Jakarta, 6 Juni 2025 – Bulan Zulhijah, bulan penuh berkah bagi umat Islam, telah tiba. Salah satu amalan sunnah yang sangat dianjurkan di bulan ini adalah puasa Arafah, yang jatuh pada tanggal 9 Zulhijah. Rasulullah SAW bersabda bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, sebuah janji surgawi yang mendorong banyak muslim untuk melaksanakannya. Namun, bagi mereka yang masih memiliki utang puasa Ramadan (qadha), muncul dilema: bolehkah mendahulukan puasa sunnah Arafah sebelum melunasi kewajiban puasa Ramadan yang bersifat fardhu?
Pertanyaan ini menjadi perbincangan hangat di kalangan umat Islam, mengingat pentingnya kedua ibadah tersebut. Puasa Arafah menawarkan pahala yang luar biasa, sementara qadha Ramadan merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Konflik antara amalan sunnah yang sangat dianjurkan dan kewajiban agama ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang prioritas dan hukum syariat.
Ustadz Alhafiz Kurniawan, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), memberikan penjelasan yang bijak. Beliau menekankan pentingnya melunasi utang puasa Ramadan terlebih dahulu. "Orang yang memiliki utang puasa Ramadan sebaiknya diqadha terlebih dahulu. Setelah itu baru mengamalkan puasa Arafah," tegasnya dalam wawancara dengan NU Online pada Rabu, 4 Juni 2025.
Namun, Ustadz Alhafiz memberikan pengecualian. Jika seseorang baru teringat akan utang puasa Ramadannya menjelang hari Arafah, maka ia dianjurkan untuk segera melunasi qadha puasanya pada hari Arafah itu juga. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam beribadah, dengan tetap mengedepankan niat yang tulus dan upaya maksimal untuk memenuhi kewajiban.
Lebih lanjut, Ustadz Alhafiz menyatakan bahwa menggabungkan qadha Ramadan dan puasa Arafah tetap dibolehkan dan sah secara hukum. Pendapat ini didasarkan pada keterangan Syekh Zakariyah Al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib dan Sayyid Bakri dalam I’anatut Thalibin. "Qadha puasa Ramadannya tetap sah. Sedangkan ia sendiri tetap mendapatkan keutamaan yang didapat oleh mereka yang berpuasa dengan niat puasa sunnah Arafah," jelasnya. Pernyataan ini memberikan kelegaan bagi mereka yang mungkin kesulitan membagi waktu antara kedua ibadah tersebut.
Pendapat lain datang dari Syekh Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa, yang diterjemahkan oleh Islam Q&A. Syekh Utsaimin mengemukakan bahwa mengutamakan puasa sunnah sebelum qadha Ramadan dibolehkan jika waktu pelunasan utang Ramadan masih panjang, hingga datangnya Ramadan berikutnya. Beliau menggunakan analogi salat: seseorang masih boleh mengerjakan salat sunnah sebelum salat wajib jika waktunya masih luas. Demikian pula dalam puasa, diperbolehkan menjalankan puasa sunnah jika belum mendesak untuk mengqadha. Analogi ini memberikan perspektif yang lebih luas dalam memahami prioritas ibadah.
Namun, perbedaan pendapat tetap muncul di kalangan ulama mengenai penggabungan niat antara qadha Ramadan dan puasa Arafah. Sebagian ulama membolehkannya dengan niat ganda, yaitu niat qadha dan niat puasa Arafah sekaligus. Namun, sebagian lainnya berpendapat bahwa keutamaan puasa Arafah hanya dapat diperoleh jika diniatkan secara khusus untuk puasa Arafah. Perbedaan pendapat ini menunjukkan kompleksitas permasalahan fiqih dan perlunya pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil yang mendukung masing-masing pendapat.
Buku Panduan Praktis Ibadah Puasa karya Drs. E. Syamsuddin dan Ahmad Syahirul Alim, Lc., memberikan pandangan yang cenderung konservatif. Buku tersebut menjelaskan bahwa para ulama sepakat melarang penggabungan niat antara puasa wajib dan puasa sunnah dalam satu waktu. Alasannya, puasa qadha Ramadan merupakan ibadah fardhu yang wajib ditunaikan, sedangkan puasa Arafah adalah ibadah sunnah. Pandangan ini menekankan pentingnya pemisahan niat dalam ibadah untuk menghindari kerancuan dan memastikan kesempurnaan pelaksanaan ibadah.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan betapa dinamisnya kajian fiqih dalam Islam. Tidak ada satu jawaban tunggal yang mutlak, dan setiap muslim dianjurkan untuk mempelajari berbagai pendapat ulama dan bermusyawarah dengan orang yang berkompeten dalam bidang agama untuk menemukan solusi yang sesuai dengan kondisi dan keyakinannya.
Penetapan 1 Zulhijah dan Jadwal Puasa Arafah
Berdasarkan hasil sidang isbat yang digelar pada Selasa, 27 Mei 2025, pemerintah Indonesia menetapkan bahwa 1 Zulhijah 1446 H jatuh pada Rabu, 28 Mei 2025. Penetapan ini menjadi acuan resmi bagi umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan ibadah-ibadah terkait bulan Zulhijah, termasuk puasa Arafah. Dengan demikian, 9 Zulhijah atau hari Arafah tahun ini jatuh pada Kamis, 5 Juni 2025. Tanggal ini menjadi momen yang sangat penting bagi umat Islam untuk meraih keutamaan puasa Arafah.
Kesimpulannya, dilema antara puasa Arafah dan kewajiban qadha puasa Ramadan membutuhkan pertimbangan yang matang. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, prinsip utama tetap pada niat yang ikhlas dan upaya maksimal untuk memenuhi kewajiban agama. Konsultasi dengan ulama atau tokoh agama yang terpercaya sangat dianjurkan untuk mendapatkan panduan yang sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Semoga penjelasan ini dapat memberikan pencerahan dan membantu umat Islam dalam mengambil keputusan yang tepat dalam menjalankan ibadah di bulan Zulhijah yang penuh berkah ini. Wallahu a’lam bishawab.