Surat Al-Mu’minun, surat ke-23 dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 118 ayat, menyimpan renungan mendalam tentang hakikat keimanan dan kekafiran. Ayat 84 hingga 91, khususnya, menyoroti ironi yang mencengangkan: kaum kafir, meski secara implisit mengakui kekuasaan Allah yang mutlak, tetap membangkang dan menolak kebenaran wahyu. Analisis berikut akan mengupas tuntas ayat-ayat tersebut, mulai dari teks Arab, transliterasi Latin, terjemahan Indonesia, hingga tafsirnya yang kaya akan makna dan implikasi.
Teks Arab, Transliterasi Latin, dan Terjemahan Indonesia:
Berikut adalah ayat Al-Mu’minun 84-91 dalam teks Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan Indonesia yang diambil sebagai rujukan:
(Catatan: Transliterasi Latin yang diberikan dalam teks sumber kurang akurat dan konsisten. Berikut transliterasi yang lebih tepat dan mengikuti kaidah umum transliterasi Al-Qur’an):
84. قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84)
Qul limanil-ardhu wa man fīhā in kuntum ta’lamūn
Katakanlah (wahai Muhammad), "Milik siapakah bumi dan semua yang ada di dalamnya, jika kamu mengetahui?"
85. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85)
Sayaqūlūna lillāhi qul afalā tadzakkarūn
Mereka akan menjawab, "Milik Allah." Katakanlah, "Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran (dan mengingat-Nya)?"
86. قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86)
Qul man rabbu ssamawāti ssab’i wa rabbu l-‘arsyil-‘aẓīm
Katakanlah, "Siapakah Tuhan (pemilik) tujuh langit dan Tuhan (pemilik) ‘Arsy yang Agung?"
87. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87)
Sayaqūlūna lillāhi qul afalā tattaqūn
Mereka akan menjawab, "Milik Allah." Katakanlah, "Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?"
88. قُلْ مَن بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88)
Qul man biyadihi malakūtu kulli syai’in wa huwa yujīru wa lā yujāru ‘alaihi in kuntum ta’lamūn
Katakanlah, "Di tangan siapakah kekuasaan atas segala sesuatu, dan Dia yang melindungi, sedangkan tidak ada yang dapat melindungi diri dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
89. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)
Sayaqūlūna lillāhi qul fa annā tusḥarūn
Mereka akan menjawab, "Milik Allah." Katakanlah, "Maka bagaimana kamu dapat tertipu (dari kebenaran)?"
90. بَلْ أَتَيْنَاهُم بِالْحَقِّ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (90)
Bal ataīnāhum bil-ḥaqqi wa innahum lakāḏibūn
Bahkan, sesungguhnya Kami telah mendatangkan kebenaran kepada mereka, tetapi mereka benar-benar pendusta.
91. مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَٰهٍ إِذَا ذَهَبَ كُلُّ إِلَٰهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَّ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ (91)
Mā ittakhażallāhu min waladin wa mā kāna ma’ahu min ilāhin iḏā żahaba kullu ilāhin bimā khalaqa wa la’alla ba’ḍuhum ‘alā ba’ḍin subḥānallāhi ‘ammā yaṣifūn
Allah tidak mengambil anak, dan tidak ada tuhan (yang lain) bersama-Nya. Jika demikian (setiap tuhan memiliki kekuasaan), niscaya setiap tuhan itu akan membawa apa yang diciptakannya, dan sebagian dari mereka akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan.
Tafsir dan Analisis Ayat Al-Mu’minun 84-91:
Ayat-ayat ini merupakan bagian dari rangkaian ayat yang membantah klaim kaum kafir Mekkah yang meragukan kebangkitan kembali setelah kematian. Mereka menganggap janji kebangkitan itu sebagai dongeng-dongeng leluhur yang tidak masuk akal. Allah SWT, melalui ayat-ayat ini, membongkar ketidakkonsistenan dan kesesatan berpikir kaum kafir tersebut.
Ayat 84-85: Kepemilikan Bumi dan Pengakuan Terselubung:
Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengajukan pertanyaan sederhana namun mendalam kepada kaum kafir: "Milik siapakah bumi dan semua isinya?" Pertanyaan ini dirancang untuk menguji pemahaman mereka tentang penciptaan dan kekuasaan Tuhan. Jawaban mereka, "Milik Allah," mengungkapkan pengakuan terselubung akan kekuasaan Allah yang maha luas. Namun, Allah SWT kemudian menambahkan, "Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran (dan mengingat-Nya)?" Ini merupakan teguran keras. Mereka mengakui kekuasaan Allah, tetapi gagal untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari pengakuan tersebut dalam kehidupan mereka. Mereka tetap terjebak dalam kesesatan dan kekafiran.
