Sejak zaman dahulu kala, perdagangan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Profesi pedagang pun memiliki nilai mulia, bahkan Rasulullah Muhammad SAW sendiri, sebelum diangkat menjadi utusan Allah, mencari nafkah dengan berdagang.
Dalam ajaran Islam, terdapat perbedaan yang tegas antara jual-beli dan aktivitas riba. Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 275 dengan jelas menyatakan bahwa orang yang memakan riba tidak akan dapat berdiri tegak, layaknya orang yang dirasuki setan karena gila. Hal ini karena mereka menganggap jual-beli sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.
Meneladani Rasulullah SAW dalam Berbisnis
Rasulullah SAW berasal dari suku Quraisy, yang dikenal sebagai kaum pedagang. Beliau mewarisi bakat berbisnis dari pamannya, Abu Thalib, seorang tokoh Quraisy. Seiring bertambahnya usia, reputasi Rasulullah SAW sebagai pedagang semakin cemerlang di tengah masyarakat.
Beliau dikenal luas sebagai pedagang yang ulet, amanah, dan jujur. Rasulullah SAW cermat dalam memahami kebutuhan konsumen, sehingga mampu "membaca" permintaan pasar dengan tepat. Beliau tidak pernah menyembunyikan kualitas barang dagangannya, dan tidak pernah mengurangi takaran. Akhlak mulia Rasulullah SAW dalam berbisnis patut diteladani, terutama bagi mereka yang ingin meraih kesuksesan dalam dunia bisnis.
Menghindari Penimbunan: Menjunjung Tinggi Keadilan
Dalam berbisnis, seorang Mukmin hendaknya menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Ia tidak boleh berlaku zalim, seperti menimbun barang-barang kebutuhan pokok masyarakat. Penimbunan dilakukan dengan tujuan menjual kembali komoditas tersebut ketika harganya naik, sehingga merugikan masyarakat umum karena sikap tamak si penimbun.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: "Tidak akan menimbun barang-barang kecuali orang yang berdosa (khathi’un)." Perkara ini tidak boleh dianggap sepele. Allah SWT menyebut Firaun, Hamman, dan bala tentaranya dengan sebutan yang sama, menunjukkan betapa seriusnya perbuatan menimbun.
Tiga Asas Kearifan dalam Berbisnis
Dari perspektif Islam, kearifan terkait perniagaan bertumpu pada tiga asas utama: persamaan, pemerataan distribusi, dan tidak berlebihan.
- Persamaan berarti bahwa setiap orang, dalam memperoleh haknya, tidak boleh mengganggu hak orang lain.
- Pemerataan distribusi menekankan pada upaya menghindari monopoli.
- Tidak berlebihan mengajarkan manusia untuk tidak melakukan konsumsi yang berlebihan. Keserakahan merupakan salah satu penyakit hati yang harus dihindari.
Dalam kegiatan ekonomi, termasuk produksi, distribusi, dan konsumsi, Islam menjamin hak-hak dan kesempatan setiap orang. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan aspek keadilan dan kesejahteraan dalam dunia bisnis.
Kesimpulan
Ajaran Islam memberikan panduan yang komprehensif tentang etika dan prinsip-prinsip berbisnis yang berlandaskan nilai-nilai moral dan spiritual. Meneladani Rasulullah SAW dalam berbisnis, dengan menjunjung tinggi kejujuran, amanah, dan keadilan, serta menghindari penimbunan dan keserakahan, akan membawa keberkahan dan kesuksesan dalam dunia bisnis.
Dengan menerapkan tiga asas kearifan dalam berbisnis, yaitu persamaan, pemerataan distribusi, dan tidak berlebihan, umat Islam dapat membangun sistem ekonomi yang adil, seimbang, dan berkelanjutan, serta berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.