Ramadhan, bulan suci penuh berkah bagi umat Islam, kerap diiringi berbagai amalan sunnah yang dijalankan untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di antara amalan tersebut, muncul pertanyaan mengenai hukum ziarah kubur menjelang bulan Ramadhan. Apakah amalan ini diperbolehkan, bahkan dianjurkan, atau justru memiliki batasan tertentu? Pertanyaan ini perlu dikaji secara mendalam dengan merujuk pada sumber-sumber keislaman yang sahih dan pendapat para ulama.
Ziarah kubur, atau mengunjungi makam orang-orang yang telah meninggal dunia, merupakan amalan sunnah yang telah lama dipraktikkan oleh umat Islam. Rasulullah SAW sendiri menganjurkan umatnya untuk melakukan ziarah kubur, bukan sebagai bentuk pemujaan terhadap makam, melainkan sebagai bentuk penghormatan dan pengingat akan kematian serta kehidupan akhirat. Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim, "Jika kalian menziarah kubur, ucapkanlah ‘Assalamualaikum wahai penduduk negeri barzakh dari kaum mukminin dan muslimin dan kami InsyaAllah akan menyusul kalian, semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang menyusul, kami meminta untuk kami dan kalian akan al-afiyah’," menunjukkan tata cara dan niat yang tepat dalam melakukan ziarah kubur. Tujuan utama ziarah kubur adalah untuk merenungkan kefanaan dunia, mempersiapkan diri menghadapi kematian, dan memanjatkan doa bagi para ahli kubur agar mendapatkan rahmat dan ampunan Allah SWT. Dengan mengunjungi makam, kita diingatkan akan perjalanan hidup yang singkat dan pentingnya beramal shaleh selama masih diberi kesempatan hidup.
Namun, perlu dipahami bahwa tidak ada dalil eksplisit dalam Al-Quran maupun Hadits yang secara khusus mengatur tentang hukum ziarah kubur menjelang Ramadhan. Kebolehan dan anjuran ziarah kubur berlaku sepanjang waktu, tidak terbatas pada waktu-waktu tertentu seperti menjelang Ramadhan, Idul Fitri, atau hari-hari lainnya. Pendapat ini didukung oleh mayoritas ulama, yang menyatakan bahwa ziarah kubur termasuk amalan sunnah muakkadah, artinya dianjurkan namun tidak wajib. Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk menziarahi kubur menjelang Ramadhan, selama niat dan pelaksanaan ziarah tersebut sesuai dengan ajaran Islam.
Sejarah praktik ziarah kubur di masa awal Islam menunjukkan adanya evolusi pemahaman. M. Quraish Shihab dalam bukunya "M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui" menjelaskan bahwa pada masa awal Islam, Nabi Muhammad SAW sempat melarang ziarah kubur. Hal ini dikarenakan pada saat itu, sebagian masyarakat melakukan praktik-praktik yang menyimpang dari ajaran Islam, seperti berteriak-teriak, memukul-mukul badan, menangis berlebihan, bahkan sampai pada tahap mengkhususkan permohonan kepada penghuni kubur, bukan kepada Allah SWT. Praktik-praktik tersebut mengandung unsur syirik dan menyimpang dari tauhid. Setelah sahabat-sahabat Nabi memahami bahaya kemusyrikan tersebut, dan menyadari bahwa hanya Allah SWT yang layak disembah dan tempat meminta pertolongan, maka Nabi SAW kemudian mengizinkan ziarah kubur. Hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, "Aku tadinya melarang kalian ke kubur, kini aku telah diizinkan menziarahi kubur ibuku, maka ziarahilah kubur karena itu mengingatkan kamu kepada akhirat," menunjukkan perubahan tersebut. Perubahan ini menunjukkan pentingnya pemahaman yang benar tentang ajaran Islam dalam melakukan setiap amalan, termasuk ziarah kubur.
Meskipun Rasulullah SAW mengizinkan dan bahkan terkadang melakukan ziarah kubur, seperti yang diriwayatkan bahwa beliau sering keluar pada akhir malam untuk berziarah ke kuburan kaum Muslim di Baqi, hal ini tidak berarti bahwa ziarah kubur menjelang Ramadhan atau pada waktu-waktu tertentu menjadi wajib atau lebih utama. Tidak ada hadits yang secara khusus menganjurkan ziarah kubur pada waktu-waktu tersebut. Praktik ziarah kubur menjelang Ramadhan atau Idul Fitri di beberapa negara, seperti Mesir, lebih merupakan tradisi budaya masyarakat setempat, bukan merupakan anjuran agama yang bersifat universal.
Pendapat ulama mengenai hukum ziarah kubur cukup beragam, meskipun mayoritas berpendapat bahwa itu adalah sunnah. Ada ulama seperti Ibnu Hazm yang berpendapat bahwa menziarahi kubur setidaknya sekali seumur hidup adalah wajib. Namun, pendapat ini merupakan pendapat minoritas dan tidak menjadi pandangan umum dalam mazhab-mazhab fiqh yang ada. Pendapat yang lebih umum dan diterima luas adalah bahwa ziarah kubur merupakan amalan sunnah yang dianjurkan, tetapi tidak wajib, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan.
Lebih lanjut, buku "Ensiklopedia Islam (Akidah, Ibadah, Muamalah, Tematik)" karya Dr. Makmur Dongoran, dan pernyataan Syaikh bin Baz menegaskan bahwa ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam, tidak ada waktu khusus yang lebih utama. Tidak ada dalil yang mendukung anggapan bahwa ziarah kubur lebih dianjurkan menjelang Ramadhan atau saat Idul Fitri.
Kesimpulannya, ziarah kubur merupakan amalan sunnah yang dianjurkan, namun bukan merupakan kewajiban. Tidak ada larangan untuk melakukan ziarah kubur menjelang Ramadhan, asalkan dilakukan dengan niat yang benar, yaitu untuk mengingat kematian, berdoa untuk para ahli kubur, dan merenungkan kehidupan akhirat. Namun, perlu dihindari praktik-praktik yang menyimpang dari ajaran Islam, seperti meminta pertolongan kepada selain Allah SWT atau melakukan perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur syirik. Praktik ziarah kubur yang dilakukan di beberapa tempat pada waktu-waktu tertentu lebih merupakan tradisi budaya masyarakat setempat, bukan merupakan anjuran agama yang bersifat universal. Wallahu a’lam bishawab. Penting bagi setiap muslim untuk senantiasa berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW serta meneladani para ulama dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam.