ERAMADANI.COM, DENPASAR – Rabu (12/02/2020) kemarin, One Health Collaborating Center ( OHCC ) Universitas Udayana gelar One Health Talkshow yang membahas virus African Swine Fever (ASF) yang sedang viral di Bali.
Diskusi tersebut bertema “Peningkatan Kesadaran terhadap African Swine Fever (ASF) untuk Menciptakan Keamanan Pangan”. Ruang Audiovisual Gedung Dharma Negara Alaya (DNA) pun menjadi lokasi One Health Talkshow kali ini.
Koordinator OHCC Udayana, Dr. dr. Ni Nyoman Sri Budayanti, Sp.MK(K) menyatakan tujuan pembahasan tersebut untuk menyamakan perspektif antara masyarakat, pemerintah, dan akademisi dalam menyikapi virus ASF tersebut.
Hal tersebut menyusul beredarnya wabah yang mematikan ratusan Babi pada akhir Januari lalu. Tidak hanya di Bali, kejadian tersebut menjadi perhatian pemerintah karena munculnya keresahan masyarakat.
Tak tanggung, OHCC menghadirkan para pemantik yang berkompetensi dalam bidangnya. Diantaranya drh. Arif Wicaksono, M.Si Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian yang mewakili sudut pandang pemerintah pusat sekaligus ahli. Selanjutnya Dr. drh. I Ketut Nata Kesuma, MMA sebagai kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali. Lalu drh. I Putu Tarunanegara, M.M selaku Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar. Terakhir Prof. drh. Nyoman Mantik Astawa, Ph.D sebagai akademisi Unud dari Fakultas Kedokteran Hewan.
Diskusi ini pun digelar secara terbuka dan dihadiri puluhan peserta dari kalangan akademisi, peternak, media dan masyarakat. Dengan harapan kegiatan ini dapat membuka mata setiap pihak mengenai kondisi peredaran ASF serta bagaimana penyikapan terbaik masyarakat dalam hadapi situasi ini.
Dialog One Health Untuk Membuka Mata Masyarakat
Kondisi Umum
Setelah pernyataan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali menyatakan bahwa ratusan babi yang mati sejak beberapa bulan terakhir diakibatkan oleh virus African Swine Fever (ASF). Setiap pihak mulai berspekulasi tanpa arah terhadap wabah tersebut.
Melansir World Organisation for Animal Health (OIE), ASF adalah penyakit pendarahan yang sangat menular pada babi domestik dan liar. Kemunculan virus itu disebabkan oleh virus DNA besar dari keluarga Asfarviridae yang juga menginfeksi kutu genus Ornithodoros.
ASF ini merupakan suatu penyakit yang tidak zoonosis namun, dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan cukup merugikan bagi masyarakat. Ketidakpastian informasi yang beredar di masyarakat saat ini mengenai ASF cukup meresahkan apalagi menjelang Hari Raya Galungan.
Penjelasan Kementrian
“ASF ini sebenarnya sudah dari jauh hari, sejak 30 September 2018. Kami sempat berikan warning sejak wabah itu mulai merebak di Cina sehingga surat edaran telah disebar pada 2 Oktober berikutnya,” Menurut Arif Wicaksono yang hadir di Bali khusus memberikan pencerahan dari sudut pandang pemerintah.
Semenjak itu, pemerintah dengan getol mengadakan diskusi dan workshop guna memberikan edukasi bagi masyarakat. Arif mengungkapkan bahwa langkah pemerintah untuk mendeklarasikan situasi darurat hanya bisa dilakukan dari bawah.
“Menurut UU no. 18 tahun 2009 dan PP 47 tahun 2015, Pemerintah Pusat hanya dapat menetapkan nota siap siaga berdasarkan laporan dari otoritas pertanian peternakan di tingkat kabupaten-kota yang sudah dinyatakan positif oleh Balai Pertanian setempat,” ujar Arif.
Hal tersebut dijelaskan menimbang keresahan sangat dialami oleh para peternak babi pasca nota darurat yang di deklarasikan oleh pemerintah. Hal tersebut dikonfirmasi Wayan Merta, Peternak Babi asal Gianyar yang terang mengalami kerugian akibat situasi tersebut.
“Dalam sehari bisa belasan ternak yang kami angkut karena kematian, belum lagi konsumen sudah pada lari,” Keluhnya pada wartawan.
