Ziarah kubur, praktik mengunjungi makam orang yang telah meninggal, merupakan tradisi yang telah lama melekat dalam budaya masyarakat Arab pra-Islam. Namun, perkembangan Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW menghadirkan dinamika menarik terkait praktik ini. Sejarah mencatat adanya periode di mana Rasulullah melarang ziarah kubur, sebelum akhirnya melegalkan kembali dengan penekanan pada adab dan tujuan yang tepat. Pemahaman yang komprehensif mengenai perubahan sikap ini penting untuk menghindari misinterpretasi dan memastikan praktik ziarah kubur selaras dengan ajaran Islam yang benar.
Larangan Awal: Menjaga Kesucian Tauhid dan Menghindari Syirik
Pada masa awal penyebaran Islam, Rasulullah SAW melarang umat Muslim melakukan ziarah kubur. Alasan di balik larangan ini, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur keagamaan seperti buku "Ahlussunnah Wal Jamaah Islam Wasathiyah, Tasamuh, Cinta Damai" karya A. Fatih Syuhud, berakar pada kekhawatiran akan penyimpangan akidah. Umat Muslim yang baru memeluk Islam, dengan pemahaman tauhid yang masih relatif baru, rentan terjerumus ke dalam praktik syirik. Ziarah kubur, jika tidak dilakukan dengan pemahaman yang benar, berpotensi berkembang menjadi pemujaan terhadap makam atau penghuninya, sebuah tindakan yang bertentangan dengan prinsip keesaan Tuhan dalam Islam.
Kekhawatiran Rasulullah SAW bukan tanpa dasar. Masyarakat Arab pra-Islam memiliki kebiasaan mengunjungi makam leluhur dengan ritual-ritual yang berbau animisme dan politeisme. Resiko tercampurnya praktik-praktik tersebut dengan ajaran Islam yang baru ditanamkan sangat besar. Oleh karena itu, larangan sementara ini menjadi langkah preventif untuk menjaga kesucian akidah dan mencegah penyimpangan dalam pemahaman tauhid.
Selain potensi syirik, Abdurrahman Misno BP dalam bukunya "Mari Ziarah Kubur," mengutip karya Imam An-Nawawi "Al-Majmu’," menambahkan alasan lain. Para sahabat Rasulullah SAW, yang masih terpengaruh kebiasaan jahiliyah, seringkali melontarkan ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam saat berziarah kubur. Ucapan-ucapan batil ini dikhawatirkan akan mencemari kesucian ajaran Islam yang sedang dibangun. Larangan sementara ini berfungsi sebagai filter untuk membersihkan praktik ziarah kubur dari unsur-unsur yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Pencabutan Larangan dan Hikmah Ziarah Kubur yang Benar
Setelah umat Islam memiliki pemahaman yang lebih kuat dan kokoh tentang tauhid, Rasulullah SAW mencabut larangan tersebut. Perubahan sikap ini ditandai dengan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Buraidah dari ayahnya: "Kami pernah melarang kalian berziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah. Sebab, ziarah kubur dapat mengingatkan kalian pada kematian." (HR. Abu Dawud).
Hadits ini menjadi landasan penting dalam memahami perubahan pandangan Rasulullah SAW. Larangan sebelumnya bukanlah larangan mutlak, melainkan langkah strategis untuk melindungi akidah umat Muslim yang masih dalam tahap pembentukan. Setelah pemahaman tauhid tertanam kuat, ziarah kubur kembali dibolehkan, bahkan dianjurkan, dengan tujuan yang lebih terarah dan terkendali.
Tujuan utama ziarah kubur, sebagaimana ditekankan dalam hadits di atas, adalah sebagai pengingat akan kematian. Mengunjungi makam mengingatkan manusia akan kefanaan dunia dan pentingnya mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Ziarah kubur yang dilakukan dengan pemahaman yang benar dapat menjadi sarana muhasabah diri, meningkatkan ketakwaan, dan memperkuat ikatan silaturahmi dengan orang-orang yang telah meninggal.
