Jakarta, 4 Februari 2025 – Gelaran Sarasehan Ulama yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025), menjadi panggung diskusi penting mengenai “Asta Cita” pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Acara yang bertajuk "Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU" ini menghadirkan menteri Kabinet Indonesia Maju, ulama terkemuka Nahdlatul Ulama (NU), dan para pemikir bangsa untuk mengkaji secara mendalam visi dan misi pemerintahan baru tersebut, khususnya dalam konteks nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan. Diskusi yang terbagi dalam tiga sesi ini menghasilkan perspektif yang kaya dan komprehensif, menggarisbawahi komitmen pemerintah dalam membangun Indonesia yang adil, makmur, dan bermartabat.
Sarasehan Ulama ini bukan sekadar forum diskusi biasa. Ia merupakan manifestasi nyata dari peran strategis NU sebagai pilar utama dalam menjaga harmoni sosial dan kemitraan konstruktif dengan pemerintah. Di tengah perayaan Hari Lahir (Harlah) ke-102 NU, acara ini semakin bermakna, menegaskan komitmen organisasi terbesar di Indonesia ini dalam mengawal perjalanan bangsa menuju masa depan yang lebih cerah. Dukungan dari Bank Syariah Indonesia dan MIND ID pun semakin memperkuat pesan kolaborasi dan sinergi antar berbagai elemen bangsa dalam membangun Indonesia.
Salah satu poin penting yang diangkat dalam sarasehan ini adalah analisis mendalam terhadap "Asta Cita" itu sendiri. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Abdul Mu’ti, memberikan pandangannya bahwa visi pemerintahan Prabowo-Gibran tersebut sejalan dan bahkan berakar pada nilai-nilai Islami dan Al-Qur’ani. Penjelasan beliau memberikan landasan teologis dan filosofis yang kuat bagi kebijakan-kebijakan yang akan dijalankan pemerintah. Penjelasan ini bukan hanya sekedar pernyataan simbolik, melainkan analisis yang mendalam tentang bagaimana nilai-nilai agama dapat diimplementasikan dalam konteks pembangunan nasional.
Lebih jauh, Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Mohammad Nuh DEA, memberikan perspektif yang tajam dan relevan dengan realitas sosial Indonesia. Beliau menekankan bahwa kunci keberhasilan menuju Indonesia Emas 2045 terletak pada pemberdayaan kaum dhuafa. Menurutnya, keberhasilan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial tidak akan tercapai secara optimal jika kelompok masyarakat marjinal masih tertinggal. Hal ini menjadi esensi dari visi Indonesia Emas 2045, yang tidak hanya mengejar angka-angka pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga mengedepankan keadilan sosial dan pemerataan pembangunan.
KH. Mohammad Nuh juga menyoroti peran krusial pendidikan dalam upaya memutus mata rantai kemiskinan. Beliau menyebut pendidikan sebagai sistem rekayasa sosial yang paling efektif, teruji, dan terpuji dalam upaya tersebut. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya investasi besar-besaran dalam sektor pendidikan, baik dari segi kualitas maupun aksesibilitas, sebagai kunci pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Investasi ini tidak hanya berupa pembangunan infrastruktur fisik, tetapi juga pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas guru, dan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kehadiran Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), dalam sarasehan ini semakin memperkaya diskusi. Kehadiran beliau mewakili komitmen pemerintah dalam melibatkan berbagai kementerian dan lembaga dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Keikutsertaan menteri dari berbagai bidang menunjukkan bahwa Asta Cita bukanlah sekadar slogan, melainkan sebuah rencana aksi yang terintegrasi dan melibatkan seluruh sektor pembangunan.
Sarasehan ini juga menjadi ajang bagi para ulama untuk memberikan masukan dan rekomendasi kepada pemerintah. Mereka tidak hanya berperan sebagai pencerah, tetapi juga sebagai mitra kritis yang memberikan perspektif keagamaan dan sosial-budaya dalam pengambilan kebijakan. Hal ini menunjukkan pentingnya dialog dan kolaborasi antara pemerintah dan ulama dalam membangun bangsa.
Lebih dari sekadar diskusi akademis, sarasehan ini merupakan refleksi dari komitmen NU dalam menjaga harmoni sosial dan keberagaman di Indonesia. NU, sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Keikutsertaan aktif NU dalam mengawal implementasi Asta Cita menunjukkan komitmen organisasi ini dalam mendukung pemerintah dalam mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara keseluruhan, Sarasehan Ulama mengenai Asta Cita Prabowo-Gibran ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang visi pemerintahan baru dan bagaimana visi tersebut dikaji dari perspektif keagamaan dan kebangsaan. Diskusi ini bukan hanya sekedar membahas rencana pembangunan, tetapi juga membahas nilai-nilai dasar yang menjadi landasan pembangunan tersebut. Kehadiran menteri dan ulama dalam satu forum menunjukkan komitmen pemerintah dan organisasi keagamaan dalam membangun sinergi dan kolaborasi yang kuat untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Harapannya, kajian mendalam ini akan menjadi pijakan yang kokoh bagi pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan dan mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045. Peran serta masyarakat, khususnya dalam mendukung program-program pemerintah yang sejalan dengan Asta Cita, menjadi kunci keberhasilan pembangunan nasional. Sarasehan ini menjadi bukti nyata bahwa pembangunan yang berkelanjutan dan bermartabat hanya dapat terwujud melalui kolaborasi dan sinergi seluruh elemen bangsa, dengan landasan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan yang kokoh. Keberhasilan implementasi Asta Cita akan menjadi cerminan dari komitmen bersama dalam membangun Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat. Peran serta seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, ulama, dan masyarakat umum, menjadi kunci utama dalam mewujudkan visi tersebut. Semoga sarasehan ini menjadi momentum penting dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka membangun Indonesia yang lebih baik di masa depan.