Kisah Nabi Yusuf, putra Nabi Ya’qub (Yakub) AS, merupakan salah satu narasi paling memikat dalam Al-Qur’an. Lebih dari sekadar kisah seorang nabi, ia merupakan alegori perjalanan hidup yang penuh ujian, pengkhianatan, dan akhirnya, pencapaian derajat tinggi berkat keteguhan iman dan pertolongan Ilahi. Perjalanan ini dimulai dengan sebuah pengkhianatan yang teramat pahit, sebuah tindakan saudara-saudara kandungnya sendiri yang didorong oleh iri hati dan dengki yang membutakan akal sehat.
Nabi Yusuf, anak kesayangan Nabi Ya’qub, tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang. Namun, kasih sayang yang berlebih ini justru memicu kecemburuan saudara-saudaranya. Ketampanan dan kecerdasan Yusuf semakin memperparah situasi, menancapkan duri dalam hati saudara-saudaranya yang merasa dianaktirikan. Ketidakseimbangan kasih sayang yang dirasakan ini menjadi benih permusuhan yang kelak berbuah tindakan keji.
Peristiwa puncaknya terjadi ketika saudara-saudara Yusuf, didorong oleh rasa iri yang membuncah, merencanakan sebuah konspirasi untuk menyingkirkan Yusuf. Mereka tidak sekadar ingin melukai Yusuf secara fisik, tetapi juga ingin menghancurkan posisinya di mata sang ayah. Rencana jahat ini terungkap dalam Surat Yusuf ayat 11-15, yang menggambarkan percakapan licik mereka dengan Nabi Ya’qub. Mereka membujuk sang ayah agar mengizinkan Yusuf pergi bersama mereka, berdalih ingin mengajaknya bermain dan menjaganya. Namun, niat mereka sebenarnya jauh lebih gelap. Kekhawatiran Nabi Ya’qub akan keselamatan Yusuf, yang diungkapkan dalam ayat-ayat tersebut, memperlihatkan betapa besar cintanya kepada putranya, dan sekaligus menjadi pertanda akan malapetaka yang akan menimpa Yusuf. Ketakutan sang ayah akan Yusuf dimangsa serigala, meskipun dibantah oleh saudara-saudaranya, merupakan sebuah firasat yang sayangnya tidak mampu mencegah tragedi yang akan terjadi.
Peristiwa selanjutnya menggambarkan kebiadaban saudara-saudara Yusuf. Mereka, dengan penuh kekejaman, memasukkan Yusuf ke dalam sebuah sumur yang dalam. Tindakan ini bukan sekadar pembuangan, melainkan sebuah upaya pembunuhan terselubung. Sumur yang gelap dan dalam menjadi simbol pengasingan dan penderitaan yang akan dialami Yusuf. Namun, di tengah keputusasaan ini, Allah SWT tetap memberikan pertolongan dan petunjuk kepada Yusuf. Firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Yusuf di dalam sumur, "Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi," (QS. Yusuf: 11-15) menjadi sebuah isyarat akan masa depan Yusuf yang penuh keajaiban. Ayat ini menandakan bahwa Yusuf akan selamat dan kelak akan membongkar kejahatan saudara-saudaranya.
Setelah membuang Yusuf, saudara-saudara yang kejam ini kembali kepada ayah mereka dengan membawa baju gamis Yusuf yang telah mereka lumuri darah palsu. Mereka berbohong dengan mengatakan bahwa Yusuf telah dimangsa serigala. Tangisan dan kesedihan mereka yang dibuat-buat, seperti yang digambarkan dalam Surat Yusuf ayat 17-18, hanya merupakan sandiwara untuk menutupi kejahatan mereka. Nabi Ya’qub, meskipun hatinya hancur, tetap menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Ia menyadari kebohongan anak-anaknya, namun tetap teguh dalam keimanan dan menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT. Keteguhan hati Nabi Ya’qub dalam menghadapi cobaan ini menjadi teladan bagi kita semua.
Namun, takdir Allah SWT telah ditetapkan. Di dalam sumur yang gelap dan dalam, Yusuf tidak ditinggalkan begitu saja. Sebuah kafilah dagang, yang sedang dalam perjalanan menuju Mesir, berhenti di sumur tersebut untuk mengambil air. Secara tak terduga, timba mereka mengangkat Yusuf dari dasar sumur. Pertemuan ini menjadi titik balik dalam kehidupan Yusuf. Para pedagang, yang awalnya terkejut menemukan Yusuf, kemudian melihat kecantikan dan ketampanan Yusuf. Mereka melihat kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dan memutuskan untuk menjual Yusuf sebagai budak.
Peristiwa ini dikisahkan dalam Surat Yusuf ayat 19-21. Penjualan Yusuf dengan harga yang sangat murah menggambarkan betapa rendahnya nilai kemanusiaan di mata para pedagang tersebut. Mereka tidak menyadari bahwa Yusuf adalah seorang yang istimewa, seorang yang kelak akan menjadi tokoh penting di Mesir. Namun, ketetapan Allah SWT tidak dapat dielakkan. Yusuf dibeli oleh seorang pembesar Mesir, Al-Aziz, yang merupakan seorang pejabat penting di pemerintahan Firaun. Al-Aziz, yang melihat potensi dan kebaikan dalam diri Yusuf, memperlakukannya dengan baik dan mengangkatnya sebagai anak angkat.
Kehidupan Yusuf di Mesir menandai awal babak baru dalam perjalanan hidupnya. Ia dibesarkan dalam lingkungan istana, mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang baik. Ketampanan dan kecerdasannya semakin berkembang, dan ia pun mendapatkan kepercayaan dari Al-Aziz. Namun, kisah Nabi Yusuf tidak berakhir di sini. Perjalanan hidupnya masih panjang dan penuh dengan ujian dan cobaan yang akan menguji keimanan dan kesabarannya. Kisah ini akan berlanjut dengan berbagai peristiwa yang menguji keteguhan hati dan kesabarannya, termasuk fitnah dan ujian yang dihadapinya di istana.
Kesimpulannya, kisah Nabi Yusuf mengajarkan kita banyak hal. Ia mengajarkan tentang keteguhan iman di tengah cobaan, kesabaran dalam menghadapi ketidakadilan, dan ketetapan takdir Allah SWT. Kisah ini juga mengingatkan kita akan bahaya iri hati dan dengki, serta pentingnya menjaga persaudaraan dan saling mengasihi. Dari sumur yang gelap dan dalam, Yusuf diangkat menjadi seorang tokoh penting di Mesir. Perjalanannya merupakan bukti nyata bahwa dengan keteguhan iman dan pertolongan Allah SWT, kita dapat mengatasi segala rintangan dan mencapai kesuksesan, meskipun jalannya penuh dengan liku dan cobaan. Kisah Nabi Yusuf adalah sebuah kisah abadi yang selalu relevan untuk dipelajari dan direnungkan, sebuah kisah yang menginspirasi dan memberikan harapan bagi setiap insan yang menghadapi kesulitan dalam hidupnya.