Jakarta – Mengkhatamkan Al-Qur’an, menyelesaikan pembacaan seluruh ayat suci, merupakan momen sakral dan penuh makna bagi umat Islam. Tuntasnya perjalanan spiritual ini lazimnya diiringi dengan pembacaan doa khatam, sebagai ungkapan syukur yang mendalam kepada Allah SWT atas keberhasilan menuntaskan tilawah serta permohonan berkah dan penerimaan atas amal ibadah tersebut. Namun, di balik rasa syukur dan harapan akan terkabulnya doa, terdapat pula anjuran yang sarat nilai spiritual untuk senantiasa menjaga kontinuitas dalam membaca Al-Qur’an.
Praktik melanjutkan tilawah setelah khatam bukanlah sekadar rutinitas, melainkan sebuah ajaran yang diteladankan oleh Rasulullah SAW. Hal ini dijelaskan dalam buku "Mendidik Anak: Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-Qur’an" karya Ahmad Syarifuddin. Buku tersebut mengutip hadits Rasulullah SAW yang menekankan pentingnya melanjutkan amal kebaikan setelah pencapaian suatu tujuan:
“Sebaik-baik amal menurut Allah adalah amal yang, setelah selesai (mencapai tujuannya), segera dimulai kembali. Yaitu orang yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga selesai, dan setiap kali selesai, ia memulainya kembali.” (HR Tirmidzi)
Hadits ini menggarisbawahi esensi keistiqomahan dalam beribadah. Menuntaskan khatam Al-Qur’an bukan menjadi titik akhir, melainkan sebagai momentum untuk memulai kembali perjalanan spiritual yang lebih dalam dan berkelanjutan. Dengan demikian, semangat dan kedekatan dengan Al-Qur’an akan terus terjaga, mencegah timbulnya jeda yang dapat meminggirkan kebiasaan mulia tersebut. Anjuran ini mengajarkan pentingnya konsistensi dan kesinambungan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui tilawah Al-Qur’an. Bukan hanya sekadar menyelesaikan bacaan, tetapi lebih kepada menjadikan tilawah sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari.
Setelah menyelesaikan pembacaan hingga surah An-Naas, dianjurkan untuk segera memulai kembali dari awal, dimulai dari surah Al-Fatihah dan dilanjutkan dengan lima ayat pertama surah Al-Baqarah. Langkah ini secara simbolik merepresentasikan siklus yang tak pernah putus, mencerminkan perjalanan spiritual yang berkelanjutan dan tak terbatas.
Lebih dari sekadar melanjutkan tilawah, momen khatam Al-Qur’an juga diyakini sebagai waktu mustajab untuk berdoa. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa telah khatam Al-Qur’an maka dia memiliki doa yang mujarab.” (HR Thabrani)
Hadits ini menguatkan keyakinan akan terkabulnya doa yang dipanjatkan setelah khatam Al-Qur’an. Keutamaan ini menunjukkan betapa besarnya pahala dan keistimewaan yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya yang tekun membaca kitab suci-Nya. Doa yang dipanjatkan pada saat tersebut diyakini memiliki kekuatan dan keberkahan yang luar biasa.
Tradisi berdoa setelah khatam Al-Qur’an telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Para sahabat dan tabi’in Rasulullah SAW juga senantiasa menjaga tradisi ini. Anas bin Malik RA, salah satu sahabat Nabi yang mulia, dikenal akan kebiasaan mulia mengumpulkan keluarganya untuk memanjatkan doa bersama setelah menyelesaikan khatam Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya tradisi ini dalam kehidupan mereka.
Mujahid, seorang tokoh terkemuka dari generasi tabi’in, pernah mengundang Hakam bin Utaibah untuk menghadiri acara doa khatam, seraya berkata: "Kami mengutus seseorang untuk memanggilmu karena kami hendak mengkhatamkan Al-Qur’an. Doa saat khatam Al-Qur’an sangat mustajab." Pernyataan Mujahid ini menunjukkan keyakinan kuat akan keistimewaan waktu tersebut dalam menerima doa. Lebih jauh, Mujahid juga menceritakan bahwa para sahabat Nabi SAW sering berkumpul dalam momen khatam Al-Qur’an, karena mereka meyakini bahwa pada saat itu rahmat Allah SWT turun dengan melimpah.
Meskipun tidak ada nash (teks Al-Qur’an dan hadits) yang secara spesifik menentukan redaksi doa khatam Al-Qur’an, hal tersebut tidak membatasi bentuk doa yang dipanjatkan. Seseorang dapat memanjatkan doa sesuai dengan kebutuhan dan harapannya, baik itu permohonan pemahaman yang lebih mendalam terhadap Al-Qur’an, permohonan kebaikan dunia dan akhirat, maupun penyampaian hajat pribadi. Yang terpenting adalah keikhlasan dan ketulusan hati dalam berdoa.
Salah satu doa khatam Al-Qur’an yang populer dan sering dibacakan adalah doa yang dinukil oleh Imam an-Nawawi dalam kitabnya, at-Tibyan fi Adab Hamalati al-Qur’an. Doa ini, meskipun panjang, merupakan contoh doa yang komprehensif, mencakup berbagai permohonan kebaikan, baik untuk diri sendiri, keluarga, umat Islam, maupun pemimpin umat. Doa ini mencakup permohonan ampunan, keselamatan, keberkahan, kebaikan dunia dan akhirat, keselamatan dari fitnah, keselamatan dari siksa neraka dan kubur, serta permohonan kebaikan bagi pemimpin dan umat Islam secara keseluruhan. (Doa tersebut terlalu panjang untuk dicantumkan secara lengkap di sini, namun dapat dicari di berbagai sumber referensi keislaman).
Kesimpulannya, khatam Al-Qur’an bukan hanya pencapaian akhir dari sebuah proses tilawah, melainkan juga sebuah tonggak penting dalam perjalanan spiritual seorang muslim. Tradisi berdoa setelah khatam, diiringi anjuran untuk segera memulai tilawah kembali, mengajarkan nilai-nilai keistiqomahan, kesinambungan, dan kedekatan yang tak pernah putus dengan Al-Qur’an. Momen ini diyakini sebagai waktu mustajab untuk berdoa, sehingga setiap muslim hendaknya memanfaatkan kesempatan berharga ini dengan penuh khusyuk dan keikhlasan, memanjatkan doa-doa terbaik untuk kebaikan dirinya, keluarganya, dan seluruh umat Islam. Semoga Allah SWT menerima dan mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan dengan penuh keikhlasan. Semoga pula, tradisi mulia ini terus dijaga dan dilestarikan oleh generasi penerus umat Islam.