Ramadhan, bulan suci penuh berkah bagi umat Muslim, menuntut kewajiban berpuasa bagi mereka yang telah memenuhi syarat. Namun, pertanyaan kerap muncul: bagaimana hukum berpuasa di hari-hari menjelang Ramadhan? Apakah tindakan tersebut diperbolehkan, atau justru dilarang agama? Penjelasan rinci berikut ini akan mengurai hukum puasa sebelum Ramadhan berdasarkan pandangan mayoritas ulama, dalil-dalil hadits, serta pengecualian-pengecualian yang berlaku.
Pandangan Mayoritas Ulama: Haram, Kecuali dengan Alasan Syar’i
Mayoritas ulama berpendapat bahwa berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan hukumnya haram. Pendapat ini bersandar kuat pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang menyatakan: "Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali jika seseorang telah terbiasa berpuasa pada hari itu, maka hendaklah ia berpuasa." Hadits ini, yang tergolong muttafaq ‘alaih (disepakati kebenarannya oleh dua imam besar hadits, Bukhari dan Muslim), dengan tegas melarang praktik berpuasa menjelang Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan syariat.
Namun, penting untuk memahami konteks hadits ini. Larangan tersebut bukan berarti menutup semua kemungkinan berpuasa sebelum Ramadhan secara mutlak. Sebaliknya, ia menekankan pentingnya menghindari niat berpuasa semata-mata karena keraguan akan datangnya Ramadhan. Praktik berpuasa "jaga-jaga" untuk mengantisipasi kemungkinan masuknya Ramadhan, tanpa didasari kebiasaan atau alasan syar’i lainnya, adalah yang dilarang.
Pendapat Lain: Makruh, Bukan Haram
Meskipun mayoritas ulama berpendapat haram, sebagian ulama lain berpandangan lebih lunak, menganggap puasa sebelum Ramadhan hanya makruh (dibenci), bukan haram. Mereka berargumen bahwa larangan dalam hadits bertujuan mencegah sikap berlebihan dan kehati-hatian yang tidak perlu, bukan larangan mutlak. Dengan kata lain, puasa sebelum Ramadhan tidak sampai pada derajat dosa besar, namun tetap tidak dianjurkan. Perbedaan pendapat ini menunjukkan kompleksitas pemahaman fiqih dan pentingnya merujuk pada sumber-sumber agama yang terpercaya serta ulama yang berkompeten.
Menghindari Kesalahpahaman: Panduan Penentuan Awal Ramadhan
Salah satu tujuan utama larangan berpuasa sebelum Ramadhan adalah untuk menghindari kesalahpahaman terkait penentuan awal bulan Ramadhan. Rasulullah SAW telah memberikan panduan yang jelas dalam menentukan awal Ramadhan, yaitu dengan melihat hilal (bulan sabit). Hadits riwayat Bukhari dan Muslim menyebutkan: "Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal. Bila ia tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Syaban menjadi 30 hari."
Panduan ini menegaskan bahwa penentuan awal Ramadhan berdasarkan pengamatan hilal, bukan perhitungan kalender semata. Jika hilal tidak terlihat karena faktor cuaca atau kendala lainnya, maka penyempurnaan hitungan Syaban menjadi 30 hari menjadi solusi yang sah, bukan berpuasa "jaga-jaga" sebelum kepastian datangnya Ramadhan. Mengikuti panduan ini menghindari tindakan yang bisa dikategorikan sebagai berpuasa tanpa dasar yang kuat.
Pengecualian: Kebiasaan Puasa Sunnah dan Qadha Puasa Ramadhan
Larangan berpuasa sebelum Ramadhan memiliki pengecualian penting. Hadits yang melarang puasa tersebut secara eksplisit memberikan pengecualian bagi mereka yang telah terbiasa berpuasa pada hari-hari tertentu. Jika seseorang memiliki kebiasaan berpuasa sunnah setiap hari Senin dan Kamis, misalnya, dan hari Senin atau Kamis tersebut jatuh satu atau dua hari sebelum Ramadhan, maka puasa tersebut tetap diperbolehkan. Hal ini karena puasa dilakukan berdasarkan kebiasaan rutin, bukan karena keraguan akan datangnya Ramadhan.
