ERAMADANI.COM, DENPASAR – Selasa (20/08/2019) pagi ini, Kepolisian Daerah ( POLDA ) Bali menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama berbagai organisasi pemerintah dan kemasyarakatan lintas agama.
Sesuai dengan tujuannya, FGD yang digelar bertajuk “Menjaga Keutuhan NKRI: Bersama Tangkal Paham Intoleransi Radikalisme dan Terorisme”.
Tidak sekedar formalitas, kegiatan ini turut mengundang pemateri yang pernah terjun langsung dalam gerakan Radikal untuk sampaikan pengalam hijrahnya.
Yaitu Ken Setiawan, Mantan Panglima organisasi Negara Islam Indonesia (NII) yang merupakan salah satu organisasi terlarang di Indonesia.
Dalam kapasitasnya, Ken Setiawan diminta membantu Polda Bali dalam menanamkan rasa cinta terhadap NKRI. Hal itu dilakukan dengan menceritakan pengalaman kelamnya ketika tergabung dalam organisasi NII.
Memperluas Mitra Polda Dalam Melawan Radikalisme, Intoleransi, dan Terorisme
Untuk memastikan materi deradikalisasi ini sampai ke pihak yang tepat, Polda Bali mengundang sejumlah organisasi pemerintah, sosial dan keagamaan.
Dengan itu Polda berharap bisa menjadi penyambung lidah atau mitra kepolisian untuk menangkal radikalisme, terorisme dan intoleransi dalam masyarakat.
Undangan diantaranya adalah NU, Muhammadiyah, Dewan Masjid Indonesia Bali, LDII, Kesbangpolinmas, Dinas Pendidikan, DIKTI dan Patriot Garuda Nusantara (PGN).
Terdapat juga perwakilan takmir beberapa masjid di Denpasar, Perwakilan Pecalang, Ponpes Hidayatullah, Majelis Ta’lim, organisasi Yuk Ngaji, Sahabat Subuh Bali, Bali Mengaji, Med-an, Pemuda Hijrah, Broadcast Dakwah Islam, dan FAUI.
Diantaranya juga ada beberapa organisasi mahasiswa seperti HMI, KMHDI, dan PMKRI.
Ken Setiawan sendiri saat ini menjadi pionir gerakan Negara Islam Indonesia Crisis Center, yaitu sebuah instansi yang gerakannya menjadi bilik aduan masyarakat serta motor pencegahan atas gerakan NII yang saat ini dianggap menyesatkan Ummat.
“Tidak perlu muluk-muluk bagi NII dalam melakukan kaderisasi”, Ungkap Ken Setiawan.
“Cukup membuat dialog singkat, perlahan mengubah kalimat syahadat, mentransisikan pola gerakannya ke arah yang modern, lalu melakukan tahap pembinaan dengan iming-iming surga dan materi”. Terangnya dalam FGD ini.
Ken menilai bahwa organisasi intoleran dan radikal memanfaatkan kesempatan menggaet calon anggota baru saat situasi bangsa sedang terpecah belah seperti saat ini. Hal tersebut menjadi potensi besar bagi NII untuk bisa kembali bangkit.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini Ken mengajak seluruh lapisan masyarakat yang hadir untuk memerangi pemikiran memecah belah tersebut.
Yaitu dengan cara merangkul segenap lingkungannya untuk kembali berpegang teguh pada Pancasila.
Membahas Dalam Perspektif Islam
Tak hanya dari persepektif pengalaman, Polda Bali pun menghadirkan Ustadz Fauzi Basulthana, LC sebagai pembicara kedua untuk memaparkan penjelasannya seputar Radikalisme, Intoleransi dan Terorisme menurut pandangan Islam.
Pandangan Islam yang dimaksud ttentunya adalah bagaimana tiga ideologi tersebut dibahas dalam Al-Quran dan Hadist Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.
Sebuah penjelasan yang terjabar dari penafsiran ulama-ulama terdahulu serta berbagai aspek yang sudah diteliti para Ulama mengenai hal tersebut.
“Dalam Islam, Muslim dituntut harus seperti lebah, bersatu, satu kawan tersakiti, semua bangkit melindungi” Ujar Ustadz Fauzi Basulthana.
“Serupa dalam bernegara, di Bali pun ada istilah Menyame Braya, konsep kerukunan dan bersaudara dalam perbedaan”.
“Kita harus berusaha satukan perspektif dahulu tentang Radikalisme, Terorisme, dan Intoleransi. setalh itu baru bisa merapatkan barisan untuk melawannya agar tidak menjangkit pemikiran kita”.
Ustadz Fauzi menekankan bahwa saat ini orang-orang yang terjebak dalam paham radikalisme, intoleransi dan terorisme ialah akibat kebodohan, tidak mau belajar, malas, dan taklid dalam satu kelompoknya saja.
“Untuk yang Islam, tentu hal itu tak akan terjadi jika kita benar-benar berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist, mau terus belajar dan tidak terjebak dalam kedangkalan berpikir”, tegasnya.
Menghindari Segala Kesalah-Pahaman Tentang Islam
Sehingga pada momen ini juga Ustadz Fauzi menegaskan tentang adanya misinterpretasi masyarakat terhadap ajaran dan aturan Islam.
“Akibat adanya paham sesat radikal, intoleran, dan teroris inilah masyarakat jadi banyak salah kaprah tentang ajaran Islam. Seperti yang identikkan jenggot dan celana cingkrang, atau identitas keislaman lainnya adalah simbol teroris”.
Dengan saling mengerti, kesalah-pahaman tersebut bisa teratasi hingga tiap agam bisa hidup damai saling berdampingan tanpa adanya kecurigaan dari setiap pihak.
Pada akhir acara, terdapat sesi tanya jawab yang diberikan oleh moderator kepada peserta, terlintas muncul pertanyaan tentang “Khilafah” dari penanya kepada Ken Setiawan pada forum itu.
“Saya percaya bahwa Khilafah itu janji Allah, namun penerapannya adalah dengan kita menerapkan ajaran agama dari bangun tidur hingga tidur lagi, itu sudah menjadi penerapan khilafah”.
“Sehingga kita bisa tetap hidup berdampingan dengan semua saudara kita dari berbagai latar belakang apapun”, tutup Ken Setiawan di akhir diskusi.
Acara pun usai saat sampai waktu sholat Dzuhur tiba, dilanjutkan dengan santap siang di lokasi acara Hotel Grand Shanti, Jl. Patih Jelantik No.1, Denpasar Barat.
Sampai Ken Setiawan kembali, beliau masih akan melanjutkan roadshow penyampaian kisah masa lalunya di beberapa lokasi, salah satunya Masjid Baitul Baiturrahman, Wanasari Maghrib nanti, Masjid BKDI Baitul Mukminin dan Masjid Baitul Makmur Rabu (21/08/2019) besok. (RAB)