ERAMADANI.COM, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang diusulkan oleh sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai kontroversi, Karena dalam RUU tersebut terdapat sejumlah regulasi yang mengatur ranah privat seseorang dalam hubungan berkeluarga.
Rancangan RUU ini diusulkan oleh lima orang anggota DPR dari empat fraksi yang berbeda, antara lain anggota Fraksi PKS Ledia.
Hanifa dan Netty Prasetiyani, Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, menangapi hal ini, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto menyatakan bahwa organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan perlu dilibatkan.
Seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu diikutsertakan dalam pengkajian RUU Ketahanan Keluarga, agar lebih sesuai dengan keagamaan pula.
Baginya, peran ormas keagamaan seperti MUI diperlukan guna menyesuaikan antara RUU Ketahanan Keluarga dengan fikih demi meredakan polemik tentang rancangan regulasi tersebut di tengah publik.
“Makanya itu perlu kajian mendalam. Termasuk ormas-ormas Islam, MUI. Bagaimana dari hukum, fikih, bagaimana,” kata Yandri kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (20/02/2020).
“Saya kira perlu duduk bareng dulu sehingga tidak menimbulkan pro kontra terlalu tinggi di tengah masyarakat,” tambahnya.
Ia tidak terlalu mempersoalkan keberadaan RUU Ketahanan Keluarg, sebab dimatanya regulasi tersebut bagus asal bertujuan untuk mewujudkan kebaikan.
Yang lebih penting mewujudkan keluarga Indonesia yang sakinah, mawadah, dan warohmah, rapi, tertib, dan memiliki tata krama, sopan santun, serta toleransi.
Kendati begitu, ia tetap meminta untuk hal-hal yang bersifat privat tidak dimasukkan ke dalam rancangan regulasi tersebut, karena itu ranahnya pribadi.
“Enggak masalah, yang paling penting itu hal-hal yang bersifat privat, negara enggak usah masuk,” kata Yandri.
RUU Ketahanan Keluarga telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020. RUU ini sedang dalam proses harmonisasi di Baleg DPR RI sebelum masuk tahap pembahasan. (MYR)