Tahun 2025 telah tiba, sebuah momentum refleksi diri bagi setiap insan. Di tengah gemerlap kehidupan modern yang sarat dengan godaan materi, kita seringkali terlena dalam mengejar kekayaan, kekuasaan, dan popularitas. Ketiga hal tersebut, jika tidak diimbangi dengan kesadaran spiritual, dapat membutakan kita terhadap makna kehidupan yang sejati. Ajaran Islam, dengan bijaksana, mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan persiapan untuk kehidupan akhirat. Rasulullah Muhammad SAW, sebagai teladan utama umat Islam, telah memberikan peringatan-peringatan penting agar kita tidak terperdaya oleh cinta dunia yang berlebihan. Beliau menggambarkan kehidupan dunia sebagai persinggahan sementara, sebagaimana seorang musafir yang berteduh sejenak di bawah pohon sebelum melanjutkan perjalanan panjangnya menuju tujuan akhir.
Memahami Arti Cinta Dunia yang Berlebihan
Cinta dunia, dalam konteks ajaran Islam, bukanlah sekadar keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lebih dari itu, cinta dunia yang berlebihan merujuk pada kecenderungan mencintai kehidupan dunia ini melebihi cinta kepada kehidupan akhirat. Bahaya latennya terletak pada saat cinta dunia menjadi pusat segalanya, mengesampingkan nilai-nilai spiritual dan ketaatan kepada Allah SWT. Hal ini dapat melemahkan iman, menjerumuskan seseorang ke dalam maksiat, dan berdampak buruk bagi kehidupan sosial.
Berbagai hadis Rasulullah SAW menekankan bahwa harta, tahta, dan segala kenikmatan duniawi hanyalah titipan. Dr. H. Ghofar Sidiq, M.Ag., Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung, menjelaskan bahwa cinta dunia yang berlebihan dapat membutakan akal sehat, membuat seseorang rela melakukan apa saja – bahkan tindakan tercela – demi meraihnya. Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa cinta dunia merupakan akar dari berbagai kesalahan dan kemaksiatan. Kecenderungan ini seringkali dipicu oleh nafsu, baik yang terkait dengan kebutuhan biologis dasar maupun hawa nafsu lainnya, yang berpotensi melahirkan berbagai bentuk dosa dan kerusakan.
Namun, penting untuk ditegaskan bahwa ajaran Islam tidak melarang kita untuk memiliki dan menikmati kehidupan dunia. Manusia hidup di dunia dan membutuhkannya untuk bertahan hidup. Imam Al-Ghazali memberikan penjelasan yang mendalam: tidak semua hal di dunia bersifat duniawi. Segala sesuatu yang dilakukan karena Allah SWT, dengan niat ikhlas dan semata-mata untuk mencari ridho-Nya, tidak termasuk dalam kategori duniawi. Sebaliknya, segala tindakan yang dilakukan bukan karena Allah SWT, termasuk kemaksiatan dan sikap berlebihan dalam hal-hal yang diperbolehkan, merupakan manifestasi dari cinta dunia yang berlebihan.
Ketika cinta dunia menguasai hati, tujuan hidup yang sebenarnya – yakni beribadah kepada Allah SWT dan mencari keridhaan-Nya – akan terlupakan. Oleh karena itu, pemahaman yang tepat tentang cinta dunia dan bagaimana cara menghindarinya menjadi sangat krusial. Berikut empat pesan penting dari Nabi Muhammad SAW yang dapat menjadi panduan bagi kita:
1. Memperkuat Iman dan Mempersiapkan Diri Menghadapi Maut
Cinta dunia merupakan salah satu penyakit akhir zaman yang dikhawatirkan oleh Rasulullah SAW akan menimpa umatnya. Hadits riwayat Abu Daud menggambarkan kondisi tersebut dengan gamblang: “Hampir tiba masa di mana kalian diperebutkan sebagaimana sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya. Seorang sahabat bertanya: Apakah saat itu jumlah kami sedikit, ya Rasulullah? Rasulullah bersabda: Tidak. Bahkan saat itu jumlah kalian sangat banyak, tetapi seperti buih di lautan karena kalian tertimpa penyakit wahn. Sahabat bertanya: Apakah penyakit wahn itu, ya Rasulullah? Beliau menjawab: Penyakit wahn itu adalah cinta dunia dan takut mati.”
