Jakarta – Bani Umayyah, dinasti yang namanya terukir dalam sejarah Islam, menorehkan jejak keemasannya dengan menjadikan Damaskus sebagai pusat pemerintahan. Dinasti ini, yang didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan, seorang pemimpin dari suku Quraisy yang dikenal kaya dan berpengaruh, menandai era baru bagi peradaban Islam.
Muawiyah, yang awalnya menentang dakwah Nabi Muhammad SAW, akhirnya memeluk Islam setelah peristiwa Fathu Makkah pada tahun 8 H. Namun, menurut Imam Subchi dalam bukunya "Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam Muawiyah", Muawiyah telah lebih dulu memeluk Islam sebelum peristiwa Fathu Makkah.
Asal Usul Bani Umayyah
Nama "Umayyah" berasal dari tokoh Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf, salah satu pemimpin terkemuka dalam kabilah Quraisy. Bani Umayyah merujuk pada seluruh keturunan Umayyah, termasuk anak, cucu, hingga keturunan selanjutnya.
Masa Kejayaan Bani Umayyah
Periode pemerintahan Bani Umayyah, yang dimulai setelah berakhirnya masa Khulafaur Rasyidin, menandai era keemasan peradaban Islam. Dengan pusat pemerintahan di Damaskus, Suriah, Dinasti Umayyah, dibawah kepemimpinan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, menunjukkan kemampuan luar biasa dalam strategi politik dan militer.
Kehebatan Bani Umayyah dalam ekspansi wilayah tidak dapat dipungkiri. Mereka berhasil menaklukkan berbagai wilayah penting seperti Afrika Utara, Khurasan, Bukhara, India, perbatasan Tiongkok, dan Spanyol. Luas wilayah kekuasaan mereka menyamai wilayah yang pernah dicapai oleh Alexander Agung.
Damaskus: Pusat Peradaban Islam
Khalifah Muawiyah memindahkan ibu kota peradaban Islam dari Madinah ke Damaskus, menjadikan kota ini pusat kekuasaan dan perkembangan Islam yang pesat. Damaskus, di bawah pemerintahan Bani Umayyah, menjadi pusat intelektual dan budaya, menarik para cendekiawan, penyair, dan filosof dari berbagai penjuru dunia.
Para Pemimpin Bani Umayyah
Selama 91 tahun, Bani Umayyah dipimpin oleh 14 khalifah, masing-masing dengan peran dan kontribusinya dalam membangun peradaban Islam. Berikut adalah daftar nama pemimpin Bani Umayyah beserta masa kepemimpinan mereka:
- Muawiyah bin Abu Sufyan (40-60 H/660-680 M): Pendiri dan pemimpin pertama Bani Umayyah.
- Yazid bin Muawiyah (60-64 H/680-684 M):
- Muawiyah II (63-64 H/683-684 M):
- Marwan bin al-Hakam (64-65 H/684-685 M):
- Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M):
- Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M):
- Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M):
- Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-719 M):
- Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724 M):
- Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M):
- Al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik (125-126 H/743-743 M):
- Yazid bin Walid bin Abdul Malik (126 H/743 M):
- Ibrahim bin al-Walid (127 H/744 M):
- Marwan bin al-Hakam (127-132 H/744-750 M):
Kemajuan Peradaban Islam di Era Bani Umayyah
Masa pemerintahan Bani Umayyah menandai era kemajuan pesat dalam berbagai bidang kehidupan, menunjukkan pengaruh besar mereka terhadap peradaban Islam.
1. Pembentukan Lembaga Pemerintahan
Bani Umayyah mendirikan lembaga pemerintahan yang terstruktur, menunjukkan visi mereka dalam mengatur negara dan masyarakat. Beberapa lembaga penting yang dibentuk pada masa ini:
- Diwanul Hijabah: Lembaga yang bertugas memberikan pengawalan khusus kepada khalifah.
- Diwanul Khatam: Lembaga yang bertugas mencatat semua aturan dan keputusan yang dikeluarkan oleh khalifah.
- Diwanul Barid: Departemen pos dan transportasi yang mengelola pos-pos perjalanan dan menyediakan transportasi dengan kuda.
- Shahibul Kharraj: Lembaga pemungut pajak yang bertanggung jawab mengelola penerimaan negara dari pajak.
2. Kemajuan dalam Seni Sastra
Masa Bani Umayyah menyaksikan perkembangan pesat dalam bidang sastra. Tokoh-tokoh sastrawan seperti Umar bin Abi Rabi’ah, Tuwais, dan Ibnu Suraih muncul dan memberikan pengaruh besar pada perkembangan sastra Arab. Sibawaih, seorang pakar tata bahasa Arab, menghasilkan karya berjudul "Al-Kitab" yang menjadi rujukan utama dalam pengembangan ilmu nahwu.
