ERAMADANI.COM, NUSA TENGGARA TIMUR – Banyak anak muda yang berlomba melebarkan sayapnya di dunia bisnis atau usaha lainnya, Namun ada seorang dai muda yang sedang melakukan dakwah hingga pelosok NTT.
Berdakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim terutama yang telah baligh dan berakal, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kewajiban untuk mengemban tugas ini.
Setiap individu dari umat Islam dianggap sebagai penyambung tugas Rasulullah SAW untuk menyampaikan dakwah atau kebenaran di muka bumi.
Berdakwah adalah tugas mulia dalam pandangan Allah Subhanahu Wata’ala, sehingga dengan dakwah tersebut Allah menyematkan predikat khoiru ummah (sebaik-baik umat) kepada umat Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ … ﴿١١٠﴾
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS: Ali Imron 110)
Dai Muda Berdakwah di Pelosok NTT
Sekarang anyak kita lihat ulama,ustadz, buya atau yang lainnya berdakwah dari satu lokasi ke lokasi lain dengan begitu mudah dan tanpa hambatan.
Namun, umat Muslim di Indonesia belum banyak mengetahui kisah pendakwah dari berbagai pelosok tanah air yang notabene bukan merupakan kawasan penduduk Islam.
Seperti yang diceritakan atau yang di alami oleh Ustadz Zulkifli Banfatin. ‘’Saya keliling empat kampung untuk ngajar ngaji, bergiliran tiap hari,’’ ujarnya.
Mulai dari Kampung Oeue, Desa Mauleum, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ustadz Zul, sarjana yang baru lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) M Natsir, Jakarta.
Ia sangat bergembira kembali ke tanah kelahirannya, melalui program dai pulang kampung Dewan Dakwah Indonesia, ia bisa menginjakan kaki kembali di Indonesia.
Dengan kepulanganya, ia bisa mengabdikan diri untuk membina umatnya di pedalaman di NTT. Tinggalkan semua godaan untuk menetap di kota dengan gemerlap modernitas kehidupannya.
Karena menurutnya tak hanya OeUe, kampung halamannya yang haus dakwah. Tiga dusun sebelah juga butuh.
Ustadz Zul mengajar ngaji di empat kampung sekaligus yakni Oeue, Senben, Kium, dan Nun Hak Niti.
Perjuangan Berdakwah
Baginya jika ingin berdakwah, jangan bayangkan lokasi kampung berdekatan melalui akses jalan beraspal. Antar kampung terhubung dengan jalan setapak tanah dan bebatuan naik-turun bukit.
Perlu waktu minimum satu jam dari OeUe untuk ke kampung terdekat. Tanpa motor apalagi mobil, perjalanan itu dilakoninya dengan penuh keikhlasan.
“Di Oeue ada satu lagi guru ngaji lokal. Tapi di Senben tidak ada guru ngaji sama sekali. Padahal banyak mualaf di sana yang butuh pembinaan” urainya via telepon dengan sinyal yang lemah dari pelosok Timor.
“Sedangkan di Nun Hak Niti, tidak ada yang bisa jadi khotib jumat. Biasanya, saya kadang pergi ke sana buat mengisi shalat Jumat juga” imbuhnya.
Selain itu, sebenarnya ada satu guru ngaji di Kium, tapi kurang aktif membina. Kadang adzan pun tidak dikumandangkan.
“Saya pesan ke beliau, jangan sampai adzan tidak dikumandangkan di mushola” papar dai muda yang ingin membangun dakwah di NTT. (HAD)