ERAMADANI.COM – Draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur pajak sekolah swasta hingga sembako, mendapat kritik dari Senator DPD RI Dapil Bali H. Bambang Santoso.
RUU KUP sudah dibawa ke DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2021 yang diprioritaskan selesai untuk dapat diimplementasikan. Namun, Senator H. Bambang Santoso menilai rencana pemberian pajak terhadap beberapa sektor seperti pendidikan dan bahan pangan perlu ditinjau ulang.
Kebijakan tersebut tidak tepat karena akan membebankan masyarakat kecil. Senator H. Bambang Santoso mendoronh DPR dan pemerintah untuk mempertimbangkan rencana tersebut. Agar tidak menambah beban masyarakat dengan rencana pemungutan pajak pada sektor-sektor vital.
Apalagi pandemi Covid-19 masih sangat berdampak terhadap kelompok masyarakat kecil. Pertumbuhan ekonomi yang masih berada dibawah minus dan masih resesi hingga hari ini, pengangguran yang masih terus bertambah dan daya beli masyarakat yang masih rendah harusnya menjadi pertimbangan dalam penentuan target yang lebih realistis.
Untuk pajak pendidikan, khawatir berdampak domino seperti dengan kenaikan biaya sekolah. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 011 Tahun 2014, kriteria jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah PAUD, SD, SMP, SMA/SMK hingga bimbingan belajar (Bimbel).
Ini sudah tidak elok dilakukan. Jika diimplementasikan justru akan menjerat rakyat. Padahal anak-anak yang bersekolah swasta, tidak semuanya dari kalangan mampu. Ada sekolah-sekolah swasta yang siswanya dari kelompok masyarakat kecil, yang tidak bisa masuk sekolah negeri.
Ditambahkan, saat ini pendidikan bermutu yang diselenggarakan swasta sangat mahal. Jika dikenakan PPN, tentu akan menjadi lebih mahal, demikian pula pada sektor pelayanan jasa lainnya akan menambah biaya-biaya lainnya bagi masyarakat.
Untuk kebijakan pajak sembako, Senator H. Bambang Santoso menilai hal itu justru akan mengganjal program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Jika daya masyarakat menurun, dampaknya juga akan dirasakan terjadap pertumbuhan ekonomi.
Mengambil pajak dari sektor pendidikan, sembako, serta jasa kesehatan bukan jalan yang tepat untuk menambah penerimaan negara. Pemerintah harus memikirkan alternatif lain dan tidak membuat kebijakan yang bisa melukai rakyat.
Untuk itu, Kementerian Keuangan agar bisa membenahi sistem perpajakan. Seharusnya membuka keran pemasukan bagi negara dengan menyiapkan kebijakan yang tidak mengganggu hajat hidup orang banyak mengingat situasi ekonomi masih sulit sehingga pemerintah harus peka terhadap beban masyarakat.
Revisi UU KUP mendapat banyak kritikan tajam, termasuk dari partai-partai koalisi pemerintah. Apalagi rencana ini menyeruak di saat pemerintah telah memberikan keleluasaan terhadap pajak yang diperuntukkan bagi kelompok berada, seperti relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi kendaraan bermotor dengan alasan ingin mendongkrak pemulihan ekonomi usai tertekan dampak pandemi covid-19.
Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif pajak properti untuk pembelian rumah siap huni (ready stock) dan sejumlah intensif pajak lainnya. Termasuk yang sempat membuat geger lainnya adalah, wacana pengampunan pajak atau tax amnesty seperti yang sudah dilakukan sebelumnya.
Jika pajak untuk sekolah, jasa kesehatan, dan sembako diberlakukan di saat pemerintah memberi banyak kemudahan bagi kalangan atas, hal tersebut akan bertentangan dengan rasa keadilan. Pemerintah juga harus memperhatikan pandangan para ahli ekonomi yang menyatakan wacana tersebut akan membuat ketimpangan si kaya-miskin semakin lebih lebar.
Rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan dan sembako, tertuang dalam Pasal 4A RUU KUP. Selain dua sektor itu, pemerintah juga berencana mengenakan pajak untuk jasa kesehatan, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa angkutan umum di darat di air serta angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos bakal jadi objek pajak. (ZAN)