Jakarta, 4 Februari 2025 – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Abdul Mu’ti menyatakan bahwa program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang dikenal sebagai Asta Cita, memiliki landasan filosofis yang kuat, bersumber dari nilai-nilai Islami dan Al-Qur’ani. Delapan poin program unggulan tersebut, yang diarahkan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, diyakini Mu’ti sebagai langkah strategis menuju Indonesia yang lebih adil, makmur, dan berdaya saing global.
Dalam paparannya pada Sarasehan Ulama di The Sultan Hotel & Residence Jakarta, Selasa (4/2/2025), Mu’ti mengungkapkan interpretasi terhadap kaitan Asta Cita dengan ajaran Islam. Ia menjelaskan bahwa program tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip kepemimpinan dan pembangunan yang diidealkan dalam Al-Qur’an. Sebagai contoh, ia merujuk pada kisah Nabi Thalut yang dipilih menjadi pemimpin karena keunggulan ilmu dan fisiknya.
"Kalau kita membaca Al-Qur’an, disebutkan bahwa Thalut menjadi pemimpin karena dia punya kelebihan. Kelebihan (yang) diberikan Allah SWT kepada Thalut adalah ilmunya luas (dan) fisiknya kuat. Saya kira itu Asta Cita nomor 4 itu sangat Qur’ani," tegas Mu’ti, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa poin keempat dalam program Asta Cita, yang kemungkinan besar berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas pendidikan, dipandang selaras dengan penekanan Al-Qur’an terhadap pentingnya ilmu pengetahuan sebagai pondasi kemajuan.
Lebih lanjut, Mu’ti menekankan peran krusial ilmu pengetahuan dalam menghadapi tantangan masa depan. Ia mengaitkan hal ini dengan konsep pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Menurutnya, ilmu pengetahuan bukan hanya sebagai alat, tetapi juga sebagai konstruksi dasar dalam pembangunan ekonomi yang kokoh dan berdaya saing.
"Ekonomi yang konstruksi dasarnya adalah ilmu. Karena itu maka tentu saja pendidikan harus menyiapkan generasi bangsa kita ini untuk semakin memiliki ilmu," jelasnya. Pernyataan ini menunjukkan pandangan Mendikbudristek mengenai peran sektor pendidikan dalam mendukung terwujudnya tujuan Asta Cita, khususnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis inovasi dan teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa program Asta Cita tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi secara sempit, melainkan juga memperhatikan aspek pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai faktor penting dalam mencapai Indonesia Emas 2045.
Selain ilmu pengetahuan, Mu’ti juga menyoroti pentingnya integritas atau al-aminu sebagai kunci kesuksesan individu dan bangsa. Ia berpendapat bahwa tanpa integritas, setiap upaya pembangunan akan sulit untuk berhasil.
"Kalau orang tidak punya integritas, dia tidak akan sukses dalam pekerjaannya. Inilah saya kira yang coba kita siapkan di masa depan," tegasnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Asta Cita tidak hanya berfokus pada aspek teknis dan ekonomi, melainkan juga memperhatikan aspek moral dan etika sebagai fondasi pembangunan bangsa. Integritas dipandang sebagai modal utama dalam mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur.
Sarasehan Ulama, yang menjadi wadah diskusi Mu’ti, merupakan inisiatif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bekerja sama dengan detikHikmah dan detikcom. Acara yang disiarkan secara langsung melalui live streaming detikcom ini mendapatkan dukungan dari Bank Syariah Indonesia dan MIND ID. Kehadiran Mendikbudristek dalam acara ini menunjukkan upaya pemerintah untuk melibatkan para ulama dan tokoh agama dalam proses pembangunan nasional. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sinargi antara aspek keagamaan dan aspek kebijakan publik dalam mewujudkan tujuan nasional.
Lebih jauh, pernyataan Mendikbudristek menunjukkan upaya pemerintah untuk menghubungkan visi nasional dengan nilai-nilai agama. Hal ini merupakan langkah strategis dalam membangun konsensus nasional dan mendapatkan dukungan luas dari masyarakat. Dengan mengaitkan Asta Cita dengan nilai-nilai Islami dan Al-Qur’ani, pemerintah berupaya untuk menciptakan rasa pemilikan dan kesamaan persepsi di kalangan masyarakat terhadap program tersebut.
Namun, perlu diperhatikan bahwa penafsiran nilai-nilai agama dalam konteks kebijakan publik selalu memiliki potensi untuk menimbulkan perdebatan dan interpretasi yang berbeda. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk terus melakukan dialog dan komunikasi yang intensif dengan berbagai kalangan masyarakat untuk menjelaskan dan memperjelas kaitan antara Asta Cita dengan nilai-nilai agama. Transparansi dan partisipasi publik sangat penting untuk memastikan bahwa program Asta Cita benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang diharapkan.
Selain itu, implementasi Asta Cita juga perlu diawasi dengan ketat untuk memastikan bahwa program tersebut benar-benar berdampak positif bagi masyarakat. Indikator keberhasilan program harus diukur secara objektif dan transparan, sehingga dapat dipantau secara berkelanjutan. Evaluasi dan penyesuaian program juga perlu dilakukan secara periodik untuk memastikan bahwa program tersebut tetap relevan dan efektif dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Kesimpulannya, pernyataan Mendikbudristek mengenai kaitan Asta Cita dengan nilai-nilai Islami dan Al-Qur’ani menunjukkan upaya pemerintah untuk menciptakan landasan ideologis yang kuat bagi program tersebut. Namun, implementasi program ini perlu dilakukan dengan bijak dan transparan untuk memastikan bahwa program tersebut benar-benar berdampak positif bagi masyarakat dan mewujudkan Indonesia Emas 2045. Peran serta semua pihak, termasuk ulama, akademisi, dan masyarakat luas, sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Keberhasilan Asta Cita tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada partisipasi aktif dan kesadaran semua komponen bangsa.