Mengucapkan dan membalas salam merupakan ajaran fundamental dalam Islam, mencerminkan nilai-nilai persaudaraan, kerukunan, dan penghormatan antar sesama. Lebih dari sekadar sapaan, salam dalam Islam sarat makna spiritual dan memiliki konsekuensi hukum yang perlu dipahami oleh setiap muslim. Artikel ini akan mengkaji secara mendalam tata cara menjawab salam yang benar berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW dan pandangan para ulama, serta mengulas hukum menjawab salam dalam berbagai konteks.
Salam: Amalan Ringan Berpahala Besar
Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk senantiasa menyebarkan salam, menjadikan amalan ini sebagai pintu kebaikan dan perekat ukhuwah Islamiyah. Hadits riwayat Abu Daud menjelaskan anjuran tersebut: "Jika seseorang di antara kalian berjumpa dengan saudaranya, maka hendaklah memberi salam kepadanya. Jika antara dia dan saudaranya terhalang pepohonan, dinding atau bebatuan, kemudian mereka berjumpa kembali, maka ucapkan salam kepadanya." Hadits ini menekankan pentingnya salam sebagai bentuk penghormatan dan mempererat tali silaturahmi, bahkan ketika terhalang oleh jarak fisik.
Hadits lain dari Abu Hurairah RA, yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Al-Bukhari, Ahmad, dan Ad-Darimi, menunjukkan pahala yang berlipat ganda sesuai dengan kelengkapan salam yang diucapkan. Ucapan "Assalamualaikum" mendapatkan sepuluh kebaikan, "Assalamualaikum warahmatullah" dua puluh kebaikan, dan "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" tiga puluh kebaikan. Hal ini menunjukkan bahwa salam yang sempurna, "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" ("Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan Allah menyertai kamu sekalian"), bukan hanya sapaan biasa, melainkan juga doa yang penuh makna dan membawa keberkahan bagi yang mengucapkannya dan yang menerimanya.
Menjawab Salam: Kewajiban yang Tak Terbantahkan
Jika mengucapkan salam hukumnya sunnah (dianjurkan), maka menjawab salam hukumnya wajib (fardhu). Ini merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan oleh setiap muslim. Keengganan atau kelalaian dalam membalas salam menunjukkan kurangnya adab dan penghormatan terhadap sesama muslim.
Namun, muncul pertanyaan mengenai bentuk jawaban salam yang paling tepat. Praktik di masyarakat menunjukkan variasi dalam ucapan jawaban salam, antara lain "Wa’alaikassalaam," dan "Wa’alaikumussalaam." Perbedaan ini memunculkan kebutuhan untuk mengkaji jawaban yang paling sahih berdasarkan referensi keagamaan.
Pandangan Imam Nawawi tentang Jawaban Salam yang Benar
Kitab Riyadhus Shalihin, karya Imam Nawawi, memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai hal ini. Imam Nawawi menjelaskan bahwa jawaban salam yang paling sempurna adalah "Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," yang berarti "Begitu juga semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkah-Nya tercurah kepada kalian." Jawaban ini mencerminkan kesempurnaan balasan salam, mencakup doa yang komprehensif untuk kebaikan si pemberi salam.
Namun, Imam Nawawi juga memberikan kelonggaran. Beliau menyatakan bahwa jawaban minimal yang cukup adalah "Wa’alaikassalaam" atau "Wa’alaikumussalaam." Bahkan, beliau juga menyebutkan kemungkinan menjawab dengan menghilangkan huruf wawu di awal, yaitu "Alaikumussalaam." Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam praktik, dengan tetap menekankan pentingnya membalas salam dengan penuh hormat.
Imam Nawawi juga membahas penggunaan ta’rif (Walaikumussalam) dan tankir (Waalaikumsalam) dalam menjawab salam. Kitab Haasyiyah Jamal menjelaskan bahwa keduanya sama-sama benar, namun penggunaan ta’rif (Walaikumussalam) dianggap lebih utama dan tepat.
Hukum Menjawab Salam dalam Perspektif Fikih
Buku Fikih Sosial: Tuntunan dan Etika Hidup Bermasyarakat karya Abdul Aziz ibn Fauzan ibn Shalih menjelaskan konsensus para ulama mengenai hukum mengucapkan dan menjawab salam. Ucapan salam adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), sementara menjawab salam adalah wajib. Pendapat ini didukung oleh ayat Al-Quran surat An-Nisa ayat 86:
"Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu."
Ayat ini secara umum menjelaskan tentang membalas kebaikan dengan kebaikan yang lebih baik, dan menjawab salam termasuk di dalamnya. Menjawab salam merupakan bentuk balasan atas penghormatan yang diberikan oleh si pemberi salam.
Konteks dan Cakupan Kewajiban Menjawab Salam
Buku Hidup Indah dengan Adab Mulia: 10 Adab Muslim Sehari-hari karya Syaiful Muhammad menjelaskan perbedaan hukum menjawab salam berdasarkan konteksnya. Jika salam ditujukan kepada satu orang (fardhu ain), maka orang tersebut wajib menjawabnya sendiri dan tidak boleh diwakilkan. Namun, jika salam ditujukan kepada kelompok (fardhu kifayah), maka cukup dijawab oleh satu orang saja di antara mereka. Kewajiban menjawab salam gugur bagi anggota kelompok lainnya jika sudah ada yang menjawab.
Penting untuk dipahami bahwa kewajiban menjawab salam hanya berlaku jika salam tersebut ditujukan kepada kita. Jika kita mendengar salam yang tidak ditujukan kepada kita, maka kita tidak wajib untuk menjawabnya. Contohnya, jika seseorang memberikan salam kepada orang lain di masjid, orang yang mendengar salam tersebut tetapi bukan yang dituju tidak wajib untuk membalasnya.
Kesimpulan
Mengucapkan dan menjawab salam merupakan ajaran Islam yang penting, mencerminkan akhlak mulia dan mempererat ukhuwah Islamiyah. Menjawab salam hukumnya wajib, merupakan bentuk balasan atas penghormatan yang diberikan. Meskipun terdapat variasi dalam ucapan jawaban salam, jawaban yang paling sempurna adalah "Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," namun jawaban yang lebih singkat seperti "Wa’alaikumussalaam" atau bahkan "Alaikumussalaam" juga dianggap sah. Penting untuk memahami konteks dan cakupan kewajiban menjawab salam agar dapat melaksanakannya dengan benar dan sesuai dengan tuntunan agama. Semoga uraian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang etika dan hukum menjawab salam dalam Islam.