3. Pencapaian Arsitektur
Bani Umayyah meninggalkan warisan arsitektur yang megah dan monumental. Bangunan-bangunan yang mereka ciptakan, yang terinspirasi dari arsitektur Romawi, Persia, dan Arab, menunjukkan kecakapan mereka dalam seni arsitektur. Masjid Damaskus dan Masjid Agung Kordoba, dengan keindahan batu pualamnya, merupakan contoh nyata dari kehebatan arsitektur Bani Umayyah.
4. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Bani Umayyah menaruh perhatian besar pada pengembangan ilmu pengetahuan. Bahasa Arab, yang dijadikan bahasa resmi pemerintahan, menggantikan bahasa Romawi dan Persia di wilayah kekuasaan mereka, menyatukan masyarakat melalui bahasa.
Marbad, sebuah pusat ilmu dan budaya di Damaskus, menjadi tempat berkumpulnya para cendekiawan, penyair, dan filosof, menjadikan kota ini pusat intelektual bagi dunia Islam.
Ilmu Qira’at, pengkajian dan pembacaan Al-Qur’an secara mendalam, terus berkembang dengan tokoh-tokoh seperti Abdullah bin Qusair dan Ashim bin Abi Nujud.
Ilmu Tafsir, interpretasi Al-Qur’an, juga mengalami kemajuan pesat. Ulama terkenal seperti Mujahid, yang menyusun tafsir dan wafat pada 104 H, memberikan kontribusi besar dalam perkembangan ilmu tafsir.
Runtuhnya Dinasti Umayyah
Runtuhnya Dinasti Umayyah bukanlah suatu kejadian yang tiba-tiba. Berbagai faktor, yang perlahan-lahan melemahkan kekuatan mereka, akhirnya menyebabkan kejatuhan dinasti ini.
1. Konflik Politik dan Penumpasan Oposisi
Konflik politik yang terjadi sejak masa Ali bin Abi Thalib menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan melemahnya Bani Umayyah. Perlawanan dari golongan oposisi, seperti kelompok Syiah (pengikut Ali) dan Khawarij, terus mengancam stabilitas pemerintahan Bani Umayyah.
2. Masalah Pergantian Kekhalifahan
Sistem pergantian kekhalifahan melalui garis keturunan, yang menjadi hal baru dalam tradisi Arab, menciptakan ketegangan dan ketidakpuasan. Tradisi Arab sebelumnya lebih menekankan aspek senioritas dalam menentukan pemimpin.
3. Konflik Status Mawali
Pertentangan antara masyarakat Arab dan golongan mawali (non-Arab) juga menjadi faktor penting. Golongan mawali, yang merasa terpinggirkan dan tidak mendapat perlakuan yang adil, mengalami ketidakpuasan. Keangkuhan Arab yang dijunjung tinggi di era Bani Umayyah semakin memperburuk ketidakpuasan kaum mawali.
4. Ketegangan antar Suku Arab
Perselisihan antara suku Arab Utara (Bani Qays) dan Arab Selatan (Bani Kalb) semakin memanas, menciptakan ketidakstabilan dan melemahkan kekuatan Bani Umayyah.
5. Gaya Hidup Istana dan Kekecewaan Agamawan
Gaya hidup mewah di lingkungan istana, yang tidak diimbangi dengan kesiapan generasi penerus khalifah menanggung tanggung jawab negara, melemahkan pemerintahan Bani Umayyah. Kekecewaan agamawan terhadap gaya hidup mewah dan kemewahan istana juga menjadi faktor yang mempercepat kejatuhan Bani Umayyah.
6. Munculnya Kekuatan Baru
Munculnya kekuatan baru yang dipimpin oleh keturunan Al-Abbas bin Abdul Muthalib menjadi faktor terakhir yang menyebabkan runtuhnya Bani Umayyah. Kelompok ini, yang mendapat dukungan dari Bani Hasyim, golongan Syiah, serta kaum mawali, berhasil menggulingkan kekuasaan Bani Umayyah.
Warisan Bani Umayyah
Meskipun runtuh, Bani Umayyah meninggalkan warisan yang besar bagi peradaban Islam. Mereka berhasil membangun fondasi kokoh bagi perkembangan peradaban Islam, meningkatkan pengaruh Islam di panggung dunia, dan meninggalkan jejak keemasan yang terus dikenang hingga saat ini.
Kesimpulan
Bani Umayyah, dengan pusat pemerintahannya di Damaskus, menandai era keemasan peradaban Islam. Mereka berhasil memperluas wilayah kekuasaan, mengembangkan berbagai bidang kehidupan, dan meninggalkan warisan yang besar bagi peradaban Islam. Meskipun akhirnya runtuh, jejak keemasan Bani Umayyah terus dikenang dan dipelajari sebagai bagian penting dari sejarah peradaban Islam.