Jakarta – Surah Ibrahim ayat 40 menyimpan sebuah doa agung yang dipanjatkan Nabi Ibrahim AS, sang Abul Anbiya’ (Bapak para Nabi), kepada Tuhannya. Doa ini bukan sekadar permohonan pribadi, melainkan sebuah wasiat spiritual yang ditujukan kepada seluruh keturunannya, sebuah warisan iman yang terus bergema hingga zaman modern ini. Ayat yang termaktub dalam surah Makkiyah ke-14 Al-Qur’an ini, terdiri dari 52 ayat, mengungkapkan inti dari keimanan dan ketaatan yang diidamkan oleh Nabi Ibrahim AS bagi keluarganya sepanjang masa. Teks Arabnya, "رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ", diterjemahkan sebagai: "Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku."
Doa ini, yang sederhana namun sarat makna, telah menjadi fokus tafsir para ulama sepanjang sejarah Islam. Berbagai penafsiran, mulai dari Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), Tafsir Ibnu Katsir, hingga Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, menawarkan pemahaman yang mendalam tentang substansi doa Nabi Ibrahim AS ini. Bukan sekadar permohonan agar keturunannya rajin salat, doa ini mencerminkan sebuah kerinduan mendalam akan kedekatan dengan Allah SWT melalui ibadah yang paling fundamental dalam Islam.
Tafsir Kemenag RI menekankan aspek syukur dalam doa ini. Nabi Ibrahim AS, setelah menerima limpahan rahmat dan karunia Ilahi, menyatakan rasa syukurnya dengan memohon agar keturunannya senantiasa istiqamah dalam menjalankan salat. Salat, menurut tafsir ini, bukan hanya sekadar ritual formal, melainkan pilar utama keimanan yang membersihkan jiwa dan raga, menjauhkan dari perbuatan keji dan mungkar, serta menjadi landasan untuk menjalankan amal saleh lainnya. Ketaatan dalam salat, menurut tafsir ini, akan memudahkan seseorang untuk menjalankan ibadah-ibadah lainnya dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Salat, dengan demikian, menjadi simbol pembeda antara mukmin dan kafir, sebuah tanda ketaatan yang mutlak kepada Sang Khalik.
Tafsir Ibnu Katsir senada dengan Tafsir Kemenag RI, mengarahkan perhatian pada inti permohonan Nabi Ibrahim AS agar dirinya dan keturunannya senantiasa teguh dalam mendirikan salat. Namun, Ibnu Katsir juga menekankan aspek penerimaan doa. Doa Nabi Ibrahim AS bukan hanya permohonan untuk dirinya dan keturunannya, melainkan juga sebuah permohonan agar doa-doa mereka senantiasa dikabulkan oleh Allah SWT. Hal ini menunjukkan kepercayaan dan ketawakkalan yang mendalam kepada kuasa dan rahmat Allah SWT. Doa ini menjadi teladan bagi setiap muslim untuk senantiasa berdoa dan memohon kepada Allah SWT, serta berharap akan dikabulkannya doa-doa tersebut.
Buya Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar, menawarkan perspektif yang lebih luas. Beliau tidak hanya melihat doa ini sebagai permohonan untuk keistiqamahan dalam salat, tetapi juga sebagai manifestasi dari harapan Nabi Ibrahim AS agar dirinya dan keturunannya senantiasa berada dalam ridho Allah SWT. Salat, dalam konteks ini, bukan hanya sebuah kewajiban ritual, melainkan sebuah jembatan menuju kedekatan spiritual dengan Tuhan. Penerimaan doa, menurut Buya Hamka, merupakan tanda kasih sayang dan pertolongan Allah SWT kepada hamba-Nya yang beriman dan berdoa dengan penuh keikhlasan.
Tafsir Al-Azhar juga menelusuri silsilah keturunan Nabi Ibrahim AS, menunjukkan betapa luasnya cakupan doa tersebut. Dari Nabi Ishaq AS, berkembang generasi para nabi dan rasul yang menorehkan sejarah peradaban manusia, di antaranya Yakub AS, Musa AS, Harun AS, Yusya’ AS, Ilyasa AS, Ilyas AS, Zulkifli AS, Ayyub AS, Dawud AS, Sulaiman AS, Zakaria AS, Yahya AS, dan Isa AS. Masing-masing nabi dan rasul ini menerima amanah kenabian dan membawa risalah Ilahi kepada umatnya. Doa Nabi Ibrahim AS, dengan demikian, bukan hanya berdampak pada keluarganya secara langsung, melainkan berkontribusi pada perkembangan agama dan peradaban manusia secara keseluruhan. Puncaknya, dari keturunan Ismail AS, muncul Nabi Muhammad SAW, khatimul anbiya’ (penutup para nabi) dan sayyidul mursalin (pemimpin para rasul), yang membawa ajaran Islam yang sempurna.
Doa Nabi Ibrahim AS dalam Surah Ibrahim ayat 40 bukan sekadar teks keagamaan yang statis, melainkan sebuah pesan yang hidup dan relevan sepanjang masa. Doa ini mengajarkan pentingnya keistiqamahan dalam menjalankan salat, menunjukkan kepercayaan dan ketawakkalan kepada Allah SWT, serta menginspirasi generasi demi generasi untuk menjalin hubungan yang erat dengan Tuhannya. Doa ini juga mengingatkan kita akan luasnya dampak dari sebuah doa yang tulus dan ikhlas, yang dapat menjangkau generasi-generasi berikutnya dan berkontribusi pada perkembangan peradaban manusia yang lebih baik. Sebagai penutup, doa ini merupakan warisan spiritual yang berharga, sebuah pedoman hidup bagi setiap muslim untuk menjalani kehidupan yang diridhoi Allah SWT. Ia mengajak kita untuk meneladani keimanan dan ketaatan Nabi Ibrahim AS, serta menjadikan doa sebagai senjata untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, baik bagi diri sendiri maupun bagi generasi mendatang.