ERAMADANI.COM, JAKARTA – Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengkritik dua kebijakan Presiden Jokowi pada sektor energi. Kedua kebijakan itu ialah gasifikasi batu bara dan program biodiesel. Selain itu, Ahok ingin menerapkan prinsip bisnis China atau 3C, yaitu Cuan, Cengli, dan Cincai.
Terkait proyek gasifikasi batu bara, Ahok menilai proyek itu kurang ekonomis.
Sementara Presiden Jokowi mendorong batu bara agar terolah menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk bahan baku pengganti LPG. Hal itu bertujuan menekan impor LPG.
Melansir dari kumparan.com, menurut Ahok, DME lebih mahal daripada LPG, sehingga butuh subsidi agar harganya terjangkau masyarakat.
Pertamina merupakan salah satu BUMN yang mendapat tugas mengerjakan proyek gasifikasi batu bara.
Adapun proyek itu bersama dengan PT Bukit Asam Tbk (Persero) dan menggandeng Air Products dari Amerika Serikat sebagai investor.
Selain terkait DME, Ahok juga mengkritik kebijakan Biodiesel 30 persen atau B30.
Ia berpendapat bahwa harus ada fleksibilitas dari program itu, lantaran harga CPO yang terus bergerak.
Oleh karenanya, baiknya CPO diekspor ketika harganya sedang tinggi, tak perlu dipaksakan untuk biodiesel di dalam negeri.
“FAME (minyak sawit yang diubah menjadi biodiesel) bisa mengurangi defisit. Harusnya, ketika harga CPO lebih tinggi dari minyak mentah, akan lebih baik diekspor karena tidak ada gunanya produksi very high untuk FAME,” ujar Ahok.
Prinsip Bisnis China dalam Pertamina, Bagaimana Itu?
Ahok berkeinginan terapkan prinsip 3C yang terkenal di China ke BUMN perminyakan yang tengah ia awasinya.
Prinsip 3C itu adalah Cuan, Cengli, dan Cincai. Menurutnya prinsip 3C itu perlu ada dalam Pertamina, sebab hal itu sebagai daya tarik menggaet investor.
Pertama, Cuan yang artinya profit atau untung. Prinsip ini pasti investor incar ketika mempertimbangkan untuk berbisnis, termasuk ke Pertamina. Kedua, Cengli artinya sebagai keterbukaan atau fairness. Ketiga, Cincai yang maksudnya kemudahan atau fleksibilitas saat berkompromi.
(ITM)