Jakarta, 24 Februari 2025 – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) hari ini merilis hasil analisis prakiraan posisi hilal sebagai penentu awal Ramadan 1446 H/2025 M. Data hisab yang akurat ini menjadi rujukan penting bagi pemerintah dan masyarakat, khususnya bagi mereka yang akan melaksanakan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan suci tersebut. Laporan BMKG yang diterbitkan tanggal 20 Februari 2025 ini menyajikan data komprehensif, mulai dari waktu konjungsi (ijtimak), waktu terbenam matahari, ketinggian hilal, elongasi, umur bulan, hingga fraksi iluminasi bulan. Lebih jauh lagi, BMKG juga mencatat potensi gangguan astronomis yang dapat mempengaruhi proses rukyatul hilal.
Konjungsi dan Waktu Terbenam Matahari: Faktor Penentu Awal Ramadan
Berdasarkan perhitungan BMKG, konjungsi atau ijtimak—yakni saat matahari, bumi, dan bulan berada pada satu garis lurus—akan terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025, pukul 07.44.38 WIB (Waktu Indonesia Barat), 08.44.38 WITA (Waktu Indonesia Tengah), dan 09.44.38 WIT (Waktu Indonesia Timur). Hal krusial yang perlu diperhatikan adalah waktu terbenam matahari. BMKG mencatat waktu terbenam matahari paling awal terjadi di Waris, Papua, pukul 17.54.26 WIT, sementara waktu terbenam matahari paling akhir tercatat di Banda Aceh, Aceh, pukul 18.51.31 WIB. Perbedaan waktu terbenam matahari ini penting karena mempengaruhi visibilitas hilal di berbagai wilayah Indonesia.
Kesimpulan penting yang disampaikan BMKG adalah konjungsi terjadi sebelum matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia pada 28 Februari 2025. Ini berarti, secara astronomis, pelaksanaan rukyatul hilal bagi mereka yang menggunakan metode rukyat sebagai penentu awal Ramadan dapat dilakukan setelah matahari terbenam pada tanggal tersebut. Namun, bagi mereka yang menggunakan metode hisab, BMKG menekankan perlunya mempertimbangkan kriteria hisab yang berlaku saat matahari terbenam pada 28 Februari 2025. Kriteria hisab ini beragam dan bergantung pada mazhab atau metode perhitungan yang digunakan.
Parameter Astronomis Hilal: Ketinggian, Elongasi, Umur, dan Fraksi Iluminasi
Laporan BMKG juga memberikan detail parameter astronomis hilal yang relevan untuk menentukan kemunculan bulan sabit. Ketinggian hilal saat matahari terbenam pada 28 Februari 2025 bervariasi di seluruh Indonesia, berkisar antara 3.02 derajat di Merauke, Papua, hingga 4.69 derajat di Sabang, Aceh. Elongasi, atau sudut pisah antara bulan dan matahari, juga bervariasi, berkisar antara 4.78 derajat di Waris, Papua, hingga 6.4 derajat di Banda Aceh, Aceh. Umur bulan, yang menunjukkan selang waktu sejak konjungsi, berkisar antara 8.16 jam di Waris, Papua, hingga 11.11 jam di Banda Aceh, Aceh. Terakhir, fraksi iluminasi bulan, atau persentase permukaan bulan yang diterangi matahari, berkisar antara 0.11 persen di Jayapura, Papua, hingga 0.22 persen di Banda Aceh, Aceh.
Seluruh parameter ini saling berkaitan dan menjadi faktor penentu kemudahan atau kesulitan dalam melakukan rukyatul hilal. Ketinggian hilal yang rendah, elongasi yang kecil, umur bulan yang muda, dan fraksi iluminasi yang kecil akan menyulitkan proses pengamatan hilal, terutama di daerah dengan kondisi cuaca yang kurang mendukung.
Lag (Selisih Waktu Terbenam): Perbedaan Waktu Terbenam Matahari dan Bulan
BMKG juga mencatat selisih waktu terbenam antara bulan dan matahari (lag) di berbagai wilayah Indonesia. Lag ini berkisar antara 15.31 menit di Merauke, Papua, hingga 22.55 menit di Sabang, Aceh. Semakin besar lag, semakin lama waktu yang tersedia untuk melakukan pengamatan hilal setelah matahari terbenam. Namun, faktor-faktor lain seperti ketinggian hilal dan kondisi cuaca tetap menjadi penentu utama keberhasilan rukyatul hilal.
Potensi Gangguan Astronomis: Saturnus dan Merkurius
Laporan BMKG juga menyoroti potensi gangguan astronomis yang dapat mempengaruhi proses rukyatul hilal. Pada 28 Februari 2025, planet Saturnus dan Merkurius akan berada relatif dekat dengan bulan, dengan jarak sudut kurang dari 10 derajat. Keberadaan kedua planet ini berpotensi menimbulkan kesulitan dalam pengamatan hilal, karena cahaya dari planet-planet tersebut dapat mengganggu penglihatan hilal, terutama bagi pengamat yang menggunakan alat bantu pengamatan yang kurang canggih. Pengamat yang kurang berpengalaman mungkin keliru mengidentifikasi planet-planet tersebut sebagai hilal. Oleh karena itu, BMKG menekankan pentingnya kehati-hatian dan keahlian dalam melakukan rukyatul hilal.
Kesimpulan dan Rekomendasi BMKG
Data yang disajikan BMKG memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kondisi astronomis pada saat menjelang awal Ramadan 1446 H/2025 M. Meskipun secara astronomis konjungsi terjadi sebelum matahari terbenam di seluruh Indonesia, kesulitan dalam merukyat hilal tetap mungkin terjadi, terutama di wilayah-wilayah dengan ketinggian hilal yang rendah dan potensi gangguan astronomis dari Saturnus dan Merkurius. BMKG merekomendasikan agar proses rukyatul hilal dilakukan dengan cermat dan teliti, dengan mempertimbangkan seluruh parameter astronomis yang telah diuraikan, serta mempertimbangkan kondisi cuaca dan keahlian para pengamat. Kerjasama dan koordinasi antar lembaga terkait juga sangat penting untuk memastikan keseragaman penentuan awal Ramadan di seluruh Indonesia. Informasi ini diharapkan dapat membantu pemerintah, organisasi keagamaan, dan masyarakat dalam mempersiapkan diri menghadapi penentuan awal Ramadan 1446 H/2025 M. BMKG senantiasa berkomitmen untuk memberikan informasi akurat dan terpercaya untuk mendukung berbagai kegiatan, termasuk penentuan awal bulan kamariah.