Pemahaman yang komprehensif tentang sifat-sifat Allah SWT merupakan pilar fundamental dalam ajaran Islam. Ketauhidan, inti dari ibadah seorang muslim, bertumpu pada pemahaman yang benar tentang Dzat Allah, yang meliputi sifat-sifat wajib (sifat yang pasti ada pada Allah), sifat-sifat jaiz (sifat yang boleh disandarkan kepada Allah), dan sifat-sifat mustahil (sifat yang sama sekali tidak mungkin ada pada Allah). Sementara sifat wajib dan jaiz seringkali menjadi fokus kajian, pemahaman tentang sifat mustahil bagi Allah SWT seringkali terabaikan, padahal pemahaman ini krusial untuk meneguhkan keimanan dan menghindari penyimpangan akidah. Artikel ini akan mengkaji secara mendalam dua puluh sifat mustahil yang disandarkan kepada Allah SWT, berdasarkan referensi keagamaan dan pemahaman ulama.
Sifat Mustahil: Mendefinisikan Batasan Kesempurnaan Ilahiah
Sifat mustahil bagi Allah SWT merujuk pada atribut-atribut yang secara mutlak tidak mungkin melekat pada Dzat-Nya. Sifat-sifat ini bukan sekadar ketidakmungkinan secara praktis, melainkan ketidakmungkinan secara ontologis, yang berakar pada kesempurnaan dan keagungan Allah SWT yang mutlak. Mempelajari sifat-sifat mustahil ini bukan untuk mengurangi keagungan Allah, melainkan untuk lebih memperjelas dan mengukuhkan pemahaman kita tentang kesempurnaan-Nya yang tak terbatas. Dengan memahami apa yang tidak mungkin dimiliki Allah, kita akan semakin memahami apa yang pasti ada pada-Nya. Ketidakmungkinan ini merupakan konsekuensi logis dari sifat-sifat wajib Allah SWT. Misalnya, karena Allah SWT Maha Esa (wajibul wujud), maka mustahil bagi-Nya untuk memiliki sifat ta’addud (kebanyakan).
Berikut ini adalah dua puluh sifat mustahil bagi Allah SWT, beserta penjelasannya yang dirangkum dari berbagai sumber keagamaan dan pemahaman ulama, khususnya merujuk pada buku "Sifat 20 dalam Al-Qur’an dalam Pandangan NU dan Muhammadiyah" karya Sihabudin (nama buku dan penulis perlu diverifikasi):
Daftar Dua Puluh Sifat Mustahil bagi Allah SWT:
Berikut adalah daftar dua puluh sifat mustahil bagi Allah SWT, beserta transliterasi Arab dan artinya dalam Bahasa Indonesia:
No. | Nama Sifat (Arab) | Transliterasi | Arti |
---|---|---|---|
1 | عدم | ‘Adam | Tiada |
2 | حدوث | Huduts | Baru (tercipta) |
3 | فناء | Fana’ | Binasa/Lenyap |
4 | مُمثَلَةٌ لِلْحَوادِث | Mumatsalatul lilhawadits | Menyerupai makhluk |
5 | احتياجُ لِغيرِه | Ihtiyaaju ligairihi | Membutuhkan yang lain |
6 | تعدد | Ta’addud | Terbilang (banyak) |
7 | عجز | ‘Ajz | Lemah |
8 | كَرْه | Karh | Terpaksa |
9 | جهل | Jahl | Bodoh |
10 | موت | Maut | Mati |
11 | صمم | Shummum | Tuli |
12 | عمى | ‘Umyun | Buta |
13 | بكم | Bukmum | Bisu |
14 | عجزان | ‘Ajizan | Kelemahan |
15 | كراهة | Karahah | Keengganan/Kepaksa |
16 | جهلان | Jahilan | Kebodohan |
17 | ميتان | Mayyitan | Kematian |
18 | أَصَمُّ | Ashammu | Ketulian |
19 | أعمى | A’ma | Kebutaan |
20 | أَبْكَمُ | Abkamu | Kebisuan |
Penjelasan Detail Dua Puluh Sifat Mustahil:
Berikut penjelasan detail masing-masing sifat mustahil, yang menekankan pada aspek ontologis dan konsekuensi logisnya terhadap pemahaman tentang keesaan dan kesempurnaan Allah SWT:
-
‘Adam (عدم): Tiada: Sifat ini menegaskan eksistensi Allah SWT yang mutlak. Allah SWT adalah wajibul wujud (wajib ada), tidak mungkin tidak ada. Keberadaan-Nya merupakan dasar eksistensi segala sesuatu. Segala sesuatu yang ada, termasuk alam semesta, bergantung pada keberadaan-Nya.
-
Huduts (حدوث): Baru (Tercipta): Allah SWT tidak mungkin baru atau tercipta. Jika Allah SWT baru, maka ada sesuatu yang mendahului-Nya, yang menciptakan-Nya, yang bertentangan dengan keesaan dan kekuasaan-Nya yang mutlak. Allah SWT adalah ahadiyyah (Esa) dan qadīm (abadi).
