ERAMADANI.COM, JAKARTA – Hingga kini sikap tolak Omnibus Law terus dilakukan oleh kalangan masyarakat, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengancam elemen buruh di seluruh wilayah Indonesia akan mogok kerja massal.
Hal ini disebabkan jika tuntutan mereka soal pencabutan Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak didengarkan pemerintah, maka berhenti kerja untuk sementara akan berlaku.
Iqbal menegaskan penghentian proses produksi adalah kekuatan ‘istimewa’ elemen buruh. Bahkan Undang-undang Ketenagakerjaan dan Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) Nomor 87 menjamin hak untuk mogok kerja.
Terkait hal ini, disampaikanya dalam jumpa pers yang berlangsung di Hotel Sari Pacific, Jakarta, pada hari ini Rabu (11/03/2020).
“Kekuatan buruh kedua itu melumpuhkan ekonomi. Kita enggak usah datang ke Istana, ke DPR, ke Monas, tinggal instruksi berhenti setop produksi,” tuturnya.
Buruh Ancam Mogok Kerja Massal
Dilansir dari CNNIndonesia.com, ia mengingatkan pemerintah dan pengusaha bahwa mogok kerja sangat mungkin dilakukan. Mengingat di masa dulu aksi mogok kerja massal pernah dilakukan para buruh.
Berkaca pada 3 Oktober 2012 silam, empat juta buruh yang terhimpun dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) melakukan mogok kerja bersamaan. Mereka menuntut pemberian upah yang layak.
Aksi itu berlangsung di sekitar 21 kabupaten/kota industri, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Serang, Cilegon, Karawang, Purwakarta, Sukabumi, Cimahi, Bandung, Semarang, Surabaya, Sidoarjo, dan Makasar.
Aksi itu kemudian berujung pada pemerintah menyetujui kenaikan upah layak, pihaknya berharap hal itu juga akan berlaku hari ini.
Iqbal mengatakan buruh akan menggelar aksi pada 23 Maret mendatang. Aksi unjuk rasa lanjutan pada 23 Maret nanti sebagai pemanasan. Jika setelah hari itu, pemerintah masih tutup teliga dan tak melibatkan buruh dalam pembahasan Omnibus Law, maka mogok kerja massal jadi opsi terakhir.
“Jangan karena kerakusannya, memaksa buruh melawan dengan keras. Tapi kami enggak akan memilih jalan itu (mogok kerja massal) kalau social dialogue dikedepankan. Oleh karena itu, Omnibus Law harus ditarik, rundingkan kembali dengan tripartit nasional,” tegas Iqbal.
Presiden RI di periode kedua diketahui mengusung RUU Omnibus Law Cipta Kerja. RUU ini diklaim Jokowi bisa memangkas aturan berusaha dan menarik investasi asing.
Bahkan pemerintah bersama DPR menargetkan pembahasan dan pengesahan Omnibus Law rampung dalam waktu cepat dan tepat.
Namun dalam perjalanannya, RUU ini menuai penolakan. Salah satunya dari serikat buruh yang menolak karena pasal-pasal di dalam RUU itu pro pengusaha dan merugikan pekerja.
Selain itu, elemen buruh juga menilai pemerintah membahas RUU secara tidak transparan dan tak melibatkan serikat pekerja. (MYR)