Kehidupan yang penuh keberkahan dan kemuliaan merupakan dambaan setiap insan. Namun, dalam konteks ajaran Islam, kemuliaan sejati tidak diukur semata-mata dari kekayaan materi atau kedudukan sosial duniawi. Kemuliaan hakiki terletak pada derajat yang tinggi di hadapan Allah SWT, sebuah anugerah yang diperoleh melalui perjuangan spiritual dan ketaatan yang sungguh-sungguh. Allah SWT, dalam kekuasaan-Nya yang mutlak, mengangkat derajat hamba-Nya berdasarkan amal perbuatan, keikhlasan, dan kesabaran dalam menghadapi ujian hidup. Kenaikan derajat ini bukanlah proses yang selalu mudah dipahami, bahkan seringkali terselubung di balik cobaan dan musibah yang tampak berat.
Pandangan bahwa musibah merupakan hukuman semata adalah persepsi yang keliru. Justru sebaliknya, dalam perspektif Islam, cobaan hidup, termasuk musibah dan ujian, merupakan sarana penyucian jiwa, penghapus dosa, dan peningkatan kedekatan dengan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Semakin kuat iman seseorang, semakin besar pula ujian yang harus dihadapinya." Hadits ini menekankan bahwa ujian merupakan bagian tak terpisahkan dari perjalanan spiritual menuju kemuliaan. Kemampuan seseorang dalam menghadapi ujian dengan sabar dan keikhlasan menjadi tolak ukur keimanan dan potensi kenaikan derajatnya.
Al-Qur’an sendiri telah menegaskan perbedaan derajat manusia berdasarkan amal perbuatannya. Firman Allah SWT dalam QS. Al-An’am ayat 132: "Dan masing-masing orang ada tingkatannya, (sesuai) dengan apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan." Ayat ini secara eksplisit mengaitkan derajat dengan amal, menekankan bahwa tindakan dan usaha seseorang menentukan posisinya di sisi Allah SWT. Derajat bukanlah sesuatu yang diperoleh secara instan, melainkan hasil dari akumulasi amal saleh dan ketaatan yang konsisten.
Allah SWT, dalam hikmah-Nya yang maha luas, dapat mengangkat derajat hamba-Nya melalui jalan-jalan yang tak terduga. Kenaikan derajat ini seringkali termanifestasi dalam beberapa tanda, yang akan diuraikan lebih lanjut berikut ini:
1. Ujian dan Musibah sebagai Jalan Menuju Kenaikan Derajat:
Banyak literatur keagamaan, seperti buku "Rahasia Terlengkap Dahsyatnya Mukjizat Shalat Tahajjud" karya Abu Abbas, menjelaskan bahwa musibah yang menimpa seseorang dapat menjadi jalan Allah SWT untuk mengangkat derajatnya. Ironisnya, individu-individu dengan derajat tinggi di sisi Allah, seperti para nabi, ulama, dan wali, seringkali menghadapi ujian yang lebih berat, termasuk penzaliman, permusuhan, dan cobaan lainnya. Ini bukan berarti mereka dihukum, melainkan Allah SWT menguji keimanan dan kesabaran mereka, memperkuat pondasi spiritual mereka, dan akhirnya mengangkat derajat mereka ke tingkat yang lebih tinggi.
Musibah, dalam konteks ini, bukan merupakan bentuk hukuman, melainkan manifestasi kasih sayang Allah SWT. Melalui cobaan tersebut, Allah SWT menyucikan jiwa, menghapus dosa, menambah pahala, dan memuliakan hamba-Nya. Intensitas cobaan yang diberikan pun sebanding dengan kekuatan iman seseorang. Semakin kuat iman, semakin berat ujian yang dihadapi, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah: "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling dahsyat cobaannya?’ Nabi SAW menjawab, ‘Para nabi, lalu orang yang paling mulia (di antara kalian), kemudian orang yang paling mulia lagi (di bawah mereka). Setiap orang akan diberi cobaan menurut kadar agamanya. Sehingga, jika ia dalam hal agamanya kuat, maka beratlah cobaannya. Namun, jika dalam agamanya lemah, maka ia diberi cobaan sesuai kadar agamanya itu. Cobaan akan senantiasa menyertai seorang hamba sehingga membebaskan hamba itu berjalan di bumi ini tanpa ada dosa lagi padanya’."
