ERAMADANI.COM, – Saat ini banyak orang atau wisatawan asing yang lebih memilih makanan halal ketimbang yang tidak memiliki label yang sangat menjual tersebut.
Hal ini disampaikan Arsiya Puspita Heni selaku Tourist Guide pada Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI).
Dilansir dari Ihram.co.id, ia menjelaskan alasan mengapa wisatawan asing non-Muslim di Indonesia menyukai produk makanan bersertifikasi halal.
Ia menyadari para pelancong wisata halal ini tidak hanya berasal dari kalangan Muslim, tetapi juga non-Muslim.
Menurutnya, wisata halal membuat mereka yakin bahwa produk tersebut sudah betul-betul higienis dan bersih.
Alasan Wisatawan Non-Muslim Suka Makanan Halal

Sebab produk halal dapat dipercayai turis non-Muslim, dan telah melalui proses sertifikasi, terutama pada produk kuliner yang sangat dicari oleh para wisatawan.
Heni juga menjelasan bahwa wisatawan mancanegara non-Muslim, sangat menjaga betul makanan dan ini terkait dengan halal.
Makanan yang telah disertifikasi halal itu menunjukkan bahwa makanan tersebut sudah higienis. Bagi mereka, halal adalah higienis, khususnya soal kuliner.
Bagi Heni wisata halal yang sedang naik daun tersebut sangat menaruh perhatian pada kebersihan.
“Soal kebersihan sudah pasti ke arah sana ya (makanan yang higienis). Makanan yang bersih dan sehat karena kalau halal itu berarti sehat. Dan juga termasuk lingkungan yang bersih,” papar dia kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Ia juga mengakui bahwa kunjungan wisatawan Muslim mancanegara ke Indonesia didominasi kalangan milenial atau anak muda.
Hal ini menunjukan wujud berkembangnya wisata halal di Indonesia dengan baik. Apalagi, kalangan milenial ini memang cepat menerima informasi.
Besarnya persentase tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi agen travel di Indonesia. Mereka harus menemukan formula yang tepat agar bisa memberikan pelayanan yang lebih baik lagi.
“Karena mereka (wisatawan milenial) sudah searching, baik harga, jenis wisatanya, maupun service-nya,” kata Heni.
Pengaruh Teknologi

Banyaknya minat wisatawan Muslim kaum muda mancanegara ini karena adanya kemudahan teknologi sehingga apa yang ada di Indonesia mudah diketahi.
Hadirnya teknologi dapat memudahkan mereka mengetahui informasi yang lebih detail, dan pelayanan yang ditawarkan oleh agen travel.
“Nah saat di Indonesia, mereka tinggal membuktikan apakah betul seperti yang mereka dapatkan di dunia maya,” jelas Heni.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus mempersiapkan fasilitas umum yang baik dan berstandar internasional.
Misalnya, kebersihan dan aksesibilitas antara satu objek wisata dan objek wisata yang lain agar wisatawan mudah menjangkau wisata yang ingin di kunjungi.
Arief Yahya selaku Menteri Pariwisata Republik Indonesia juga ikut berkomentar tentang jumlah wisatawan mencapai 69 persen selama tahun 2018.
“Secara total, 51 persen wisatawan adalah milenial, di wisata halalnya bahkan mencapai 69 persen itu milenial,” kata Arief pertengahan bulan ini.
Menariknya pelancong wisata halal tersebut tidak semuanya Muslim atau datang dari negara Muslim, namun ada juga yang nonmuslim.
Meraka juga datang ke akses-akses ramah Muslim. Hal ini karena wisata halal bersifat universal, tidak hanya untuk kalangan tertentu.
Pariwisata halal menjadi salah satu segmen yang menjadi fokus Kemenpar tahun ini. Porsinya diharapkan meningkat dari 20 persen menjadi 25 persen pada 2019.
Untuk mewujudkanya, salah satu upayanya adalah memasukkan agenda halal di Calender of Event (CoE) 2019.
Selanjutnya, Kementerian Pariwisata juga menggandeng sejumlah restoran khas Asia di luar negeri untuk dapat bekerja sama menyajikan menu khas Indonesia.
Ini merupakan upaya pemerintah untuk menarik dan menambah kunjungan wisatawan ke Tanah Air.
Selain itu, upaya ini juga dinilai sebagai cara cerdas untuk berdiplomasi kuliner di negeri tetangga tanpa harus menambah jumlah restoran.
“Jadi kita memancing di restoran mancanegara yang menyajikan masakan dari negara Asia. Caranya, mereka memberikan menu khas Indonesia untuk memikat lidah. Lewat pengenalan ini, kita harapkan wisatawan akan mendapatkan kesan,” kata Ketua Tim Percepatan Wisata Belanja dan Kuliner Kemenpar Vita Datau.
Ia berharap dengan cara ini, Kemenpar tidak harus bersusah payah menambah jumlah restoran Indonesia di luar negeri.
Namun, hanya cukup menambah penyebaran menu khas Indonesia dan menggandeng restoran khas Asia lainnya. (MYR)