Narasi tentang pengkhianatan Bangsa Rum terhadap umat Islam di akhir zaman telah beredar luas dalam literatur keagamaan, khususnya di kalangan Muslim. Klaim ini, yang seringkali dikaitkan dengan hadits dan tafsir Al-Qur’an tertentu, memicu perdebatan panjang antara interpretasi literal dan kontekstual. Artikel ini akan mengkaji secara mendalam asal-usul klaim tersebut, menganalisis referensi Al-Qur’an dan hadits yang relevan, serta menelusuri konteks historisnya untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan bernuansa.
Bangsa Rum dalam Al-Qur’an: Kemenangan dan Kekalahan
Surat Ar-Rum ayat 1-6 menjadi rujukan utama dalam pembahasan ini. Ayat tersebut, yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "Bangsa Romawi telah dikalahkan, di negeri yang terdekat," sering ditafsirkan sebagai prediksi kekalahan dan kemudian kemenangan bangsa Romawi. Namun, pemahaman yang tepat memerlukan analisis yang cermat terhadap konteks historis dan linguistik ayat tersebut.
Terjemahan ayat lengkapnya (dengan beberapa variasi tergantung tafsir) kurang lebih berbunyi:
- Alif, Lam, Mim. (Huruf-huruf ini merupakan huruf-huruf quraniyah yang memiliki makna tersirat yang hanya diketahui Allah SWT)
- Bangsa Romawi telah dikalahkan. (Ghulibatir-rūm)
- Di negeri yang terdekat. (Fī al-ardil-qurub)
- Dan mereka, setelah kekalahan mereka itu, akan menang. (Wa hum mim ba’di ghalabihim sayaghlibūn)
- Dalam beberapa tahun (lagi). (Fī bid’i sinīn)
- Milik Allahlah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Pada hari itu bergembiralah orang-orang mukmin. (Lillāhil-amru min qablu wa mim ba’d, wa yawma-idzin yafraḥul-mu’minūn)

Ayat ini turun pada sekitar tahun 616 Masehi, saat terjadi pertempuran sengit antara Kekaisaran Persia dan Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium). Perlu ditekankan bahwa "Bangsa Rum" yang dimaksud di sini adalah Kekaisaran Romawi Timur, yang berpusat di Konstantinopel (Istanbul saat ini), bukan Kekaisaran Romawi Barat yang telah runtuh pada tahun 476 Masehi.
Pada masa turunnya ayat ini, kekalahan sementara Kekaisaran Romawi Timur oleh Persia di bawah kepemimpinan Raja Khosrau II menjadi perhatian utama. Umat Islam, yang sebagian besar masih berada di Mekkah, menyaksikan peristiwa ini dengan berbagai persepsi. Sebagian berharap kemenangan Romawi, mengingat Romawi sebagai pemeluk agama samawi (ahli kitab), sementara sebagian lainnya, termasuk kaum musyrik Arab, justru berharap kemenangan Persia.
Ayat Ar-Rum, oleh karena itu, tidak sekadar memprediksi kemenangan Romawi, melainkan juga menegaskan kekuasaan Allah SWT yang mutlak atas segala peristiwa. Kemenangan Romawi yang diramalkan bukanlah kemenangan militer semata, melainkan juga kemenangan atas kesulitan dan cobaan. Ayat ini juga menekankan pentingnya keimanan dan kegembiraan bagi umat Islam atas manifestasi kekuasaan ilahi. Interpretasi yang terlalu literal, yang mengabaikan konteks historis dan pesan utama ayat, dapat menyesatkan.