Hadits lain, diriwayatkan oleh Ahmad, menjelaskan bahwa Allah SWT dapat memberikan musibah melalui tubuh, harta, atau anak. Kesabaran dalam menghadapi cobaan tersebut menjadi kunci kenaikan derajat. Rasulullah SAW bersabda: "Jika seorang hamba telah mendapat ketetapan sebuah derajat dari Allah, tapi ia tidak dapat mencapainya dengan amal ibadahnya, maka Allah akan memberinya cobaan pada raganya, atau hartanya, atau anaknya. Kemudian, Allah memberinya kesabaran sehingga Allah menyampaikannya kepada derajat yang telah menjadi ketetapan untuknya dari Allah SWT."
Ustadz Mahful Safarudin, dalam tulisannya di laman Pesantren Al-Irsyad, mengutip hadits riwayat Muhammad ibn Khalid As-Salamiy yang senada, menegaskan bahwa musibah dapat menjadi jalan bagi Allah SWT untuk mengangkat derajat hamba-Nya ke tingkat yang telah ditentukan, tingkat yang tak mungkin dicapai hanya dengan amal ibadah semata. Hadits ini juga mengisyaratkan adanya tingkatan-tingkatan surga, mendorong kita untuk senantiasa memohon kepada Allah SWT untuk mencapai derajat tertinggi di surga.
2. Penyakit sebagai Ujian dan Sarana Penghapus Dosa serta Kenaikan Derajat:
Buku "Bimbingan Orang Sakit" karya Saiful Hadi El-Sutha menyoroti pentingnya sikap husnudzon (berbaik sangka) kepada Allah SWT ketika menghadapi penyakit. Penyakit, sama halnya dengan musibah, dapat menjadi bentuk kasih sayang Allah SWT dan sarana untuk meningkatkan derajat. Kesabaran, keikhlasan, dan keridaan dalam menghadapi penyakit akan menghapus dosa dan mengangkat derajat di sisi Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim: "Sesungguhnya orang-orang yang shaleh akan diberikan cobaan yang lebih berat kepada mereka, dan sesungguhnya tidaklah menimpa seorang mukmin suatu bencana, meskipun itu hanya berupa duri (yang menusuknya) atau sesuatu yang lebih dari itu, melainkan semua itu akan menjadikan dihapus satu kesalahan dari dirinya, dan diangkat satu derajat (tingkatan) atasnya." Hadits lain, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya, menegaskan bahwa bahkan rasa sakit sekecil apapun, seperti pusing atau tertusuk duri, dapat menghapus dosa dan mengangkat derajat seorang mukmin.
3. Ujian Khusus bagi Perempuan: Pengorbanan dan Keikhlasan dalam Keibuan:
Ustad Syamsuddin Nur Makka, dalam acara Islam Itu Indah di Trans TV, mengutip QS. Luqman ayat 14 yang menekankan kewajiban berbakti kepada orang tua, khususnya ibu. Ayat ini menggambarkan pengorbanan seorang ibu yang mengandung dan menyusui anaknya dalam keadaan lemah dan penuh keletihan. Pengorbanan ini menjadi salah satu jalan bagi Allah SWT untuk mengangkat derajat seorang perempuan.
Ustad Syam menjelaskan bahwa proses melahirkan, dengan segala rasa sakit dan perjuangannya, merupakan salah satu ujian yang mengangkat derajat seorang wanita. Lebih dari itu, perjuangan seorang ibu tunggal (single parent) yang berjuang mencari nafkah untuk anak-anaknya juga menjadi ujian yang mulia dan dapat mengangkat derajatnya di sisi Allah SWT. Kisah Maryam, yang dimuliakan Allah SWT sebagai ibu tunggal, menjadi contoh nyata dari hal ini.
Kesimpulannya, kenaikan derajat di sisi Allah SWT bukanlah sesuatu yang mudah diraih. Ia merupakan hasil dari perjuangan spiritual yang konsisten, keikhlasan dalam beramal, dan kesabaran dalam menghadapi ujian hidup, baik berupa musibah, penyakit, maupun ujian khusus yang dihadapi oleh perempuan dalam peran keibuannya. Ketiga tanda yang diuraikan di atas hanyalah sebagian kecil dari manifestasi kasih sayang dan ujian Allah SWT dalam perjalanan spiritual menuju kemuliaan sejati di hadapan-Nya. Semoga kita semua senantiasa diberi kekuatan dan keikhlasan untuk menghadapi segala ujian dan senantiasa berikhtiar untuk meningkatkan derajat kita di sisi Allah SWT.