Ayat 86-87: Tuhan Langit Tujuh dan ‘Arsy Agung: Takwa yang Hilang:
Pertanyaan selanjutnya mengarah pada kepemilikan tujuh langit dan ‘Arsy yang Agung. ‘Arsy melambangkan kebesaran dan kekuasaan Allah yang tak terbatas. Sekali lagi, jawaban kaum kafir, "Milik Allah," menunjukkan pemahaman mereka tentang kekuasaan ilahi. Namun, Allah SWT kembali mempertanyakan, "Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" Ini menunjukkan kesenjangan antara pengakuan lisan dan tindakan nyata. Mereka mengakui kekuasaan Allah, tetapi tidak takut akan azab-Nya dan tidak tunduk pada perintah-Nya. Takwa, sebagai manifestasi keimanan yang sejati, sama sekali absen dalam kehidupan mereka.
Ayat 88: Kekuasaan Mutlak dan Perlindungan Ilahi:
Ayat 88 menyoroti kekuasaan Allah yang mutlak atas segala sesuatu. Allah SWT adalah pelindung sejati, dan tidak ada kekuatan lain yang dapat melindungi dari azab-Nya. Pertanyaan ini semakin menguatkan argumentasi Allah SWT. Kekuasaan Allah yang absolut dan kemampuan-Nya untuk melindungi atau menjatuhkan azab adalah bukti nyata dari keesaan dan kebesaran-Nya.
Ayat 89: Ironi Ketipuan:
Setelah kembali mendapatkan jawaban "Milik Allah," Allah SWT melontarkan pertanyaan retoris yang mengungkap ironi mendalam: "Maka bagaimana kamu dapat tertipu (dari kebenaran)?" Ini adalah puncak dari kritik Allah SWT terhadap kaum kafir. Mereka mengakui kekuasaan Allah, tetapi tetap tertipu oleh kesesatan dan hawa nafsu mereka sendiri. Mereka terjebak dalam kebohongan dan menolak kebenaran yang telah diwahyukan.
Ayat 90: Kebenaran yang Ditolak:
Ayat 90 menegaskan bahwa Allah SWT telah menyampaikan kebenaran kepada mereka melalui Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur’an. Namun, kaum kafir menolak kebenaran tersebut dan tetap bersikukuh pada kebohongan dan kesesatan mereka. Mereka adalah pendusta yang secara sadar menolak petunjuk ilahi.
Ayat 91: Penolakan Konsep Keturunan Ilahi:
Ayat terakhir membantah kepercayaan sesat kaum musyrik yang mengaitkan Allah SWT dengan anak atau keturunan. Allah SWT menegaskan keesaan-Nya yang mutlak. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada konsep keturunan yang berlaku bagi-Nya. Analogi yang diberikan menunjukkan ketidakmungkinan adanya banyak tuhan yang berkuasa secara bersamaan. Jika setiap tuhan memiliki kekuasaan atas ciptaannya, akan terjadi pertentangan dan kekacauan. Ini menunjukkan kebodohan dan kesesatan berpikir kaum musyrik yang menyamakan Allah SWT dengan manusia yang terbatas dan penuh kelemahan. Ungkapan "Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan" menunjukkan penolakan Allah SWT terhadap atribut-atribut yang keliru dan tidak pantas disematkan kepada-Nya.
Kesimpulan:
Ayat Al-Mu’minun 84-91 merupakan bukti nyata dari strategi dakwah Allah SWT yang menggabungkan argumentasi rasional dengan teguran keras. Ayat-ayat ini menunjukkan bagaimana kaum kafir, dengan pengakuan terselubung mereka akan kekuasaan Allah, tetap terjerat dalam kesesatan dan kekafiran. Mereka menolak kebenaran yang telah diwahyukan, tertipu oleh hawa nafsu, dan mencampuradukkan akidah tauhid dengan kepercayaan-kepercayaan sesat. Ayat-ayat ini menjadi pelajaran berharga bagi umat manusia untuk senantiasa merenungkan kekuasaan Allah SWT dan mengambil hikmah dari setiap ayat Al-Qur’an agar terhindar dari kesesatan dan kekafiran. Lebih dari itu, ayat ini juga menjadi pengingat akan pentingnya konsistensi antara pengakuan iman dan amal perbuatan dalam kehidupan sehari-hari.