Jakarta, 25 Januari 2025 – Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) kembali mendesak pemerintah untuk secara aktif melobi Kerajaan Arab Saudi guna memperoleh penambahan kuota haji. Desakan ini dilatarbelakangi oleh melonjaknya daftar tunggu haji reguler yang nyaris mencapai empat dekade, sebuah angka yang mengkhawatirkan dan menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Sekretaris Jenderal AMPHURI, Zaky Zakariya Anshari, menyampaikan usulan tersebut secara langsung kepada Kepala Badan Penyelenggara Haji dan Umrah (BPJHU), Muhammad Irfan Yusuf, atau yang akrab disapa Gus Irfan, dalam sebuah pertemuan yang berlangsung baru-baru ini.
Zaky menekankan urgensi penambahan kuota tersebut tidak hanya untuk memangkas waktu tunggu yang luar biasa panjang, tetapi juga untuk mengakomodasi jemaah lanjut usia (lansia) yang jumlahnya terus meningkat. "Daftar tunggu yang hampir mencapai 40 tahun ini merupakan beban yang sangat berat bagi para calon jemaah, terutama bagi mereka yang sudah lanjut usia dan kondisi kesehatannya semakin memburuk seiring berjalannya waktu," ujar Zaky dalam keterangan resmi AMPHURI yang dirilis Jumat (24/1/2025). Ia menambahkan bahwa penambahan kuota menjadi solusi yang paling efektif untuk mengatasi permasalahan ini dan memberikan kesempatan bagi lebih banyak masyarakat Indonesia untuk menunaikan ibadah haji sebelum usia senja.
Menanggapi usulan tersebut, Gus Irfan mengakui bahwa penambahan kuota haji memang menjadi harapan banyak pihak, termasuk BPJHU. Namun, ia dengan tegas menekankan pentingnya mempertimbangkan kesiapan infrastruktur dan manajemen penyelenggaraan haji di dalam negeri. Pengalaman tahun lalu, di mana penambahan kuota justru memicu pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPR RI untuk menyelidiki berbagai permasalahan yang muncul, menjadi pelajaran berharga yang tidak boleh diulang.
"Kami sangat memahami keinginan untuk menambah kuota haji. Namun, yang perlu kita perhatikan adalah kesiapan kita sendiri. Apakah infrastruktur kita, baik di embarkasi, di Arab Saudi, maupun sistem manajemen penyelenggaraannya, sudah mampu menampung penambahan jemaah haji secara signifikan? Jangan sampai penambahan kuota justru menimbulkan masalah baru dan berujung pada investigasi parlemen seperti tahun lalu," tegas Gus Irfan.
Ia mengakui bahwa hubungan baik Presiden Prabowo Subianto dengan keluarga Kerajaan Saudi dapat menjadi modal diplomasi untuk melobi penambahan kuota. Namun, Gus Irfan kembali menegaskan bahwa hal tersebut tidak cukup tanpa dibarengi dengan kesiapan menyeluruh dari pemerintah Indonesia. "Kedekatan diplomatik memang penting, tetapi yang paling utama adalah kesiapan kita. Percuma kita mendapatkan tambahan kuota jika kita tidak mampu mengelola jemaah dengan baik dan memberikan pelayanan yang optimal," tambahnya.
Lebih lanjut, Gus Irfan menjelaskan bahwa penambahan kuota haji bukan hanya sekadar masalah angka, tetapi juga menyangkut berbagai aspek, mulai dari akomodasi, transportasi, katering, hingga kesehatan jemaah. BPJHU, menurutnya, perlu melakukan kajian yang komprehensif dan melibatkan berbagai stakeholder terkait untuk memastikan kesiapan tersebut. Kajian ini harus mencakup aspek teknis operasional, anggaran, dan sumber daya manusia.
Selain membahas masalah kuota haji, pertemuan antara AMPHURI dan BPJHU juga membahas maraknya umrah mandiri atau yang sering disebut "umrah backpacker". Fenomena ini, menurut Gus Irfan, menimbulkan kekhawatiran karena berpotensi menimbulkan berbagai pelanggaran, mulai dari penipuan hingga masalah keamanan jemaah.
"Pemerintah akan terus berupaya untuk menegakkan aturan yang berlaku dan melindungi jemaah umrah. Kami akan terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap penyelenggara umrah yang tidak bertanggung jawab," tegas Gus Irfan. Namun, ia mengakui bahwa regulasi dan kebijakan pemerintah Arab Saudi juga memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini. Pemerintah Arab Saudi saat ini tengah gencar mempromosikan umrah dan membuka peluang bagi lebih banyak wisatawan untuk berkunjung ke Tanah Suci.
"Regulasi di Arab Saudi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyelenggaraan umrah. Kebijakan mereka untuk membuka akses umrah bagi lebih banyak wisatawan, misalnya, mempengaruhi jumlah jemaah dan potensi munculnya penyelenggara umrah ilegal," jelas Gus Irfan. Ia menambahkan bahwa pemerintah Indonesia akan terus berkoordinasi dengan pemerintah Arab Saudi untuk memastikan perlindungan bagi jemaah umrah Indonesia, baik yang melalui penyelenggara resmi maupun yang melakukan umrah secara mandiri. Namun, ia menekankan bahwa intervensi terhadap kebijakan pemerintah Arab Saudi sangat terbatas. "Itu kan kewenangan dan kebijakan pemerintah Saudi yang tidak bisa kita intervensi," tegasnya.
Pertemuan antara AMPHURI dan BPJHU ini menjadi sorotan penting dalam konteks penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Desakan AMPHURI untuk penambahan kuota haji menjadi representasi dari aspirasi jutaan calon jemaah yang telah lama menunggu giliran untuk menunaikan rukun Islam kelima tersebut. Sementara itu, penekanan BPJHU terhadap kesiapan infrastruktur dan manajemen penyelenggaraan haji menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan kelancaran dan keamanan ibadah haji bagi seluruh jemaah. Permasalahan ini menuntut kolaborasi yang kuat antara pemerintah Indonesia, AMPHURI, dan berbagai pihak terkait untuk mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Tantangan ke depan bukan hanya sekadar menambah kuota, tetapi juga memastikan kualitas penyelenggaraan haji dan umrah yang semakin baik dan mampu memberikan pelayanan optimal bagi seluruh jemaah Indonesia. Perlu adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji, serta peningkatan kualitas layanan dan infrastruktur pendukung untuk memastikan kenyamanan dan keamanan jemaah selama menjalankan ibadah. Selain itu, peningkatan pengawasan terhadap penyelenggara umrah juga krusial untuk mencegah praktik-praktik ilegal dan melindungi jemaah dari potensi penipuan. Dengan demikian, ibadah haji dan umrah dapat dijalankan dengan khusyuk dan penuh keberkahan.