ERAMADANI.COM, DENPASAR – Ketika masuk bulan syawal, salah satu amalan sunah yang dianjurkan ketika adalah puasa selama enam hari. Keuatamaannya selama 6 hari disebutkan setara dengan puasa selama satu tahun penuh.
Hal ini juga diperkuat dengan hadist, “Barangsiapa yang telah menunaikan puasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari selama bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti orang berpuasa selama satu tahun.”
Para ulama menjelaskan terkait hadis di atas bahwa puasa Ramadhan dengan Syawal berjumlah 36 hari yang masing-masing memiliki 10 pahala kebaikan, sehingga setara dengan 360 hari atau satu tahun.
Disamping itu, tidak ada syarat bahwa puasa tersebut harus dilakukan secara berturut-turut selama enam hari selepas bulan Ramadhan.
Umat muslim bisa menunaikan ibadah puasa pada setiap Senin dan Kamis pada bulan Syawal atau pada ayyamul bidh (pertengahan bulan).
Perlu diketahui, puasa syhawal yang lebih utama adalah dilakukan setelah hari raya Idul Fitri selama enam hari kedepan.
Hukum Mengabungkan Utang Puasa dan Puasa Syawal
Bagi wanita yang memiliki utang puasa Ramadhan karena uzur tertentu, biasanya menggabungkan niat puasa Syawal dengan puasa qadla. Lantas, bagaimana hukumnya?
Dilansir dari Kompas.com, ulama top Mesir Dr Ali Jumah Muhammad mengatakan bahwa para ulama fiqih memperbolehkan menggabung utang puasa dengan puasa sunah.
Namun, niat mengganti puasa harus didahulukan dari pada puasa snnah. Dengan demikian, wanita yang ingin mengganti puasa Ramadhan diperbolehkan menggabungkannya dengan puasa enam hari.
Mereka juga akan mendapat pahala kesunahannya. Hal itu didasari atas pendapat Imam as-Suyuthi dalam al-Asybah wa an-Nadhairi.
“Jika seseorang mengganti puasa Ramadhan, puasa nazar, atau puasa kafarat pada bulan Arafah dan menggabungkannya dengan niat puasa Arafah, maka al-Barizi berfatwa bahwa hal itu sah dan ia mendapatkan pahala keduanya.” ungkapnya.
Meski begitu, umat muslim hanya mendapatkan pahala kesunahan dari puasa enam hari, bukan keutamannya secara sempurna.
Terkait hal ini, Ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj mengatakan, jika seseorang mengganti (qadla) puasa Ramadhan, nazar, atau lain sebagainya, pada bulan Syawal atau Asyura maka ia mendapatkan pahala keduanya.
Hal itu sesuai dengan fatwa al-Walid, mengikuti fatwa al-Barizi, al-Ashfuni, an-Nasyiri, Ali bin Shalih al-Hadhrami, dan lain-lain.
Namun, ia tidak mendapatkan pahala secara sempurna yang dimaksudkan dalam pendapat di atas adalah keutaman puasa Ramadhan yang diikuti dengan puasa enam hari, yaitu setara dengan puasa satu tahun. (MYR)