Hal tersebut mendorong Watan Merta untuk mengikuti One Health Talkshow seputar virus ASF kali ini.
Peran Pencegahan Yang Dilakukan Dinas Pertanian Setempat
“Sampai saat ini masuknya virus ASF di Bali masih belum bisa dipastikan, akan tetapi beberapa lalu penyelundupan babi hutan (celeng) sudah diamankan oleh petugas karena melanggar hukum, setelah ditelusuri dari sopir truk yang membawa,Ia (sopir truk) juga kehilangan kontak atau terputus informasi dengan pemesan setalah sampai di Bali”, jelas Nata Kesuma.
Jenis babi pembawa virus ASF ini berasal dari daging celeng atau daging babi hutan karena dari segi biologis lebih mendukung, ini yang kami temukan dilapangan banyak daging yang berasal dari sumatera yang masuk juga ke Bali, ujar Nata
“Langkah yang pasti sebenarnya untuk menanggulangi penyebaran virus ini adalah depopulation pada hewan sehat ternak terancam. Melihat keadaan Bali, hal itu tidak mungkin untuk dilakukan karena banyak pertimbangan baik dari segi budaya dan lainnya. Sampai saat ini yang masih kita lakukan hanya pencegahan,” menurt Arif Wicaksono selaku akademisi.
Nata Kesuma membeberkan penyelidikannya bahwa kebanyakan penyebaran virus ASF di Cina berasal dari daging olahan Babi, seperti daging Burger, sosis, dan lainnya. Hal itu mendorong dinas pertanian untuk melakukan pengawasan ketat dengan otoritas keamanan. Menimbang situasi ini juga memang berlangsung sejak merebaknya wabah Corona dari Cina juga.
Himbauan Kepada Seluruh Masyarakat
Diskusi One Health Talkshow ini berlangsung dari pukul 09.00 hingga 12.30 WITA. Para peternak pun angkat suara pada akhir sesi tanya jawab untuk meminta himbauan dari para ahli terhadap kondisi peternakan dan perdagangan babi di Bali.
Dalam hal ini pemerintah memohon bantuan masyarakat selaku eksekutor untuk bersama-sama melakukan penanggulangan yang baik. Penanggulangan yang dimaksud yaitu dilakukan dari berbagai macam tindakan. Mulai dari menjaga kebersihan ternak mulai dari infrastruktur, kondisi hewan, pakan, bahkan pekerja ternak itu sendiri.
Dari sisi akademisi pula, Nyoman Mantik Astawa sampaikan bahwa saat ini proses penelitian masih dilakukan. Semuanya diusahakan untuk mencari kebenaran virus yang beredar serta mencari vaksin yang tepat guna menanggulanginya.
Serupa yang dilakukan Balai Pertanian dalam mencegah dan hal tersebut mulai dari melakukan pengawalan kepada masyarakat dalam menangani ternak yang terjangkit.
“Kami harap semua pihak bisa bertindak dengan bijak dalam menangani wabah ini. Semua bisa dilakukan dengan saling berpegang tangan lewat komunikasi yang baik diantara semua pihak. Sehingga bersama kita bisa mencegah wabah ini berkembang,” tutup Ni Nyoman Sri Budianti yang juga bertindak sebagai moderator.
Akhir diskusi, forum tersebut sepakat untuk bekerja-sama dalam mengatasi wabah ASF melalui semua medium yang bisa dilakukan. Acara pun ditutup dengan pembagian sertifikat, foto bersama, dan ramah tamah berkudapan.
Seputar One Health Collaboration Center (OHCC)
Dilansir dari laman OHCC, Pusat Kajian One Health Universitas Udayana atau yang disebut dengan Udayana One Health Collaborating Center (Udayana OHCC) merupakan salah satu pusat kajian di Udayana. Mereka diresmikan pada tanggal 25 Juli 2016 oleh Rektor Universitas Udayana (UNUD), Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD.
Pembentukan pusat kajian One Health di Universitas Udayana, Bali dilandasi oleh keinginan untuk menguatkan dan meningkatkan kapasitas kampus dalam menanggulangi masalah di bidang kesehatan dengan menggunakan konsep One Health serta Tri Dharma Perguruan Tinggi Pusat kajian One Health Universitas Udayana atau One Health Collaborating Center (OHCC) merupakan pusat kajian One health di Universitas Udayana, Bali. (TAG)