Jeddah, Arab Saudi – Pemerintah Arab Saudi, melalui Kementerian Urusan Islam, Dakwah, dan Bimbingan, telah mengeluarkan larangan tegas terkait penggunaan kamera untuk merekam aktivitas salat Tarawih, termasuk siaran langsung selama pelaksanaan ibadah Ramadan tersebut. Larangan ini, yang diberitakan oleh Middle East Monitor mengutip sumber resmi dari Saudi Press Agency (SPA), berlaku tidak hanya untuk salat Tarawih, namun juga untuk seluruh salat jemaah yang dilaksanakan di masjid-masjid di seluruh penjuru kerajaan.
Keputusan kontroversial ini diklaim bertujuan untuk menjaga kesucian dan kekhusyukan suasana ibadah di masjid. Kementerian menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para jamaah untuk beribadah dengan khusyuk dan tenang, tanpa gangguan dari aktivitas perekaman yang dapat mengalihkan konsentrasi dan mengganggu kekhidmatan ibadah. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah Arab Saudi untuk mempromosikan pemahaman dan praktik Islam yang autentik dan mendalam, di mana fokus utama terletak pada hubungan spiritual individu dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Lebih lanjut, Kementerian juga menegaskan pentingnya peran para imam dan khatib dalam membimbing jamaah untuk senantiasa menjaga etika dan adab yang semestinya di dalam masjid. Mereka diharapkan untuk memberikan teladan dan panduan kepada jamaah agar senantiasa menjaga kesucian tempat ibadah dan menghormati kekhusyukan ibadah orang lain. Larangan ini, menurut Kementerian, merupakan bagian integral dari upaya untuk menciptakan lingkungan ibadah yang lebih tertib, khusyuk, dan penuh dengan rasa khidmat.
Selain larangan perekaman, Kementerian juga mengeluarkan aturan terkait pengumpulan donasi untuk kegiatan buka puasa bersama di masjid. Kegiatan buka puasa bersama tetap diperbolehkan, namun harus dilakukan di lokasi-lokasi yang telah ditentukan dan disetujui oleh otoritas terkait. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah potensi penyalahgunaan dan memastikan transparansi dalam pengelolaan donasi serta menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan masjid.
Langkah-langkah ini diambil menjelang dimulainya bulan suci Ramadan di Arab Saudi, yang diperkirakan akan jatuh pada hari Sabtu, 1 Maret 2025. Prediksi ini disampaikan oleh Presiden Masyarakat Astronomi Jeddah (JAS), Majed Abu Zahwa, berdasarkan perhitungan astronomi yang akurat. Persiapan menyambut Ramadan di Arab Saudi, khususnya di dua masjid suci, Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, telah dilakukan secara intensif.
Otoritas Umum Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi telah merilis jadwal resmi pelaksanaan salat Tarawih di kedua masjid suci tersebut. Salat Tarawih di Masjidil Haram akan dilaksanakan sebanyak 10 rakaat dengan 5 kali salam, dilanjutkan dengan 3 rakaat salat witir. Jadwal serupa juga diterapkan di Masjid Nabawi, dengan rincian yang sama: 10 rakaat salat Tarawih dengan 5 salam dan 3 rakaat salat witir. Informasi ini telah diumumkan secara resmi melalui akun media sosial resmi Inside the Haramain (@insharifain) pada Senin, 17 Februari 2025.
Pengumuman ini juga menyebutkan bahwa tujuh imam terkemuka akan bergantian memimpin salat Tarawih di Masjidil Haram selama bulan Ramadan. Salah satu imam yang akan memimpin salat Tarawih adalah Syekh Abdurrahman as-Sudais, seorang tokoh agama ternama yang dikenal luas akan kualitas bacaan Al-Qurannya yang merdu dan khusyuk. Kehadiran para imam terkemuka ini diharapkan dapat semakin meningkatkan kekhusyukan dan ketaqwaan jamaah yang melaksanakan salat Tarawih di Masjidil Haram.
Larangan merekam salat Tarawih ini telah memicu beragam reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian pihak mendukung kebijakan ini dengan alasan menjaga kesucian dan kekhusyukan ibadah, sementara sebagian lainnya menyayangkan larangan tersebut karena dapat membatasi akses informasi dan dokumentasi kegiatan keagamaan bagi masyarakat luas. Mereka berpendapat bahwa siaran langsung salat Tarawih dapat memberikan kesempatan bagi umat Islam di seluruh dunia untuk turut merasakan khidmatnya ibadah di dua masjid suci tersebut.
Namun, pemerintah Arab Saudi bersikukuh pada keputusannya, menekankan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah untuk melindungi kesucian dan kekhusyukan ibadah di masjid. Mereka berpendapat bahwa aktivitas perekaman, meskipun dilakukan dengan niat baik, dapat berpotensi mengganggu kekhusyukan jamaah lain dan mengurangi nilai spiritual ibadah. Oleh karena itu, larangan ini dianggap sebagai langkah yang perlu untuk menjaga kesucian dan kekhidmatan ibadah di masjid-masjid di Arab Saudi.
Perdebatan seputar kebijakan ini juga menyoroti kompleksitas modernisasi dan teknologi dalam konteks praktik keagamaan. Di satu sisi, teknologi dapat digunakan untuk memperluas aksesibilitas dan pemahaman agama, namun di sisi lain, ia juga dapat berpotensi mengganggu kesucian dan kekhusyukan ibadah. Pemerintah Arab Saudi, dalam hal ini, tampaknya berupaya untuk menyeimbangkan kedua aspek tersebut dengan menekankan pentingnya menjaga kesucian tempat ibadah di tengah perkembangan teknologi yang pesat.
Lebih jauh lagi, kebijakan ini juga dapat dilihat sebagai bagian dari upaya pemerintah Arab Saudi untuk mengontrol narasi publik dan memastikan bahwa citra Islam yang disampaikan kepada dunia luar sesuai dengan interpretasi resmi pemerintah. Dengan membatasi akses perekaman di masjid, pemerintah dapat lebih mudah mengatur dan mengendalikan informasi yang disebarluaskan terkait praktik keagamaan di Arab Saudi.
Meskipun kontroversial, kebijakan ini mencerminkan upaya pemerintah Arab Saudi untuk menjaga kesucian dan kekhusyukan ibadah di masjid-masjid, yang merupakan inti dari ajaran Islam. Keputusan ini juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengatur dan mengelola kegiatan keagamaan di negara tersebut, sejalan dengan visi dan misi pemerintah dalam membangun masyarakat yang taat beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Namun, perdebatan dan diskusi publik terkait kebijakan ini akan terus berlanjut, menunjukkan kompleksitas interaksi antara agama, teknologi, dan kontrol sosial di era modern. Bagaimana dampak jangka panjang kebijakan ini terhadap pemahaman dan praktik keagamaan di Arab Saudi dan dunia masih perlu dikaji lebih lanjut. Perlu diingat bahwa setiap kebijakan memiliki konsekuensi dan dampak yang perlu dipertimbangkan secara matang dan komprehensif.