Hadits ini juga memberikan implikasi penting lainnya. Sebelumnya, status hukum ziarah kubur bagi wanita Muslimah masih diperdebatkan. Namun, hadits ini secara implisit menunjukkan bahwa ziarah kubur diperbolehkan bagi seluruh umat Muslim, baik laki-laki maupun perempuan.
Teladan Rasulullah SAW: Ziarah Kubur Ibu sebagai Simbol Kesedihan dan Doa
Perilaku Rasulullah SAW sendiri menjadi teladan yang nyata. Beliau menziarahi makam ibunya dan menangis, sebuah tindakan yang menunjukkan kesedihan yang wajar atas kepergian orang yang dicintai. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah mengisahkan: "Rasulullah mendatangi kuburan ibunya dan menangis. Orang-orang di sekitarnya turut menangis. Lalu beliau bersabda: ‘Aku memohon izin kepada Allah untuk memohonkan ampun baginya, tetapi Allah tidak mengizinkan. Namun, aku diizinkan untuk menziarahi kuburnya. Karena itu, berziarahlah, sebab ziarah kubur mengingatkan kalian pada kematian dan akhirat.’" (HR. Abu Dawud).
Peristiwa ini memperkuat pesan bahwa ziarah kubur bukanlah tindakan syirik, melainkan ungkapan kesedihan dan doa yang dibolehkan dalam Islam. Rasulullah SAW, sebagai suri tauladan utama, menunjukkan bahwa berziarah kubur dapat dilakukan dengan penuh kesederhanaan dan khusyuk, tanpa terjebak dalam ritual-ritual yang menyimpang.
Adab dan Doa yang Dianjurkan Saat Ziarah Kubur
Untuk memastikan ziarah kubur tetap sesuai dengan ajaran Islam, penting untuk memperhatikan adab dan doa yang dianjurkan. Mengacu pada buku "Fikih Ibadah Madzhab Syafi’i" karya Syaikh DR. Alauddin Za’tari, beberapa adab dan doa yang dianjurkan antara lain:
-
Mengucapkan Salam: Mengucapkan salam kepada penghuni kubur merupakan bentuk penghormatan dan doa. Doa yang dianjurkan adalah: "Keselamatan atas kalian, wahai para penghuni perkampungan kaum mukminin dan muslimin. Kami, insya Allah, akan segera menyusul. Kami memohon keselamatan bagi kami dan kalian."
-
Membaca Doa untuk Penghuni Kubur: Membaca doa untuk memohonkan ampun bagi penghuni kubur merupakan tindakan yang dianjurkan. Doa yang dapat dibacakan antara lain: "Allahumma la tahrimna ajrahum wala taftinna ba’dahum waghfir lana wa lahum." (Ya Allah, jangan halangi kami dari pahalanya, jangan timpa kami dengan fitnah setelah kepergiannya, dan ampunilah kami serta mereka.)
-
Melakukan Amalan yang Dianjurkan: Selain membaca doa, amal ibadah lain seperti membaca Al-Quran, berdzikir, dan berdoa untuk diri sendiri juga dianjurkan selama berziarah kubur. Hal ini dapat memperkuat ikatan spiritual dan mempersiapkan diri menghadapi kematian.
Kesimpulannya, perubahan sikap Rasulullah SAW terhadap ziarah kubur mencerminkan kebijaksanaan dan pendekatan yang bertahap dalam membimbing umat. Larangan awal bertujuan untuk melindungi akidah yang masih rapuh, sementara izin selanjutnya menekankan pentingnya ziarah kubur sebagai sarana muhasabah diri dan pengingat akan kematian. Dengan memahami konteks sejarah dan adab yang dianjurkan, umat Muslim dapat melaksanakan ziarah kubur dengan penuh makna dan sesuai dengan ajaran Islam yang benar, menghindari penyimpangan dan tetap menjaga kesucian tauhid.