjungi, seperti Kintamani, Bedugul, Pura Besakih, Uluwatu, Sangeh, dan Taman Tirta Gangga.
Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana I Gede Pitana juga mengatakan, wisman senang dengan perayaan Galungan karena banyak penjor.
Dimatanya wisman kerap berkunjung ke pura untuk menyaksikan perayaan Galungan. “Mereka tetap boleh masuk ke pura, asalkan berpakaian sopan atau adat Bali. Kedua, kalau memotret jangan pakai flash. (Lalu) perempuan tidak sedang haid,” tutur Pitana.
Menurut Pitana, bagi wisman dan wisnus yang sedang berkabung sebaiknya jangan memasuki pura. Sebab, kondisi berkabung akan membuat pikiran menjadi kotor, sehingga saat seseorang memasuki pura, pikiran mereka akan membuat pura menjadi kotor.
Hadirkan Festival perayaan Galungan
Nuarta menjelaskan bahwa setiap desa di Bali memiliki festival perayaan Galungan masing-masing. Namun, ada yang menyelenggarakan festival, ada juga yang tidak.
Setiap festival yang diselenggarakan juga berbeda-beda dan tidak sama di setiap desa. Jika ingin melihat festival perayaan Galungan di beberapa desa di Bali, kamu bisa melakukan riset terlebih dahulu di internet.
Pitana mengatakan, terkadang festival Galungan hanyalah proses menuju pura di mana umat Hindu berjalan bersama-sama. Hal tersebut membuatnya terlihat seperti pawai. Terkait festival, Pitana mengatakan, acara-acara yang diselenggarakan di beberapa desa di Bali memang tidak sengaja diadakan untuk kepentingan pariwisata.
“Bukan untuk kepentingan turis, tetapi ya memang ada untuk adat dan budaya. Walaupun tidak ada turis, tetap jalan terus,” kata Pitana.
Biasanya dalam acara-acara tersebut akan ada tari barong dan tari kecak yang merupakan persembahan yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Namun ternyata tarian tersebut sedikit berbeda dari yang biasa dilihat oleh wisman dan wisnus.
“Misalnya tarian barong. Di setiap hari itu kan bukan tarian sakral. Itu ditujukan sebagai tarian pertunjukan karena waktu tariannya paling hanya satu jam,” kata Pitana.
“Tarian persembahan itu harus dari awal sampai akhir tidak boleh dipotong. Bisa sampai dua setengah jam,” lanjutnya.
Sama seperti tarian barong, tari kecak yang dilakukan di luar pura juga berbeda dengan yang dilakukan di dalam pura. Nuarta mengatakan, tarian Bali yang biasa dilakukan sebagai tari pertunjukan memiliki orientasi bisnis.
Sehingga cenderung kerap memotong cerita dalam tarian tersebut. “Kalau tarian untuk persembahan itu harus utuh. Tidak boleh terganggu kegiatannya,” tutur Nuarta. (MYR)