Tepi Barat, 18 Februari 2025 – Ketegangan di Tepi Barat kembali meningkat tajam menyusul insiden penyerbuan dan pengrusakan Masjid di Desa Burqa oleh pasukan pendudukan Israel. Peristiwa yang terjadi Senin (17/2/2025) sore waktu setempat, saat jemaah bersiap menunaikan salat Ashar, menandai eskalasi kekerasan yang mengkhawatirkan, bahkan di tengah gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Laporan dari berbagai sumber, termasuk kantor berita WAFA dan Anadolu Agency, mengungkapkan kronologi penyerbuan tersebut. Pasukan Israel, menurut saksi mata, menyerbu masjid utama Desa Burqa secara tiba-tiba. Mereka tidak hanya menghentikan pelaksanaan ibadah salat Ashar, tetapi juga melakukan tindakan intimidasi dan interogasi terhadap Imam masjid yang tengah bersiap memimpin salat.
Ameen Dossouqi, aktivis dan anggota dewan desa Burqa, memberikan kesaksian langsung kepada Anadolu Agency. Ia menggambarkan bagaimana pasukan Israel menggunakan bom suara dan gas air mata di sekitar masjid. Ledakan bom suara yang menggelegar memecah kekhusyukan jemaah yang tengah bersiap beribadah. Gas air mata yang dilepaskan menyebabkan beberapa jemaah mengalami sesak napas dan membutuhkan perawatan medis di tempat. Dossouqi menekankan bahwa tindakan brutal tersebut tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap kesucian tempat ibadah.
"Para tentara Israel bertindak secara semena-mena dan brutal," ujar Dossouqi. "Mereka menghentikan Imam, menginterogasi beliau, dan menciptakan suasana teror di tengah jemaah yang hendak melaksanakan ibadah."
Insiden di Masjid Burqa bukanlah peristiwa terisolasi. Laporan dari WAFA menunjukkan bahwa kekerasan oleh pasukan Israel di Tepi Barat telah meningkat secara signifikan sejak dimulainya perang Gaza pada 7 Oktober 2023. Data otoritas kesehatan Palestina mencatat angka korban jiwa yang mengkhawatirkan. Sejak perang Gaza, sedikitnya 55 warga Palestina telah tewas dan ribuan lainnya terpaksa mengungsi di Tepi Barat utara. Angka tersebut merupakan gambaran mengerikan dari dampak konflik yang terus berlanjut.
Secara keseluruhan, sejak perang Gaza pecah, otoritas kesehatan Palestina mencatat angka korban jiwa yang mencapai 916 warga Palestina tewas dan hampir 7.000 lainnya terluka akibat serangan tentara Israel dan pemukim ilegal. Angka-angka ini menunjukkan betapa besarnya penderitaan yang dialami oleh penduduk Palestina di bawah pendudukan Israel.
Kekerasan tidak hanya terbatas pada Tepi Barat utara. Laporan koresponden WAFA dari Tepi Barat selatan menggambarkan penderitaan warga Palestina akibat serangan pasukan Israel yang terus-menerus. Penggunaan gas air mata secara berlebihan telah menyebabkan sejumlah warga Palestina tewas lemas karena menghirup gas beracun tersebut. Praktik penggerebekan pemukiman penduduk dengan dalih mencari "buron" Palestina juga dilaporkan terjadi secara rutin, menciptakan suasana ketakutan dan ketidakpastian di tengah masyarakat.
Situasi di Jalur Gaza sendiri tidak kalah memprihatinkan. Meskipun gencatan senjata antara Hamas dan Israel telah berlaku sejak 19 Januari 2025, konflik masih menimbulkan korban jiwa. Data terbaru menunjukkan bahwa korban tewas di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 mencapai angka yang sangat tragis: 48.291 jiwa, sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Jumlah korban luka pun mencapai angka yang sangat mengkhawatirkan, yaitu 111.722 orang.
Meskipun gencatan senjata telah disepakati, pelanggaran-pelanggaran terus terjadi. Laporan menyebutkan adanya warga sipil yang tewas dan puluhan lainnya terluka meskipun gencatan senjata sudah berlaku. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen kedua belah pihak terhadap perjanjian gencatan senjata tersebut.
Insiden di Masjid Burqa menjadi sorotan penting yang menunjukkan bahwa gencatan senjata di Gaza tidak serta-merta menjamin perdamaian dan keamanan di Tepi Barat. Penyerbuan masjid dan tindakan brutal lainnya oleh pasukan Israel menunjukkan adanya eskalasi kekerasan yang sistematis dan meluas. Tindakan ini menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya ketegangan dan potensi pecahnya konflik berskala besar.
Penting untuk dicatat bahwa insiden ini terjadi dalam konteks pendudukan Israel yang telah berlangsung lama di Tepi Barat. Pendudukan tersebut telah menciptakan lingkungan yang penuh dengan ketidakadilan, diskriminasi, dan kekerasan terhadap penduduk Palestina. Penyerbuan Masjid Burqa merupakan contoh terbaru dari pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pasukan Israel di wilayah pendudukan.
Komunitas internasional perlu mengambil tindakan tegas untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh pasukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Penting untuk mendesak Israel untuk menghormati hukum internasional dan hak asasi manusia, serta untuk mengakhiri pendudukan di Tepi Barat. Selain itu, diperlukan upaya diplomatik yang intensif untuk mencapai solusi damai dan adil bagi konflik Israel-Palestina.
Kegagalan komunitas internasional untuk bertindak tegas akan hanya memperburuk situasi dan menyebabkan lebih banyak penderitaan bagi penduduk Palestina. Dunia internasional memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa hak asasi manusia dihormati dan bahwa kekerasan dihentikan. Insiden di Masjid Burqa harus menjadi panggilan bagi dunia untuk bertindak dan mencegah terjadinya tragedi kemanusiaan yang lebih besar. Keheningan internasional hanya akan membiarkan siklus kekerasan berlanjut dan mengabaikan penderitaan rakyat Palestina. Tindakan nyata dan segera dibutuhkan untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan menciptakan perdamaian yang langgeng di wilayah tersebut.