Surat Al-Isra ayat 44 merupakan ayat yang sarat makna, menegaskan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang maha luas. Ayat ini menjadi pengantar renungan mendalam tentang keesaan Tuhan dan kesombongan manusia yang kerap melupakan tanda-tanda kebesaran-Nya. Ayat tersebut berbunyi: "تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ ۖ وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِن لَّا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا" (Tusabbihu lahus-samaawaatus-sab’u wal-ardhu wa man fihinna wa in min syai’in illa yusabbihu bihamdihi walaakin laa tafqahuna tasbiihahum innahu kaana haliiman ghafuuraa).
Terjemahannya menurut Departemen Agama RI: "Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun."
Ayat ini, yang terdapat dalam surat Al-Isra (surat ke-17 dalam Al-Qur’an), surat Makkiyah yang terdiri dari 111 ayat, mengungkapkan realitas kosmik yang luar biasa. Bukan hanya langit dan bumi, tetapi semua yang ada di dalamnya—makhluk hidup maupun benda mati—menjalankan tasbih, sebuah bentuk pujian dan pengakuan akan kebesaran Allah SWT. Tasbih ini bukan sekadar gerakan fisik, melainkan manifestasi dari hukum-hukum alam yang tercipta dan berjalan sesuai kehendak-Nya. Gerakan planet, siklus hidup tumbuhan, proses alamiah lainnya, semuanya merupakan bukti nyata dari tasbih alam semesta.
Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka memberikan perspektif yang menarik. Beliau menyinggung pandangan beberapa filsuf yang mengaitkan kehidupan dengan alam semesta, bahkan menyamakan bintang-bintang dengan entitas hidup atau dewa-dewa, sebuah pandangan yang berakar pada mitologi Yunani kuno. Namun, Buya Hamka menegaskan bahwa pengetahuan manusia tentang alam semesta sangat terbatas dibandingkan dengan ilmu Allah SWT yang maha luas. Kita hanya mampu mengamati dan menafsirkan sebagian kecil dari fenomena alam, sementara Allah SWT Maha Mengetahui segala rahasia di baliknya.
Sebagai contoh, proses pertumbuhan sebuah pohon dari biji kecil hingga menjadi pohon besar yang rindang dan berbuah, merupakan bukti nyata dari tasbih. Proses ini terjadi secara sistematis dan terencana, mengikuti hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Allah SWT. Ketepatan dan kompleksitas proses tersebut menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Sang Pencipta. Setiap detail, dari proses fotosintesis hingga mekanisme reproduksi, merupakan bukti nyata dari kekuasaan dan kebijaksanaan Allah SWT yang tak terbantahkan.
Lebih jauh, ayat ini menyoroti sikap kaum musyrikin Makkah pada masa itu. Mereka, yang tenggelam dalam kemusyrikan dan penyembahan berhala, gagal memahami tasbih alam semesta. Keengganan mereka mengakui keesaan Allah SWT membuat mereka buta terhadap tanda-tanda kebesaran-Nya yang begitu nyata. Mereka tidak mampu melihat bagaimana hukum-hukum alam yang mengatur seluruh ciptaan, sesungguhnya merupakan bentuk tasbih yang agung kepada Allah SWT.
Ungkapan "kamu tidak mengerti tasbih mereka" menunjukkan keterbatasan pemahaman manusia terhadap hukum-hukum alam. Hanya orang-orang yang berilmu dan berakal budi yang mampu memahami kompleksitas alam semesta dan menafsirkan tasbih yang tersembunyi di baliknya. Pemahaman ini membutuhkan pengetahuan ilmiah dan keimanan yang kuat, yang mampu menghubungkan antara fenomena alam dengan kebesaran Sang Pencipta.
Namun, Allah SWT dalam sifat-Nya yang Maha Pengampun (Ghafur) dan Maha Penyantun (Haliim), tidak serta-merta menjatuhkan azab kepada kaum musyrikin Makkah. Meskipun mereka telah melakukan kemusyrikan dan mengabaikan tanda-tanda kebesaran-Nya, Allah SWT tetap memberikan kesempatan untuk bertaubat. Pintu taubat selalu terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin kembali kepada-Nya dengan penyesalan yang tulus dan kesungguhan untuk meninggalkan segala bentuk kemusyrikan.
Ayat 44 Surat Al-Isra ini bukan hanya sekadar pernyataan tentang tasbih alam semesta, tetapi juga sebuah ajakan untuk merenungkan kebesaran Allah SWT dan mengingatkan kita akan pentingnya mengamati dan memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya di alam semesta. Ayat ini juga menjadi kritik halus terhadap sikap manusia yang seringkali sombong dan melupakan Sang Pencipta di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Lebih dari itu, ayat ini mengajak kita untuk memahami tasbih alam semesta bukan hanya secara literal, tetapi juga secara metaforis. Tasbih alam semesta merupakan refleksi dari keteraturan dan keseimbangan alam yang diatur oleh Allah SWT. Keteraturan ini menunjukkan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya yang tak terhingga. Dari gerakan planet yang sangat presisi hingga proses evolusi yang kompleks, semuanya menunjukkan kebesaran Allah SWT.
Dalam konteks kekinian, ayat ini juga mengajak kita untuk menghargai alam semesta dan melestarikannya. Sebagai bagian dari alam semesta yang bertasbih kepada Allah SWT, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam dan mencegah kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan merupakan bentuk penghinaan terhadap kebesaran Allah SWT dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Kesimpulannya, Surat Al-Isra ayat 44 merupakan ayat yang mendalam dan menguatkan keimanan. Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan kebesaran Allah SWT melalui tasbih alam semesta, serta mengingatkan kita akan pentingnya bertaubat dan meninggalkan segala bentuk kemusyrikan. Pemahaman yang utuh terhadap ayat ini akan membawa kita kepada kesadaran yang lebih dalam tentang kekuasaan dan kebijaksanaan Allah SWT, serta mengarahkan kita untuk hidup lebih bermakna dan bermanfaat bagi sesama dan alam sekitar. Ayat ini juga menjadi pengingat akan pentingnya keseimbangan antara pengembangan ilmu pengetahuan dan keimanan yang kuat, sehingga kemajuan ilmu pengetahuan tidak mengarah pada kesombongan dan kelalaian terhadap Sang Pencipta.