Pengecualian lain berlaku bagi mereka yang memiliki kewajiban qadha (mengganti) puasa Ramadhan dari tahun sebelumnya. Jika seseorang memiliki hutang puasa Ramadhan, maka mengqadha puasa tersebut di hari-hari sebelum Ramadhan diperbolehkan dan bahkan dianjurkan. Hal ini merupakan kewajiban agama yang harus dipenuhi, sehingga tidak termasuk dalam larangan hadits yang disebutkan di atas. Dalam konteks ini, berpuasa sebelum Ramadhan menjadi tindakan yang dibenarkan dan bahkan wajib hukumnya.
Puasa Sunnah di Paruh Kedua Sya’ban: Perdebatan dan Pandangan Ulama
Selain larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, terdapat pula perdebatan mengenai hukum puasa sunnah di paruh kedua bulan Sya’ban. Hadits riwayat Ahmad menyebutkan: "Apabila bulan Sya’ban telah lewat separuhnya, maka janganlah berpuasa." Hadits ini ditafsirkan berbeda oleh para ulama.
Sebagian ulama berpendapat hadits tersebut menunjukkan larangan puasa sunnah setelah pertengahan Sya’ban. Mereka berargumen bahwa larangan ini bertujuan agar umat Islam dapat mempersiapkan diri menghadapi Ramadhan dengan kondisi fisik dan mental yang prima, tidak terbebani puasa sunnah yang berlebihan. Namun, perlu diingat bahwa hadits ini memiliki derajat sanad yang lemah dibandingkan hadits larangan puasa sehari-dua hari sebelum Ramadhan.
Puasa pada Hari Syak (Hari Ragu-Ragu): Kejelasan dan Kepastian
Hari syak, yaitu tanggal 30 Sya’ban ketika hilal tidak terlihat dan terjadi keraguan apakah hari tersebut sudah masuk Ramadhan atau belum, merupakan situasi yang perlu mendapat perhatian khusus. Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali bila seseorang memang terbiasa melakukan puasa sunnah, maka silakan melakukannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini kembali menegaskan larangan berpuasa pada hari syak, kecuali bagi mereka yang memiliki kebiasaan puasa sunnah yang bertepatan dengan hari tersebut. Berpuasa pada hari syak tanpa alasan yang kuat dapat dikategorikan sebagai tindakan yang dilarang karena didasari keraguan dan ketidakpastian. Kepastian datangnya Ramadhan harus didasarkan pada pengamatan hilal atau penyempurnaan hitungan Syaban menjadi 30 hari, bukan dengan berpuasa "jaga-jaga".
Kesimpulan: Kehati-hatian dan Ketaatan pada Sunnah
Hukum berpuasa sebelum Ramadhan memerlukan pemahaman yang cermat dan komprehensif. Mayoritas ulama melarang berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan kecuali dengan alasan syar’i seperti qadha puasa Ramadhan atau kebiasaan puasa sunnah yang sudah terjadwal. Larangan ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman terkait penentuan awal Ramadhan dan mencegah sikap berlebihan dalam beribadah. Umat Islam dianjurkan untuk berpedoman pada hadits-hadits shahih dan mengikuti panduan Rasulullah SAW dalam menentukan awal Ramadhan serta menjalankan ibadah puasa dengan penuh kehati-hatian dan ketaatan pada sunnah. Perbedaan pendapat di antara ulama perlu dipahami sebagai bagian dari dinamika pemahaman fiqih, dan konsultasi dengan ulama yang berkompeten sangat dianjurkan untuk mendapatkan penjelasan yang lebih detail dan sesuai dengan konteks masing-masing individu.