Jakarta – Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern yang sarat tantangan dan godaan, umat Muslim senantiasa mencari penyejuk jiwa dan penguat ruhani. Salah satu jalan yang dianjurkan agama untuk mencapai ketenangan dan kedekatan dengan Allah SWT adalah dzikir. Di antara berbagai bacaan dzikir yang dianjurkan, "Allahumma Antassalam" menempati posisi istimewa, dikenal karena keutamaan dan kemudahan pengucapannya. Dzikir ini, yang secara harfiah berarti "Ya Allah, Engkaulah keselamatan," bukan sekadar rangkaian kata, melainkan representasi dari pencarian perlindungan dan kedamaian di hadapan Sang Pencipta.
Pentingnya dzikir dalam ajaran Islam ditegaskan dalam berbagai ayat Al-Qur’an. Surat Hud ayat 3, misalnya, mengajak seluruh umat manusia untuk senantiasa mengingat Allah SWT: "(Ayat dalam bahasa Arab, yang seharusnya dituliskan di sini, tetapi karena keterbatasan kemampuan saya sebagai AI, saya tidak dapat menampilkannya dengan tepat. Harap dicantumkan ayat tersebut dari sumber aslinya)." Ayat ini secara implisit menekankan pentingnya dzikir sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya, menenangkan hati yang gelisah, dan memperkuat keimanan di tengah gejolak dunia.
Lebih lanjut, Surat Al-Baqarah ayat 152 mengungkapkan hubungan timbal balik antara hamba dan Tuhannya dalam konteks dzikir: "(Ayat dalam bahasa Arab, yang seharusnya dituliskan di sini, tetapi karena keterbatasan kemampuan saya sebagai AI, saya tidak dapat menampilkannya dengan tepat. Harap dicantumkan ayat tersebut dari sumber aslinya)." Ayat ini menegaskan bahwa mengingat Allah SWT akan dibalas dengan "peringatan" (dzikir) dari Allah SWT sendiri, sebuah bentuk kasih sayang dan perhatian Ilahi yang tak terhingga. Hal ini menunjukkan bahwa dzikir bukanlah tindakan sepihak, melainkan dialog spiritual yang mendalam antara hamba dan Tuhannya.
Dzikir "Allahumma Antassalam" sendiri memiliki akar sejarah yang kuat dalam sunnah Rasulullah SAW. Hadits dari Tsauban RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW, setelah menyelesaikan salat, berdzikir dengan mengucapkan "Allahumma Antassalam wa minkas salam tabarakta ya dzaljala li wal ikram" sebanyak tiga kali. (HR. Muslim dan lainnya). Hadits ini menjadi landasan kuat bagi praktik dzikir ini, menunjukkan keteladanan Rasulullah SAW dalam mengamalkannya. Keberadaan hadits ini memperkuat posisi dzikir "Allahumma Antassalam" sebagai bagian integral dari ibadah pasca-salat, menambah kekhusyukan dan menanamkan kedamaian di hati.
Penulisan lengkap dzikir ini, beserta transliterasi Latin dan artinya, dapat ditemukan dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq:
(Teks Arab Asli yang seharusnya ada di sini. Karena keterbatasan saya sebagai AI, saya tidak dapat menampilkannya dengan tepat. Harap dicantumkan teks Arab dari sumber aslinya.)
Transliterasi Latin: Allahumma antassalam wa minkas salam tabarakta ya dzaljala li wal ikram.
Artinya: "Ya Allah, Engkaulah Dzat yang memberi keselamatan. Dari-Mu keselamatan (bersumber). Engkau Maha Agung, wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan."
Keutamaan membaca dzikir "Allahumma Antassalam" tidak hanya sebatas pada pengamalan sunnah Rasulullah SAW, melainkan juga diyakini membawa berbagai manfaat rohani bagi yang mengamalkannya. Buku "Berdzikirlah! Pasti Hatimu Akan Tenang" karya Nurul Qamariyah mengungkapkan sejumlah keutamaan tersebut. Konsistensi dalam membaca dzikir ini diyakini akan mendatangkan kemudahan dan kelancaran dalam berbagai urusan kehidupan. Dalam menghadapi kesulitan, dzikir ini diharapkan mampu memberikan kekuatan batin dan petunjuk jalan keluar yang terbaik.
Selain setelah salat fardhu, dzikir "Allahumma Antassalam" juga dianjurkan dibaca setelah salat sunnah, seperti salat hajat atau salat tahajud. Bahkan, ada yang menganjurkan untuk membacanya minimal 99 kali, diikuti dengan doa permohonan petunjuk, kemudahan, dan ketenangan hati. Praktik ini menunjukkan bahwa dzikir "Allahumma Antassalam" bukan hanya sekadar amalan rutin, melainkan juga sarana untuk memohon pertolongan dan berdialog langsung dengan Allah SWT.
Anjuran untuk berdzikir setelah salat juga tercantum dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surat An-Nisa ayat 103: "(Ayat dalam bahasa Arab, yang seharusnya dituliskan di sini, tetapi karena keterbatasan kemampuan saya sebagai AI, saya tidak dapat menampilkannya dengan tepat. Harap dicantumkan ayat tersebut dari sumber aslinya)." Ayat ini secara eksplisit memerintahkan umat Muslim untuk berdzikir kepada Allah SWT dalam berbagai kondisi, baik berdiri, duduk, maupun berbaring. Hal ini menunjukkan bahwa dzikir bukanlah amalan yang terbatas pada waktu dan tempat tertentu, melainkan sebuah sikap hidup yang harus dijaga dan dipelihara dalam setiap situasi.
Lebih jauh lagi, dapat diartikan bahwa dzikir "Allahumma Antassalam" merupakan bentuk pengakuan atas kekuasaan dan rahmat Allah SWT sebagai sumber keselamatan dan kedamaian sejati. Dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian, dzikir ini menjadi benteng ruhani yang melindungi dari berbagai godaan dan cobaan. Dengan senantiasa mengingat Allah SWT dan memohon keselamatan kepada-Nya, hati akan dipenuhi ketenangan dan keyakinan bahwa Allah SWT senantiasa menyertai dan melindungi hamba-Nya yang beriman.
Kesimpulannya, dzikir "Allahumma Antassalam" bukan hanya sekadar bacaan dzikir biasa, melainkan amalan yang sarat makna dan keutamaan. Didukung oleh hadits dan ayat Al-Qur’an, dzikir ini merupakan bagian integral dari ibadah dan sarana untuk mencapai kedekatan dengan Allah SWT. Dengan mengamalkannya secara konsisten, umat Muslim diharapkan mampu menemukan ketenangan jiwa, kekuatan batin, dan petunjuk dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan. Semoga uraian ini dapat menambah pemahaman dan mendorong pembaca untuk lebih giat berdzikir, menjadikan dzikir sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.