-
Fana’ (فناء): Binasa/Lenyap: Allah SWT kekal abadi, tidak mungkin binasa atau lenyap. Kehancuran dan perubahan hanya berlaku bagi makhluk ciptaan-Nya. Kekekalan Allah SWT merupakan bukti kesempurnaan dan kekuatan-Nya yang tak terbatas.
-
Mumatsalatul lilhawadits (مُمثَلَةٌ لِلْحَوادِث): Menyerupai Makhluk: Allah SWT berbeda secara mutlak dengan makhluk-Nya. Makhluk memiliki keterbatasan, sedangkan Allah SWT Maha Sempurna, tanpa kekurangan sedikit pun. Analogi atau perumpamaan hanya untuk memudahkan pemahaman manusia, bukan untuk menggambarkan kesamaan.
-
Ihtiyaaju ligairihi (احتياجُ لِغيرِه): Membutuhkan yang lain: Allah SWT Maha Kaya dan tidak membutuhkan sesuatu apapun. Dia adalah ghaniyy (Maha Kaya), tidak bergantung pada siapa pun atau apa pun untuk eksistensi-Nya. Segala sesuatu bergantung pada-Nya, bukan sebaliknya.
-
Ta’addud (تعدد): Terbilang (Banyak): Allah SWT adalah Esa (Ahad), tunggal dan unik. Keesaan-Nya merupakan prinsip fundamental dalam Islam. Pluralitas atau kebanyakkan bertentangan dengan keesaan-Nya yang mutlak.
-
‘Ajz (عجز): Lemah: Allah SWT Maha Kuasa, tidak mungkin lemah. Kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu, tanpa batas dan tanpa hambatan. Kelemahan hanya berlaku bagi makhluk ciptaan-Nya.
-
Karh (كَرْه): Terpaksa: Allah SWT Maha Suci, tidak mungkin terpaksa atau dipaksa melakukan sesuatu. Kehendak-Nya adalah mutlak dan sempurna. Segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendak-Nya.
-
Jahl (جهل): Bodoh: Allah SWT Maha Mengetahui, tidak mungkin bodoh atau tidak mengetahui. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
-
Maut (موت): Mati: Allah SWT Maha Hidup, tidak mungkin mati. Kehidupan-Nya kekal abadi, tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
-
Shummum (صمم): Tuli: Allah SWT Maha Mendengar, tidak mungkin tuli. Dia mendengar segala sesuatu, termasuk bisikan hati dan doa hamba-Nya.
-
‘Umyun (عمى): Buta: Allah SWT Maha Melihat, tidak mungkin buta. Dia melihat segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
-
Bukmum (بكم): Bisu: Allah SWT Maha Berbicara, tidak mungkin bisu. Dia berkomunikasi dengan makhluk-Nya melalui wahyu dan berbagai cara lainnya.
-
‘Ajizan (عجزان): Kelemahan: Ini merupakan bentuk lain dari sifat ‘ajz (lemah), yang menekankan pada ketidakmampuan Allah SWT untuk melakukan sesuatu, yang mustahil terjadi.
-
Karahah (كراهة): Keengganan/Kepaksa: Sama seperti karh (terpaksa), sifat ini menegaskan kehendak Allah SWT yang mutlak dan bebas dari paksaan.
-
Jahilan (جهلان): Kebodohan: Ini merupakan bentuk lain dari sifat jahl (bodoh), yang menekankan pada ketidaktahuan Allah SWT, yang mustahil terjadi.
-
Mayyitan (ميتان): Kematian: Ini merupakan bentuk lain dari sifat maut (mati), yang menekankan pada ketidakmungkinan Allah SWT mengalami kematian.
-
Ashammu (أَصَمُّ): Ketulian: Ini merupakan bentuk lain dari sifat shummum (tuli), yang menekankan pada ketidakmampuan Allah SWT untuk mendengar.
-
A’ma (أعمى): Kebutaan: Ini merupakan bentuk lain dari sifat ‘umyun (buta), yang menekankan pada ketidakmampuan Allah SWT untuk melihat.
-
Abkamu (أَبْكَمُ): Kebisuan: Ini merupakan bentuk lain dari sifat bukmum (bisu), yang menekankan pada ketidakmampuan Allah SWT untuk berbicara.
Kesimpulan:
Pemahaman tentang dua puluh sifat mustahil bagi Allah SWT ini sangat penting untuk memperkuat akidah dan ketauhidan. Dengan memahami batasan-batasan ini, kita akan semakin menghayati kesempurnaan dan keagungan Allah SWT yang mutlak. Sifat-sifat mustahil ini bukan sekadar daftar negatif, melainkan penegasan positif tentang sifat-sifat wajib Allah SWT yang Maha Sempurna. Semoga uraian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang keesaan dan kesempurnaan Allah SWT. Penting untuk selalu merujuk pada sumber-sumber keagamaan yang terpercaya dan berdiskusi dengan para ulama untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif dan akurat.