ERAMADANI.COM, JEMBRANA – Nasib malang mesti menimpa Ni Made Mita Sri Wulandari, salah seorang warga Kabupaten Jembrana. Remaja 14 tahun dari keluarga pra-sejahtera itu harus pulang pergi ke Denpasar secara berkala untuk berjuang melawan kanker serviks.
Berjuang Melawan Kanker Serviks
Kanker Serviks merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti oleh wanita saat ini. Kebanyakan kanker ini menyerang wanita dewasa yang sudah berkeluarga. Naas vonis penyakit tersebut harus dilayangkan kepada Gek Mita sejak usia 10 tahun.
Gek Mita hanya dirawat oleh Ibu tercintanya, Ni Putu Karyani. Seorang Ibu yang berprofesi sebagai pedagang Canang atau sarana upacara dalam Agama Hindu. Ayah Gek Mita meninggalkan Gek Mita dan dan ketiga saudaranya ketika Gek Mita pertama kali di diagnosa penyakit naas tersebut.
Keadaan ini membuat ekonomi keluarga menjadi serba sulit. Setelah ayahanda Gek Mita tidak pernah memberikan nafkah bagi keluarga. Gek Mita pun harus bolak-balik Negara-Denpasar untuk melakukan pengobatan kankernya di RSUP Sanglah.
Meskipun biaya pengobatan ditanggung BPJS Kesehatan, namun pihak keluarga banyak mengeluarkan biaya unuk akomodasi biaya perjalanan pulang pergi Negara-Jembrana.
Penghasilan sebagai pedagang canang tidak menentu. Terkadang pembeli canang bias ramai dan sepi. Kakak lelaki Gek Mita pun tak mau tinggal diam. Ia berupaya membantu Gek Mita dengan berhijrah ke Denpasar sebagai buruh untuk membantu perekonomian keluarga.
“Menjadi pedagang canang terkadang sehari dapat seratus ribu, terkadang lima puluh ribu, tidak menentu lah”, tutur Ni Putu Karyani.
Informasi Baru Tersebar
Informasi mengenai Gek Mita dengan penyakitnya akhirnya di dengar oleh organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Informasi itu pun baru tersebar berkat tetangga Gek Mita yang men -“viral”- kan kondisi Gek Mita di pengajian Muslimat Nahdlatul Ulama (NU).
“Begitu tahu info mengenai kondisi Gek Mita, kami langsung mengunjungi rumah Gek Mita untuk memastikan. Kami temukan fakta bahwa Gek mita tinggal disebuah kamar kecil di areal pura bersama ibunya dan dua adiknya”, ungkap Eni, Relawan MRI Kabupaten Jembrana.
Kondisi Gek Mita yang semakin lemah membuat dirinya harus berhenti sekolah akrena harus bolak-balik kemoterapi. Di Sekolah Gek Mita tergolong siswi yang pintar secara akademis.
Komunitas Relawan Jembrana (KRJ) berpartisipasi meringankan beban Gek Mita untuk bisa kembali kenyam bangku sekolah setelah setahun berhenti dan seharusnya duduk dibangku SMA.
Mengajak Semua Membantu Gek Mita
Organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan program MSR (Mobile Sosial Rescue) mencoba membantu ringankan beban keluarga Gek Mita dengan mengajak para dermawan berdonasi melalui Yayasan Aksi Cepat Tanggap ACT.
Donasi itu bisa di kirimkan virtual account BNi Syariah 8660291019070158 dan situs penghimpun dana kita bias dengan terhubung di kitabisa.com/bantumademita.
“Gek Mita hanya satu dari ribuan masyarakat Bali yang menjadi bagian program MSR yang dimiliki ACT. Program MSR adalah bentuk ikhtiar dan komiten ACT mendukung program-pogram pemerintah dalam membantu masyarakat Bali”.
“Kami akan terus lakukan pendampingan, pengobatan medis, pembangunan rumah layak huni, bahkan pemberdayaan ekonomi masyarakat”, jelas Sajjatul Hidzqy, Tim Program ACT Bali. (HAD)