Pesan hadits ini sangat jelas: kita harus senantiasa mengingat Allah SWT dan Rasul-Nya, menjaga keimanan dengan kuat, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian yang dapat datang kapan saja. Dengan menempatkan cinta kepada Allah SWT di atas segala-galanya, berbagai bentuk kemaksiatan, dosa, dan kemungkaran akan menjauh dari diri kita. Sebaliknya, jika cinta dunia mendominasi, maka dosa dan kemaksiatan akan semakin dekat.
2. Menjalani Hidup Seperti Orang Asing (Muhajir)
Rasulullah SAW berpesan kepada Ibnu Umar RA untuk menjalani hidup di dunia ini seperti orang asing atau musafir. Hadits ini diriwayatkan dalam Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi: “Rasulullah SAW menepuk kedua pundakku, lalu bersabda, ‘Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah orang asing atau orang yang singgah dalam perjalanan.’ Ibnu Umar berkata, ‘Jika engkau di waktu sore, maka janganlah menantikan waktu pagi. Dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menantikan waktu sore. Ambillah kesempatan sewaktu engkau sehat untuk masa sakitmu, dan sewaktu engkau hidup untuk matimu.’” (HR Bukhari)
Para ulama tafsir hadits memaknai pesan ini sebagai pengingat agar kita tidak terlalu terikat dan bergantung pada dunia, serta tidak menganggap kehidupan dunia sebagai tempat tinggal yang abadi. Kita harus bijak dalam memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat. Sebagaimana seorang perantau yang memanfaatkan waktunya di negeri orang untuk mengumpulkan bekal sebelum kembali ke tanah kelahirannya, kita juga harus memanfaatkan kehidupan dunia untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan akhirat.
3. Menjauhi Sifat Kikir
Kehidupan dunia bersifat fana. Kita tidak boleh terlena dan menganggapnya sebagai tempat tinggal abadi. Namun, ini bukan berarti kita harus mengabaikan kebahagiaan duniawi. Islam mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Kita harus memenuhi kebutuhan duniawi, namun tanpa berlebihan dan melampaui batas. Salah satu manifestasi cinta dunia yang berlebihan adalah sifat kikir, yaitu enggan beramal dan berbagi dengan harta yang dimiliki. Harta yang kita miliki adalah titipan Allah SWT, dan kita wajib menggunakannya untuk kebaikan dan kemaslahatan umat.
4. Meneladani Sifat Zuhud
Suatu ketika, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amalan yang dapat membuat seseorang dicintai oleh Allah SWT dan manusia. Rasulullah SAW menjawab: “Berzuhudlah di dunia, tentu engkau dicintai oleh Allah dan berzuhudlah dari apa yang dimiliki oleh para manusia, tentu engkau akan dicintai para manusia.” (Hadits Hasan, riwayat Ibnu Majah dan lainnya).
Zuhud, dalam konteks ini, bukan berarti meninggalkan segala bentuk kenikmatan duniawi. Zuhud berarti mengalihkan kecenderungan dan kesenangan kita kepada sesuatu yang lebih baik dan lebih bernilai, yaitu keridhaan Allah SWT. Imam An-Nawawi menjelaskan zuhud sebagai sikap meninggalkan urusan dunia yang tidak dibutuhkan, meskipun halal, dan mencukupkan diri dengan hal-hal yang benar-benar diperlukan. Semakin kuat keyakinan kita akan perbedaan antara kehidupan dunia dan akhirat, semakin kuat pula keinginan kita untuk menukar kenikmatan duniawi dengan pahala akhirat. Allah SWT berfirman dalam Al-A’la ayat 16-17: "Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal."
Keempat pesan Rasulullah SAW di atas memberikan panduan yang komprehensif untuk menyeimbangkan cinta dunia dan akhirat. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan tersebut dan senantiasa menjadi hamba Allah SWT yang taat dan menjauhi keburukan. Aamiin.