Jakarta – Suatu kisah mengharukan, yang menyingkap keagungan rahmat Ilahi dan kepekaan hati Rasulullah SAW, terungkap dalam kitab Silsilah al-Qashash karya Saleh al-Munajjed, sebagaimana dikutip dalam buku Kumpulan Kisah Teladan oleh Prof. Dr. Hasballah Thaib, MA dan H. Zamakhsyari Hasballah, Lc, MA, Ph.D. Kisah ini menceritakan tentang seorang Badui yang tak sengaja bertemu Rasulullah SAW, dan pertemuan singkat itu berdampak hingga ke Arasy, singgasana Allah SWT di langit ketujuh, bahkan mengguncang sendi-sendi langit karena tangis Sang Nabi.
Kisah bermula saat Rasulullah SAW melaksanakan tawaf di Ka’bah. Di tengah khusyuknya ibadah, beliau mendengar seorang Arab Badui yang tengah bertawaf, mengulang-ulang dzikir, "Ya Karim! Ya Karim!" Dengan keikhlasan yang terpancar dari hati beliau, Rasulullah SAW pun ikut mengulang dzikir yang sama, "Ya Karim! Ya Karim!" Pengulangan dzikir ini, yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di belakang Badui tersebut, ternyata menimbulkan kesalahpahaman.
Badui itu, yang merasa diejek karena pengulangan dzikirnya, menoleh ke belakang. Ia tertegun melihat ketampanan dan kegagahan seorang lelaki yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dengan nada sedikit curiga, ia bertanya, "Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja mengejekku hanya karena aku ini orang Badui? Kalau bukan karena ketampanan dan kegagahanmu, aku akan melaporkanmu kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah!"
Jawaban Rasulullah SAW sungguh mengejutkan. Dengan senyum yang menenangkan, beliau bertanya, "Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?" Keheranan tergambar jelas di wajah Badui itu. Ia menjawab, "Belum." Pertanyaan Rasulullah SAW berikutnya semakin memperdalam keheranan Badui tersebut, "Lalu bagaimana kamu beriman kepadanya?"
Jawaban Badui itu sederhana namun sarat dengan keimanan yang tulus, "Aku beriman kepada kenabiannya meski aku belum pernah melihatnya, dan aku membenarkan bahwa dialah utusan Allah walaupun aku belum pernah bertemu dengannya." Keimanan yang teguh tanpa melihat rupa dan wujud, hanya berdasarkan keyakinan yang kokoh.
Rasulullah SAW kemudian menjelaskan, "Wahai orang Arab, ketahuilah bahwa aku ini adalah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat." Pengakuan ini membuat Badui tersebut tersentak kaget. "Tuan ini Nabi Muhammad?" tanyanya tak percaya. "Ya," jawab Rasulullah SAW.
Seketika itu juga, Badui tersebut tunduk dan mencium kaki Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah SAW segera mencegahnya, "Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti ini biasa dilakukan seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi orang yang takabur atau minta dihormati, tetapi untuk membawa berita gembira bagi yang beriman dan membawa peringatan bagi yang mengingkarinya."
Peristiwa ini kemudian disaksikan oleh Malaikat Jibril yang membawa pesan dari langit. "Wahai Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: ‘Katakan kepada orang Arab itu agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti dan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar.’"
Mendengar pesan tersebut, Badui itu menunjukkan keteguhan imannya yang luar biasa. Ia menjawab, "Demi keagungan Allah, jika Allah memperhitungkan amal hamba-Nya, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengan-Nya. Jika Allah menghitung dosa hamba, maka hamba akan menghitung betapa besar maghfirah-Nya. Jika Dia menghitung kebakhilan hamba, maka hamba akan menghitung betapa luas kedermawanan-Nya." Pernyataan ini mencerminkan keyakinan yang mendalam akan keadilan dan rahmat Allah SWT.
Jawaban Badui yang penuh keyakinan dan keteguhan iman ini begitu menyentuh hati Rasulullah SAW. Beliau menangis tersedu-sedu, air mata membasahi janggutnya yang mulia. Tangis Sang Nabi, yang dipenuhi kasih sayang dan belas kasihan, ternyata memiliki dampak yang luar biasa.
Malaikat Jibril kembali turun dengan pesan dari Allah SWT, "Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: ‘Berhentilah engkau menangis. Karena tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya hingga Arasy bergoncang. Katakan kepada orang Arab itu bahwa Allah tidak akan menghisabnya, tidak akan menghitung kemaksiatannya, dan dia akan menjadi temanmu di surga.’"
Tangis Rasulullah SAW, yang dilandasi rasa simpati dan empati yang begitu dalam terhadap keimanan tulus Badui tersebut, telah mengguncang Arasy, singgasana Allah SWT. Malaikat penjaga Arasy, yang biasanya senantiasa khusyuk berzikir, terlupa akan bacaan tasbih dan tahmidnya karena terharu oleh tangis Sang Nabi. Getaran Arasy ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh doa dan tangis seorang Nabi, bahkan sampai ke alam malaikat.
Mendengar kabar gembira dari Jibril, Badui itu pun menangis haru, tak mampu membendung rasa syukur dan kebahagiaan yang melimpah. Ia mendapatkan jaminan surga dan pengampunan dosa dari Allah SWT, semua berkat pertemuan tak terduga dan tangis Rasulullah SAW yang penuh kasih sayang.
Kisah ini mengajarkan kita beberapa hal penting. Pertama, betapa besarnya rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Kedua, betapa pentingnya keikhlasan dan keteguhan iman dalam menjalani kehidupan. Ketiga, betapa besarnya pengaruh doa dan tangis seorang Nabi yang dipenuhi dengan keikhlasan dan kasih sayang. Dan terakhir, kisah ini juga mengingatkan kita akan keagungan dan kesucian Arasy, singgasana Allah SWT, yang terguncang oleh tangis Rasulullah SAW, menunjukkan betapa dekatnya hubungan antara langit dan bumi, antara manusia dan Tuhannya. Kisah ini menjadi teladan bagi kita semua untuk senantiasa berpegang teguh pada iman, berbuat kebaikan, dan memohon ampun kepada Allah SWT. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita untuk selalu meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.