Bulan Rajab, bulan ketujuh dalam kalender Hijriyah, memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Bulan ini dihormati sebagai salah satu bulan mulia, di mana peristiwa Isra’ Mi’raj, perjalanan Nabi Muhammad SAW ke langit, terjadi, dan perintah salat diturunkan. Keistimewaan ini mendorong umat Muslim untuk meningkatkan amal ibadah, salah satunya dengan menjalankan puasa sunnah Rajab. Namun, bagi mereka yang masih memiliki kewajiban qadha puasa Ramadhan, bulan Rajab menghadirkan pertanyaan fikih yang menarik: bolehkah menggabungkan niat puasa Rajab dan qadha Ramadhan dalam satu hari? Artikel ini akan mengkaji keutamaan puasa Rajab, hukum menggabungkan niat puasa sunnah dan wajib, serta tata cara niat dalam bahasa Arab, Latin, dan artinya.
Keutamaan Puasa Rajab: Janji Manisnya Hidangan Surga
Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menjanjikan ganjaran luar biasa bagi mereka yang berpuasa di bulan Rajab. Hadits tersebut menggambarkan sebuah sungai di surga bernama Rajab, dengan air yang lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa berpuasa satu hari pada bulan Rajab, akan diberi minum oleh Allah dari sungai itu." (HR. Bukhari dan Muslim). Janji ini menegaskan keutamaan puasa Rajab dan mendorong umat Muslim untuk memanfaatkan momentum bulan mulia ini untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keutamaan ini bukan hanya sebatas pahala ibadah semata, tetapi juga dikaitkan dengan kenikmatan surgawi yang dijanjikan Allah SWT. Hadits ini menjadi landasan kuat bagi anjuran untuk menjalankan puasa sunnah Rajab.
Hukum Menggabungkan Niat Puasa Rajab dan Qadha Ramadhan: Perbedaan Pendapat Ulama
Permasalahan menggabungkan niat puasa sunnah Rajab dengan kewajiban qadha Ramadhan merupakan isu fikih yang telah lama diperdebatkan para ulama. Istilah "at-tasyrik," yang merujuk pada penggabungan puasa wajib (seperti qadha, kafarat, atau nazar) dengan puasa sunnah, menjadi pusat perdebatan ini.
Perlu ditegaskan bahwa kewajiban qadha Ramadhan tidak terbatas pada bulan Syawal. Hadits dari Aisyah RA yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyebutkan, "Saya memiliki hutang puasa Ramadhan, dan saya tidak sanggup membayarnya kecuali di bulan Sya’ban." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini menunjukkan fleksibilitas dalam pelaksanaan qadha Ramadhan, yang dapat dilakukan hingga sebelum Ramadhan berikutnya.
Terdapat dua pendapat utama mengenai hukum menggabungkan niat puasa Rajab dan qadha Ramadhan:
Pendapat Pertama: Perbolehkan Penggabungan Niat
Sebagian ulama, terutama dari mazhab Syafi’i, dan Lembaga Fatwa Mesir, memperbolehkan penggabungan niat puasa wajib dan sunnah. Imam as-Suyuti dalam kitabnya al-asybah wa an-nadzÄÂir menyatakan bahwa jika seseorang menggabungkan qadha puasa, puasa nazar, atau puasa kafarat dengan puasa sunnah seperti puasa Arafah, maka puasanya sah dan ia akan mendapatkan dua pahala: pahala wajib dan pahala sunnah. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Imam Ar-RamlÄ« as-Syafi’i dalam nihÄÂyatul muhtÄÂj, yang menyatakan bahwa mengqadha puasa di bulan Syawal atau pada hari Asyura’ akan mendapatkan pahala puasa sunnah tambahan. Meskipun dibolehkan, para ulama ini tetap menganjurkan pemisahan niat antara puasa wajib dan sunnah untuk lebih utama.
Pendapat Kedua: Tidak Membolehkan Penggabungan Niat
Pendapat kontra dikemukakan oleh ulama terkemuka seperti Syaikh bin Baz, Syaikh Dr. Abdurrahman Ali Al-Askar, dan Syaikh Dr. Muhammad bin Hassan. Mereka berpendapat bahwa menggabungkan niat qadha Ramadhan dengan niat puasa sunnah akan membatalkan niat puasa sunnah. Hanya niat qadha Ramadhan yang sah. Pendapat ini berlandaskan kaidah fikih: "Sesungguhnya niat apabila digabungkan, maka yang besar akan mengalahkan yang kecil." Artinya, niat fardhu (wajib) akan mendominasi niat sunnah, sehingga niat sunnah menjadi tidak berlaku.
Kesimpulan Hukum dan Rekomendasi Praktis
Meskipun terdapat perbedaan pendapat, kedua pendapat tersebut memiliki landasan argumentasi yang kuat. Namun, pertimbangan praktis lebih menekankan pada keutamaan melunasi kewajiban qadha Ramadhan. Menggabungkan niat diperbolehkan oleh sebagian ulama, tetapi yang terpenting adalah memastikan terlaksananya kewajiban qadha Ramadhan. Jika niat digabungkan, maka niat qadha Ramadhan yang akan berlaku, dan niat puasa sunnah Rajab menjadi tidak sah.
Oleh karena itu, bagi mereka yang ingin menjalankan puasa Rajab dan sekaligus mengqadha puasa Ramadhan, disarankan untuk memisahkan niat. Prioritaskan niat qadha Ramadhan terlebih dahulu, kemudian jika masih ada waktu dan tenaga, dapat menjalankan puasa sunnah Rajab di hari terpisah. Hal ini akan memastikan terlaksananya kewajiban dan mendapatkan pahala sunnah secara optimal.
Bacaan Niat Puasa Qadha Ramadhan dan Puasa Sunnah Rajab
Berikut bacaan niat puasa qadha Ramadhan dan puasa sunnah Rajab:
Niat Puasa Qadha Ramadhan:
- Arab: نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ لِلَّهِ تَعَالَى
- Latin: Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha-i fardhi ramadhaana lillaahi ta’aalaa.
- Artinya: Saya niat berpuasa besok untuk mengganti puasa Ramadhan karena Allah Ta’ala.
Niat Puasa Sunnah Rajab:
- Arab: نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَجَبَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
- Latin: Nawaitu shauma syahri rajaba sunnatan lillaahi ta’aalaa.
- Artinya: Saya niat berpuasa bulan Rajab sunnah karena Allah Ta’ala.
Niat ini harus dibaca pada malam hari sebelum melaksanakan puasa, dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Semoga artikel ini memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai puasa Rajab dan qadha Ramadhan, serta membantu umat Muslim dalam menjalankan ibadah dengan lebih baik. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita semua.