Jakarta, 19 Februari 2025 – Kepala Badan Penyelenggara Haji dan Umrah (BPJU), Mochamad Irfan Yusuf, atau yang akrab disapa Gus Irfan, memberikan tanggapan mendalam terkait usulan perubahan status BPJU menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Ia menekankan bahwa perubahan tersebut bukan sekadar pergantian nama atau peningkatan status administratif semata, melainkan transformasi fundamental yang berimplikasi pada perluasan cakupan tugas dan tanggung jawab lembaga.
Dalam wawancara eksklusif seusai diskusi publik bertajuk "Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah" di Kantor DPP PKB, Jakarta, Gus Irfan memaparkan secara rinci implikasi dari perubahan tersebut. "Perubahan nama ini bukan hanya sekadar perubahan nomenklatur," tegasnya. "Dampaknya akan sangat luas, rentang tanggung jawab dan tugas kita akan jauh lebih besar."
Pernyataan Gus Irfan tersebut menggarisbawahi urgensi perubahan status BPJU. Ia menjelaskan bahwa transformasi menjadi kementerian akan secara signifikan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Saat ini, BPJU masih berada di bawah naungan Kementerian Agama, sehingga koordinasi antar lembaga kerap menjadi kendala dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program.
"Dengan menjadi kementerian," lanjut Gus Irfan, "kita akan memegang kendali penuh atas operasional penyelenggaraan haji dan umrah. Semua proses dapat kita laksanakan secara mandiri, tanpa harus bergantung pada koordinasi yang terkadang rumit dan memakan waktu dengan Kementerian Agama." Kebebasan operasional ini, menurutnya, akan mempercepat proses pengambilan keputusan dan implementasi program, sehingga pelayanan kepada jemaah haji dan umrah dapat ditingkatkan secara signifikan.
Lebih lanjut, Gus Irfan menyoroti aspek spesialisasi dan efisiensi. Penyelenggaraan haji dan umrah, menurutnya, merupakan kegiatan berskala besar yang melibatkan dana yang sangat signifikan. Keberadaan dua lembaga yang menangani aspek yang saling berkaitan, seperti yang terjadi saat ini, justru dapat menimbulkan inefisiensi dan tumpang tindih tanggung jawab.
"Dua lembaga yang menangani hal yang sama akan menimbulkan inefisiensi," ujarnya. "Oleh karena itu, kita berharap satu lembaga yang terfokus dan terspesialisasi dapat menangani seluruh aspek penyelenggaraan haji dan umrah secara lebih efektif dan efisien." Dengan menjadi kementerian, BPJU dapat membangun struktur organisasi yang lebih terfokus dan terstruktur, sehingga dapat memaksimalkan pemanfaatan sumber daya dan anggaran.
Gus Irfan juga menyoroti kompleksitas persiapan penyelenggaraan haji. Ia menjelaskan bahwa proses persiapan membutuhkan waktu yang sangat panjang dan melibatkan berbagai tahapan yang saling berkaitan. "Misalnya, bulan ini proses haji tahun 2025 selesai," jelasnya. "Minggu depan, kita sudah harus mulai mempersiapkan proses haji tahun 2026. Persiapannya sangat kompleks dan tidak ada jeda waktu."
Kompleksitas ini, menurutnya, semakin menggarisbawahi perlunya sebuah lembaga yang terfokus dan memiliki kewenangan penuh untuk mengelola seluruh aspek penyelenggaraan haji dan umrah. Dengan menjadi kementerian, BPJU dapat memiliki akses yang lebih luas terhadap sumber daya, baik manusia maupun finansial, serta dapat membangun sistem dan infrastruktur yang lebih terintegrasi dan modern.
Perubahan status menjadi kementerian juga akan memberikan dampak positif terhadap citra dan kredibilitas Indonesia di mata dunia. Sebagai negara dengan jumlah jemaah haji terbesar, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memastikan penyelenggaraan ibadah haji berjalan dengan lancar, aman, dan nyaman. Dengan memiliki kementerian khusus, Indonesia dapat menunjukkan komitmennya dalam memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah haji dan umrah, serta memperkuat posisinya dalam kancah internasional.
Namun, perubahan status ini tentu saja tidak tanpa tantangan. Proses transformasi dari badan menjadi kementerian memerlukan perencanaan yang matang dan komprehensif. Aspek-aspek seperti penguatan regulasi, penataan organisasi, dan pengadaan sumber daya manusia perlu dipertimbangkan secara cermat. Gus Irfan menyadari hal ini dan menekankan pentingnya persiapan yang matang sebelum perubahan status tersebut benar-benar terwujud.
Selain itu, perlu juga dipertimbangkan dampak perubahan ini terhadap koordinasi dengan lembaga pemerintah lainnya, khususnya Kementerian Agama. Meskipun BPJU akan memiliki kewenangan penuh, koordinasi dan kolaborasi dengan lembaga lain tetap diperlukan untuk memastikan keselarasan dan sinergi dalam kebijakan dan program pemerintah.
Lebih jauh, Gus Irfan, yang merupakan cucu pendiri NU, mengungkapkan bahwa usulan ini dilandasi oleh komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah haji dan umrah. Ia berharap perubahan ini dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji dan umrah, sehingga jemaah dapat menjalankan ibadah dengan lebih khusyuk dan nyaman.
Kesimpulannya, usulan perubahan BPJU menjadi Kementerian Haji dan Umrah bukan hanya sekadar perubahan nama, melainkan transformasi struktural yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pelayanan kepada jemaah haji dan umrah. Meskipun terdapat tantangan yang perlu diatasi, potensi manfaat yang dihasilkan dari perubahan ini sangat besar dan sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, khususnya dalam konteks penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang merupakan rukun Islam kelima. Proses transformasi ini membutuhkan perencanaan yang matang, koordinasi yang efektif, dan komitmen yang kuat dari seluruh pihak terkait untuk memastikan keberhasilannya. Ke depan, perlu kajian lebih mendalam dan diskusi publik yang lebih luas untuk memastikan perubahan ini memberikan dampak positif yang optimal bagi seluruh pemangku kepentingan.