Jakarta – Fenomena childfree, atau keputusan untuk tidak memiliki anak, semakin marak di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sekitar 71.000 wanita usia subur di Indonesia memilih untuk tidak memiliki anak, dengan berbagai faktor yang melatarbelakangi keputusan tersebut.
Istilah "childfree" sendiri muncul dan menjadi topik hangat di kalangan masyarakat Indonesia setelah seorang influencer menyatakan keputusannya untuk tidak memiliki anak. Pernyataan tersebut memicu perdebatan sengit, terutama di tengah masyarakat Indonesia yang cenderung penasaran dan ingin tahu tentang kehidupan pribadi pasangan yang sudah menikah.
Pilihan untuk tidak memiliki anak seringkali dianggap menantang kodrat wanita sebagai manusia yang memiliki rahim untuk hamil dan melahirkan. Anggapan ini menimbulkan pertanyaan: Apakah memilih childfree berarti mengingkari peran wanita sebagai ibu?
Menimbang Kebaikan Bersama
Memilih untuk tidak memiliki anak dapat dipandang sebagai bentuk kesadaran individu yang enggan melahirkan dan mengasuh anak, karena khawatir tidak mampu memberikan kehidupan yang layak dan takut menelantarkan anak di kemudian hari. Namun, keputusan untuk memiliki atau tidak memiliki anak harus didasarkan pada pertimbangan yang matang: Apakah keputusan tersebut membawa kebaikan bersama?
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia memiliki amanah untuk membawa kemaslahatan di dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Oleh karena itu, keputusan untuk tidak memiliki anak haruslah sejalan dengan nilai-nilai tersebut.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Childfree
Beberapa faktor mendorong wanita untuk memilih childfree. Berdasarkan penelitian Eva Fadhilah dalam jurnal "Childfree dalam Perspektif Islam", faktor ekonomi, mental, dan karir menjadi alasan utama.
- Faktor Ekonomi: Beban biaya hidup yang tinggi, termasuk biaya pendidikan dan kesehatan anak, menjadi salah satu kendala utama bagi pasangan yang ingin memiliki anak.
- Faktor Mental: Kecemasan dan kekhawatiran tentang kemampuan dalam mengasuh anak, serta ketakutan akan perubahan besar dalam kehidupan setelah memiliki anak, juga menjadi faktor penting.
- Faktor Karir: Ambisi dan keinginan untuk mengejar karir, serta fokus pada pengembangan diri, mendorong sebagian wanita untuk menunda atau bahkan memutuskan untuk tidak memiliki anak.
- Kesehatan dan Fisik: Ketakutan akan proses melahirkan yang menyakitkan, serta kekhawatiran terhadap kesehatan fisik dan mental setelah melahirkan, juga menjadi pertimbangan bagi sebagian wanita.
Pandangan Islam tentang Childfree
Islam menganjurkan pernikahan sebagai salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini tercantum dalam surat An-Nur ayat 32, yang menekankan pentingnya pernikahan bagi orang-orang yang masih membujang dan juga bagi hamba-hamba sahayanya.
Namun, pernikahan dalam Islam memiliki tujuan utama, yaitu memperoleh keturunan. Umul Baroroh dalam bukunya "Fiqih Keluarga Muslim Indonesia" menjelaskan bahwa childfree bisa diartikan sebagai ketidaksesuaian dengan salah satu tujuan pernikahan, meskipun ada individu yang ditakdirkan tidak memiliki anak karena kehendak Allah SWT.
Keturunan: Nikmat dan Amanah
Firman Allah dalam surat Asy-Syura ayat 49 menegaskan bahwa Allah SWT memiliki kekuasaan atas segala sesuatu, termasuk pemberian anak. Memiliki keturunan setelah menikah merupakan sunnah dan merupakan nikmat yang harus disyukuri.
Anak yang sholeh/sholehah menjadi sumber kebahagiaan dan harapan bagi orang tua. Mereka dapat menjadi pelindung kedua orang tuanya dari api neraka dan mengangkat derajat orang tua di surga kelak. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, yang diriwayatkan oleh Muslim, menjelaskan bahwa amalan seseorang akan terputus setelah meninggal dunia, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang sholeh.
Childfree dalam Perspektif Islam: Antara Larangan dan Pertimbangan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa childfree dalam perspektif Islam tidak diperbolehkan. Namun, menunda memiliki anak dengan alasan tertentu yang dapat memberatkan dan membahayakan pasangan, seperti kondisi kesehatan atau faktor ekonomi yang berat, diperbolehkan.
Tantangan dan Perdebatan
Fenomena childfree di Indonesia memicu perdebatan sengit dan beragam pandangan.
- Pandangan Tradisional: Masyarakat tradisional cenderung memandang childfree sebagai sesuatu yang tidak wajar dan bertentangan dengan norma sosial. Mereka beranggapan bahwa memiliki anak merupakan kewajiban dan tujuan utama pernikahan.
- Pandangan Modern: Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyak individu yang memilih untuk menunda pernikahan dan memiliki anak. Mereka berpendapat bahwa memiliki anak merupakan pilihan pribadi dan tidak harus menjadi prioritas utama dalam hidup.
- Pandangan Agama: Dalam Islam, memiliki anak merupakan anjuran dan memiliki nilai spiritual yang tinggi. Namun, beberapa ulama memberikan penafsiran yang berbeda terkait childfree, dengan mempertimbangkan kondisi dan alasan individu.
Kesimpulan
Fenomena childfree di Indonesia merupakan refleksi dari perubahan sosial dan budaya yang terjadi. Keputusan untuk memiliki atau tidak memiliki anak merupakan hak pribadi yang harus dihormati. Namun, penting untuk memahami bahwa keputusan tersebut memiliki konsekuensi sosial dan spiritual.
Dalam Islam, childfree tidak diperbolehkan, namun menunda memiliki anak dengan alasan tertentu yang dapat memberatkan dan membahayakan pasangan diperbolehkan. Penting bagi setiap individu untuk memahami nilai-nilai agama dan budaya dalam mengambil keputusan yang tepat, serta bertanggung jawab atas pilihan yang diambil.
Saran
- Dialog dan Toleransi: Penting untuk menciptakan ruang dialog yang terbuka dan toleran dalam membahas fenomena childfree. Hindari stigma dan penilaian negatif terhadap individu yang memilih childfree.
- Pengetahuan dan Pemahaman: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang childfree, baik dari perspektif agama, sosial, maupun budaya, sangat penting untuk membangun sikap yang lebih bijaksana.
- Dukungan dan Pendampingan: Memberikan dukungan dan pendampingan kepada pasangan yang memilih childfree, serta membantu mereka dalam menghadapi berbagai tantangan, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
Catatan: Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi dan tidak bermaksud untuk memberikan penilaian atau menghakimi pilihan individu.