Bangsa Rum dalam Hadits: Perjanjian dan Pengkhianatan
Beberapa hadits juga menyebutkan Bangsa Rum dalam konteks akhir zaman. Hadits-hadits ini, yang sanadnya beragam dan perlu dikaji keotentikannya secara kritis, menceritakan tentang perjanjian damai yang kemudian dilanggar oleh Bangsa Rum, mengakibatkan perang besar antara umat Islam dan Bangsa Rum. Salah satu hadits yang sering dikutip menyebutkan tentang perjanjian damai yang kemudian dilanggar, diikuti oleh pertolongan Allah kepada umat Islam, hingga kemenangan dan penaklukan wilayah yang subur. Hadits lain menyebutkan lokasi pertempuran di Al-Ghauthah, dekat Damaskus, serta peran seorang Nasrani yang mengangkat salib dan kemudian diprovokasi oleh seorang Muslim, memicu pengkhianatan besar-besaran dari pihak Rum.
Namun, perlu diingat bahwa hadits-hadits tentang akhir zaman seringkali bersifat simbolik dan metaforis. Interpretasi literal terhadap setiap detail hadits tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman. Para ulama berbeda pendapat mengenai tafsir hadits-hadits ini, dengan beberapa menekankan aspek simboliknya dan lainnya cenderung pada interpretasi yang lebih literal. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji hadits-hadits ini secara kritis, mempertimbangkan konteks sejarah dan budaya saat hadits tersebut disampaikan, serta merujuk pada pendapat para ulama yang kredibel.
Asal-usul Bangsa Rum: Perspektif Sejarah dan Genealogi
Identifikasi Bangsa Rum dengan keturunan Esau bin Ishaq, sebagaimana disebutkan dalam beberapa literatur, merupakan interpretasi genealogis yang perlu dikaji lebih lanjut. Meskipun terdapat riwayat yang mengaitkan Esau dengan bangsa Romawi dan Yunani kuno, hubungan ini tidak selalu diterima secara universal oleh para sejarawan. Kekaisaran Romawi merupakan entitas multi-etnis dan multi-budaya, dengan penduduknya berasal dari berbagai suku dan bangsa. Mengidentifikasi seluruh penduduknya sebagai keturunan tunggal Esau merupakan penyederhanaan yang berlebihan.
Sejarah mencatat migrasi besar-besaran penduduk di wilayah Mediterania dan sekitarnya. Setelah jatuhnya Konstantinopel ke tangan Kesultanan Utsmani, banyak penduduk yang bermigrasi ke berbagai wilayah, termasuk Yunani, Balkan, dan Kaukaz. Oleh karena itu, menentukan secara pasti "Bangsa Rum" di era modern memerlukan pemahaman yang lebih nuansa terhadap dinamika sejarah dan demografis.
Kesimpulan: Antara Tafsir dan Realitas
Narasi tentang Bangsa Rum sebagai pengkhianat di akhir zaman, yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits, memerlukan pendekatan yang lebih kritis dan komprehensif. Interpretasi literal terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman dan bahkan fanatisme yang tidak produktif. Analisis yang mendalam terhadap konteks historis, linguistik, dan teologis sangat penting untuk menghindari kesimpulan yang prematur dan menyesatkan.
Lebih lanjut, mengidentifikasi "Bangsa Rum" di era modern memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap dinamika sejarah dan demografis. Menggunakan narasi akhir zaman untuk menjustifikasi sentimen anti-suku atau kelompok tertentu adalah tindakan yang berbahaya dan tidak bertanggung jawab. Penting untuk membedakan antara interpretasi keagamaan dan realitas politik serta sosial.
Studi lebih lanjut yang melibatkan para ahli tafsir, sejarawan, dan sosiolog diperlukan untuk memberikan pemahaman yang lebih akurat dan berimbang tentang narasi Bangsa Rum dalam konteks akhir zaman. Tujuannya bukanlah untuk mengabaikan atau meremehkan teks-teks keagamaan, melainkan untuk menafsirkannya dengan bijak dan bertanggung jawab, menghindari interpretasi yang sempit dan berpotensi menimbulkan konflik. Pemahaman yang komprehensif akan membantu mencegah penyebaran misinformasi dan pemahaman yang keliru yang dapat memicu perpecahan dan kebencian. Fokus seharusnya tetap pada nilai-nilai perdamaian, toleransi, dan persatuan, sesuai dengan ajaran agama yang sebenarnya.