Dzikir, amalan yang dianjurkan bagi setiap Muslim, menjadi salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seringkali, dalam menjalankan dzikir, manusia menggunakan alat bantu hitung untuk memastikan jumlah bacaan yang telah dilakukan. Praktik ini ternyata sudah dilakukan sejak masa Rasulullah SAW. Namun, apakah penggunaan tasbih dalam berdzikir diperbolehkan? Berikut penjelasannya.
Dzikir: Mengingat Kebesaran Allah SWT
Dzikir, yang berarti mengingat, merupakan amalan yang berisi kalimat pujian dan tasbih kepada Allah SWT. Amalan ini dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun, karena salah satu tujuannya adalah untuk mengingat kebesaran Allah SWT dan menumbuhkan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan.
Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 152 menegaskan pentingnya mengingat Allah SWT:
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku."
Tasbih: Alat Bantu Hitung Dzikir
Seiring berjalannya waktu, manusia menggunakan berbagai cara untuk menghitung bacaan dzikir, mulai dari jari-jemari tangan hingga biji kurma dan kerikil. Di zaman modern, penggunaan tasbih dan tasbih digital semakin populer.
Dalil Penggunaan Tasbih dalam Dzikir
Beberapa hadits menjadi landasan hukum penggunaan alat bantu hitung dalam berdzikir, termasuk tasbih.
-
Hadits Abdullah bin ‘Amr: Diriwayatkan bahwa Abdullah bin ‘Amr melihat Nabi Muhammad SAW menghitung bacaan tasbih dengan tangan beliau. (HR Ibnu Syaibah, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim)
-
Hadits Shafiyah: Shafiyah, istri Rasulullah SAW, menceritakan bahwa Rasulullah SAW datang kepadanya, dan di antara kedua tangannya terdapat empat ribu biji kurma yang digunakannya untuk menghitung bacaan tasbih. Rasulullah SAW bertanya tentang biji kurma tersebut, dan Shafiyah menjawab bahwa ia menggunakannya untuk menghitung tasbih. Beliau kemudian bersabda, "Sungguh aku telah membaca tasbih sejak aku muncul di hadapan kepalamu ini lebih banyak dari hitunganmu ini." Shafiyah kemudian meminta diajari Rasulullah SAW, dan beliau bersabda, "Bacalah, ‘Maha Suci Allah sebanyak bilangan apa saja yang telah Dia ciptakan." (HR Tirmidzi, Hakim dan Thabrani)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa berdzikir menggunakan jari-jemari, biji kurma, kerikil, atau alat bantu seperti tasbih, semuanya diperbolehkan. Rasulullah SAW tidak pernah melarang penggunaan alat bantu hitung dalam berdzikir.
Sejarah Tasbih
Tasbih, yang dalam bahasa Arab disebut "as-subhah" atau "al-misbahah," telah dikenal sejak sebelum Islam hadir, bahkan sebelum tahun Masehi. Ada juga yang berpendapat bahwa tasbih dikenal setelah tahun 800 Masehi, dan kemudian menyebar di kalangan orang-orang non-Arab sebelum akhirnya dikenal secara global.
Anjuran Rasulullah SAW: Berdzikir dengan Jari-jemari
Meskipun penggunaan alat bantu hitung diperbolehkan, Rasulullah SAW menganjurkan untuk berdzikir menggunakan jari-jemari tangan. Alasannya, jari-jemari akan dimintai pertanggungjawaban dan akan berbicara di hadapan Allah SWT pada hari Kiamat. Jari-jemari akan menjadi saksi atas perbuatan seorang hamba.
Pendapat Ulama: Jari-jemari vs Tasbih
Imam as-Suyuthi, seorang ulama terkemuka, menyatakan bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa menghitung bacaan dzikir dengan jari-jemari lebih afdhal daripada dengan tasbih. Namun, beliau juga menambahkan bahwa bagi orang yang yakin tidak akan salah hitung, menggunakan jari-jemari lebih afdhal. Tetapi, jika khawatir salah hitung, maka lebih utama menggunakan tasbih.
Kesimpulan
Berdasarkan dalil dan pendapat ulama, penggunaan tasbih dalam berdzikir diperbolehkan. Namun, Rasulullah SAW menganjurkan untuk berdzikir dengan jari-jemari tangan, karena jari-jemari akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Penting untuk diingat bahwa penggunaan tasbih atau jari-jemari hanyalah alat bantu hitung. Yang terpenting adalah niat dan keikhlasan dalam berdzikir, serta fokus pada makna dan manfaat dzikir itu sendiri.
Wallahu a’lam.